HONG KONG, SENIN – Dua perempuan bersaudara dari Arab Saudi, yang melarikan diri dari negaranya dan bersembunyi di Hong Kong hampir enam bulan, mengaku bahwa mereka kabur dari keluarganya di Arab Saudi untuk menghindari pemukulan oleh saudara-saudara laki-laki dan ayah mereka.
Hari Sabtu lalu, berbalut celana jins dan sepatu sneakers, kedua perempuan bersaudara itu menuturkan penderitaan mereka di rumah. Perempuan bernama panggilan Reem dan Rawan itu mengungkapkan hidup yang tidak berbahagia, diliputi suasana represif di rumah mereka di ibu kota Riyadh. Keduanya bersedia difoto, tetapi tak ingin wajah mereka diperlihatkan.
Kantor berita Reuters, yang melaporkan wawancara dengan kedua perempuan itu, menyatakan tidak bisa memverifikasi secara independen penuturan mereka.
Keduanya mengatakan, setiap keputusan yang akan diambil harus dengan persetujuan laki-laki di rumah mereka, mulai dari pakaian yang mereka kenakan hingga model rambut yang mereka pilih. Bahkan, jam berapa mereka tidur maupun kapan mereka bangun juga harus dengan persetujuan laki-laki.
"Mereka seperti orang yang memenjarakan saya, seperti sipir penjara. Saya seperti seorang tawanan," ujar Rawan, sang adik dari dua perempuan bersaudara, merujuk pada ayah serta dua kakak laki-lakinya yang berusia 24 dan 25 tahun.
"Pada dasarnya ini perbudakan di era modern. Anda tidak bisa keluar rumah tanpa ditemani seseorang dari mereka. Kadang-kadang kami akan tinggal di dalam rumah selama berbulan-bulan tanpa melihat matahari," kata Reem, sang kakak.
Dua perempuan dari bersaudara berusia 18 dan 20 tahun itu tiba di Bandar Udara Hong Kong setelah terbang dari Sri Lanka, September lalu. Di bandara tersebut, keduanya dicegah oleh para diplomat Arab Saudi untuk melanjutkan penerbangan ke Australia.
"Perempuan-perempuan pemberani, muda, dan cerdas ini hidup dalam ketakutan, dalam persembunyian, dan berada dalam masalah hukum di Hong Kong, tidak mengetahui apa yang akan terjadi terhadap mereka," kata pengacara mereka, Michael Vidler, dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (21/2/2019).
Cari negara ketiga
Menurut Vidler, mereka berharap menemukan "tempat aman" di negara ketiga sesegera mungkin.
Dua bersaudara perempuan, yang mengaku telah melepaskan keyakinan sebagai Muslim, tiba di wilayah China pada September 2018 setelah melarikan diri dari liburan keluarga di Sri Lanka. Keduanya telah memesan penerbangan lanjutan ke Australia, tetapi dicegat oleh para petugas selama singgah di Hong Kong sebelum berhasil terbang ke Australia.
Penerbangan lanjutan mereka ke Australia pun dibatalkan. Pejabat dari konsulat Saudi berusaha menerbangkan mereka ke Arab Saudi. Kedua perempuan bersaudara itu melarikan diri ke kota sebagai turis. Selama lima bulan terakhir ini, mereka bersembunyi dan berpindah tempat hingga 13 kali.
Vidler mengatakan, dua perempuan bersaudara itu mengetahui bahwa pejabat yang mencegatnya adalah konsul jenderal Arab Saudi di Hong Kong dan wakilnya. Namun, mereka tidak mengetahui bagaimana kedua pejabat itu mendapatkan informasi soal keberadaan mereka.
Ketika dikonfirmasi Reuters, pada Jumat (22/2/2019), Konsulat Arab Saudi di Hong Kong tidak menanggapi permintaan untuk memberikan pernyataan.
"Kami melarikan diri dari rumah untuk memastikan keamanan kami. Kami berharap bahwa kami bisa mendapat suaka di negara yang mengakui hak-hak perempuan dan memperlakukan perempuan secara setara. Kami bermimpi berada di tempat yang aman di mana kami bisa menjadi perempuan muda yang normal, bebas dari kekerasan dan penindasan," ujar salah seorang perempuan Arab Saudi itu dalam pernyataannya.
Kami melarikan diri dari rumah untuk memastikan keamanan kami.
Pada bulan November, Departemen Imigrasi Hong Kong memberi tahu mereka bahwa paspor Arab Saudi mereka telah dibatalkan dan mereka hanya bisa tinggal di kota itu sampai 28 Februari.
Melalui surelnya kepada Reuters, Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) menyatakan, UNHCR tidak memutuskan status pengungsi di Hong Kong dan tidak dapat mengomentari kasus-kasus individual.
Sementara polisi di Hong Kong hanya mengatakan, mereka telah menerima laporan dari "dua perempuan asing" dan sedang menyelidikinya tanpa menjelaskan lebih lanjut. Adapun Departemen Imigrasi Hong Kong menyatakan, tidak akan mengomentari kasus individu.
Peristiwa di Hong Kong ini hampir sama dengan peristiwa serupa di Bangkok, Thailand, beberapa waktu lalu, saat seorang perempuan warga Arab Saudi kabur dari keluarganya dan kini mendapatkan suaka di Kanada. Kasus-kasus itu terkait erat aturan sosial di Arab Saudi yang ketat yang mengharuskan perempuan untuk mendapatkan izin perjalanan dari "wali" laki-laki.
Menurut kelompok penggiat hak asasi manusia, hal ini dapat membuat mereka terperangkap sebagai tahanan keluarga yang kasar. Selain kasus-kasus pelarian warganya, Riyadh juga menghadapi sorotan tajam dari sekutu Baratnya atas pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi di konsulat Arab Saudi di Istanbul pada Oktober lalu. Arab Saudi juga menjadi sorotan atas dampak tragedi kemanusiaan akibat keterlibatannya dalam perang di Yaman.