BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lampung Selatan disebut mengalir untuk sejumlah orang yang pernah menjadi tim sukses bupati non aktif Lampung Selatan Zainudin Hasan. Zainudin juga menyamarkan uang gratifikasi melalui teman dekatnya.
Fakta itu terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Zainudin yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung, Senin (25/2/2019). Sidang yang berlangsung selama sekitar 6 jam itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati.
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum KPK Ariawan menghadirkan 9 saksi, di antaranya Rudi Topan, selaku kontraktor yang pernah mendapat proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, Komisaris PT Baramega Citra Mulia Gatoet Soeseno, serta Mita Andriana Sari selaku staf PT Buana Mitra Bahari.
Setor Rp 60 juta
Dalam persidangan, Rudi mengungkapkan pernah mendapat proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan pada 2016 dan 2018. Proyek tersebut dia dapat melalui Kepala Bidang Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni.
Pada 2016, Rudi mendapat proyek senilai Rp 130 juta. Saat itu, dia menyetorkan uang Rp 60 juta pada Syahroni sebagai fee proyek.
Sementara pada 2018, Rudi kembali mendapat dua proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan. Namun, Rudi mengaku belum sempat memberikan fee proyek hingga KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Zainudin.
Rudi pernah menjadi tim sukses Zainudin pada pilkada tahun 2015. Karena alasan itulah, dia menjadi salah satu kontraktor yang mendapat proyek. Sejumlah rekanan lain yang kecipratan proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan juga pernah menjadi tim sukses Zainudin.
Rudi pernah menjadi tim sukses Zainudin pada pilkada tahun 2015. Karena itu, dia menjadi salah satu kontraktor yang mendapat proyek.
Samarkan uang
Persidangan juga mengungkap cara Zainudin menyamarkan uang gratifikasi senilai Rp 3,16 miliar yang diterimanya selama kurun waktu 2016-2018. Uang gratifikasi itu diterima melalui rekening Gatoet.
Gatoet merupakan teman dekat Zainudin yang juga pernah menjadi dokter pribadinya. Zainudin menempatkan Gatoet sebagai komisaris di PT Baramega Citra Mulia.
Jaksa Ariawan mengungkapkan, PT Baramega Citra Mulia bergerak di bidang pertambangan di Kalimantan Selatan. Perusahaan mendapat izin konsesi hutan untuk kegiatan eksploitasi batubara pada 2011 dari Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat oleh Zulkifli Hasan, kakak Zainudin.
Selain diminta menjabat sebagai komisaris, Gatoet juga diminta membuka rekening di Bank Mandiri, serta menyerahkan kartu ATM dan PIN-nya pada Zainudin.
Lewat rekening itulah, Zainudin disebut mendapat gratifikasi Rp 100 juta setiap bulan. Uang gratifikasi itu disamarkan sebagai honor untuk Gatoet.
Gatoet mengatakan, dia mau melakukan perintah Zainudin karena merasa berutang budi pada Zainudin. Selain mengenal baik, Gatoet juga pernah dipinjami uang oleh Zainudin.
Selama menjabat sebagai komisaris, dia mengaku tidak pernah mengambil honor yang masuk ke rekeningnya. Uang itu dimanfaatkan Zainudin untuk membeli aset berupa mobil mewah melalui Sudarman. “Saya juga tidak pernah tahu aktivitas perusahaan,” ujar Gatoet.
Sementara itu, Mita memaparkan bahwa PT Mitra Buana Bahari yang bergerak pada pengangkutan batubara itu merupakan perusahaan keluarga Zainudin. Uang perusahaan dipakai untuk memenuhi kebutuhan keuangan keluarga Zainudin. Salah satunya untuk membeli mobil untuk Randy Zenata, anak Zainudin.
Terhadap keterangan para saksi, Zainudin tidak memberikan berkomentar dan memberi sanggahan.
Kasus korupsi yang menjerat Zainudin berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Juli 2018. Ia didakwa menerima suap Rp 72,7 miliar selama 2016-2018.
Sidang selanjutkan akan digelar, Senin (4/3/2019) masih dengan agenda keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum.