Polisi Periksa 18 Saksi Kebakaran Kapal di Muara Baru
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 18 saksi kebakaran kapal di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara, diperiksa polisi. Dalam peristiwa itu, sebanyak 34 kapal hangus terbakar. Penyebab pasti kejadian dan jumlah kerugian masih dalam proses penyelidikan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Pol) Argo Yuwono, di Jakarta Senin (25/2/2019), mengatakan, saksi yang diperiksa adalah anak buah Kapal Motor (KM) Arta Mina Jaya, teknisi las KM Arta Mina Jaya, pemilik KM Arta Mina Jaya, dan staf syahbandar. Dugaan awal polisi, api berasal dari pengelasan alat penyedot air di KM Arta Mina Jaya.
Argo menjelaskan, petugas Inafis dan Pusat Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri diturunkan untuk melakukan olah tempat kejadian perkara di bangkai KM Arta Mina Jaya. Sejak kemarin, Minggu (24/2/2019), petugas belum berhasil menguras di badan kapal untuk memudahkan pengecekan menyeluruh.
“Hari ini kapal akan diangkat ke dok supaya air bisa terkuras habis. Hal itu akan memudahkan petugas Labfor Polri mendeteksi awal mula percikan api dan mencocokkan keterangan saksi,” kata Argo.
Pantauan di lapangan, petugas Labfor Polri datang ke lokasi kejadian pada Minggu (24/2/2019) sore hari. Air berusaha dikeluarkan dengan pompa diesel, tetapi gagal karena air telah menggenangi hampir separuh bangkai kapal yang tinggal menyisakan dek bawah itu.
Hariyanto (37), saksi di lokasi kejadian, mengatakan, api bisa merembet ke puluhan kapal lain karena saat itu kondisi pelabuhan sangat sesak, Minggu (24/2/2019). Menurut dia, banyak kapal tertahan melaut karena terkendala pengurusan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang bisa memakan waktu tiga hingga tujuh bulan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar, menyatakan, kendala pengurusan SIPI biasanya disebabkan karena dokumen Laporan Kegiatan Usaha (LKU) serta Laporan Kegiatan Penangkapan (LKP) yang diserahkan pemilik kapal tidak sesuai.
Menurut dia, saat ini modus yang banyak terjadi adalah pelaporan LKU-LKP yang diperkecil dari jumlah asli. Misalnya, pemilik kapal yang menangkap ikan 1.000 ton setahun sering kali hanya mencantumkan hasil tangkapan 30 ton setahun.
“Banyak yang melakukan hal ini. Kalau begini terus tentu negara dirugikan,” kata Zulficar.
Ia menambahkan, empat kapal yang terbakar diduga ilegal. Empat kapal, yaitu KM Pesisir Andalan 3, KM Baru, KM Indo Prima 5, dan KM Indo Prima 6, tidak tercatat di pusat data perizinan Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Kementerian Perhubungan.