JAKARTA, KOMPAS — Uang elektronik berbasis server berpeluang besar untuk dikembangkan. Peluang ini sejalan dengan penetrasi telepon seluler pintar di Indonesia. Berdasarkan studi Google/GfK ”Digital Wallet” pada 2017, sebanyak 66 persen dari 260 juta penduduk Indonesia tidak memiliki rekening bank. Namun, mereka terbiasa mengakses internet. Kurang dari 40 persen pengguna ponsel pintar di Indonesia menggunakan aplikasi layanan keuangan.
Sementara Indeks Finansial Global yang dirilis Bank Dunia pada April 2018 menunjukkan, penggunaan ponsel dan internet dalam mengakses transaksi keuangan meningkat signifikan. Kontribusi itu terlihat pada kepemilikan akun keuangan digital yang sebesar 67 persen pada 2014 meningkat menjadi 76 persen pada 2017 secara global.
Sejak 2010, aplikasi layanan keuangan di Indonesia tumbuh enam kali lipat menjadi sekitar 140 aplikasi. Kategori aplikasi layanan keuangan itu sudah mencakup uang elektronik berbasis server.
Danu Wicaksana, Direktur PT Fintek Karya Nusantara, perusahaan pengelola LinkAja, yang dihubungi pada Minggu (24/2/2019), di Jakarta, berpendapat, prospek pasar uang elektronik di Indonesia besar. Namun, potensi yang besar itu memerlukan edukasi gencar. Apalagi, pemegang izin uang elektronik berani menambah peruntukannya sehingga bisa dinikmati masyarakat.
”Pengguna di kota besar masih banyak yang mengikuti promosi, kecuali penyedia uang elektronik bisa memberikan layanan yang memberikan solusi terhadap kebutuhan esensial mereka,” ujar Danu.
Menurut dia, hal yang harus diperhatikan penyedia uang elektronik adalah meminimalkan ”bakar uang”. Sebagai gantinya, memiliki strategi pasar berkelanjutan.
LinkAja adalah aplikasi uang elektronik berbasis server hasil sinergi BUMN. Semula, aplikasi TCash dari Telkomsel dijadwalkan melebur ke platform LinkAja pada Jumat (22/2/2019). Namun, migrasi tertunda karena kendala teknis.
Tetap 3 Maret
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, Minggu, menyampaikan, peluncuran LinkAja tetap sesuai rencana, yakni 3 Maret.
Menurut Gatot, kendala teknis diharapkan dapat diatasi sebelum LinkAja diluncurkan.
”Integrasi sudah siap, tinggal persiapan saja. Integrasi Android sudah bisa, tinggal Iphone,” katanya.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono mengatakan, kendala teknis terjadi karena selama ini banyak saluran uang elektronik dari tiap bank. Dalam membentuk LinkAja, seluruh jaringan itu diintegrasikan bersamaan.
”Secara umum, perkembangan LinkAja cukup baik. Setiap perubahan tentu ada sedikit kendala, tetapi bisa diatasi,” katanya.
LinkAja, lanjut Gatot, akan dikelola perusahaan Fintek Karya Nusantara atau PT Finarya. Adapun kepemilikan saham Finarya adalah Telkomsel sebesar 25 persen; Bank Mandiri, Bank BRI, dan Bank BNI masing-masing 20 persen; Bank BTN dan Pertamina masing-masing 7 persen; serta Asuransi Jiwasraya sebesar 1 persen.