JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi menjadi salah satu strategi pengendalian penyakit demam berdarah dengue. Namun, jumlah vaksinasi ini masih terbatas peredarannya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksin DBD menjadi salah satu strategi untuk mengendalikan penyakit DBD. Namun, vaksinasi belum menjadi program nasional pemerintah karena belum ketemu jenis vaksin yang dapat diberikan kepada masyarakat secara luas.
“Vaksin ini efektif diberikan kepada orang yang sudah terkena DBD,” kata Siti saat dihubungi di Jakarta, Senin (25/2/2019). Ia menuturkan, untuk dapat menjadi program nasional, pemerintah masih menunggu rekomendasi dari ahli hingga vaksin ini dapat menjadi kebijakan pemerintah untuk mengendalikan DBD.
Untuk saat ini, vaksin DBD hanya dapat diperoleh secara privat dengan mengunjungi rumah sakit atau dokter anak. Namun, harga vaksin ini tergolong mahal yakni sekitar Rp 1 juta untuk sekali vaksin. Adapun seorang anak yang menggunakan vaksin DBD membutuhkan tiga kali suntikan dengan interval 0 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
Di Indonesia, vaksin DBD yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bermerek Dengvaxia yang diproduksi oleh Sanofi Aventis. Vaksin DBD teregistrasi di BPOM pada 31 Agustus 2016.
Direktur Registrasi Obat BPOM Rizka Andalucia mengatakan, untuk saat ini, efektivitas vaksin DBD sebesar 81 persen. Jumlah tersebut dipandang Siti masih dibawah standar pemerintah Indonesia, yakni di atas 90 persen hingga 95 persen.
Rizka Andalucia mengatakan, vaksin DBD dapat digunakan untuk anak usia 9-16 tahun. “Vaksin ini belum dapat digunakan untuk orang dewasa di Indonesia karena belum ada penelitian penggunaan vaksin DBD untuk orang dewasa,” ujar Rizka.
Ketua Satgas (satuan tugas) Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cissy B Kartasamita mengatakan, di luar negeri vaksin DBD sudah dapat diberikan untuk orang dewasa hingga umur 65 tahun.
Bermasalah
Vaksin DBD sempat menimbulkan masalah karena salah satu anak di Filipina meninggal setelah menggunakan vaksin ini. Meskipun demikian, belum ada penelitian khusus terkait kasus ini.
Cissy mengatakan, setelah terjadi kasus di Filipina tersebut, maka keluar peraturan, suntikan vaksin DBD hanya diberikan kepada orang yang pernah terinfeksi DBD. Peraturan tersebut muncul karena orang yang belum terinfeksi virus DBD akan mengalami sakit DBD yang lebih berat setelah mendapatkan vaksin DBD.
Anak yang akan menerima vaksin DBD diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan anak tersebut sudah terinfeksi DBD atau belum. Cissy menjelaskan, orang yang terinfeksi DBD tidak harus sakit DBD. Hal itu disebabkan ada orang yang sudah terinfeksi, tetapi tidak sakit karena daya tahannya bagus atau virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina masih lemah.
Cissy menuturkan, kekebalan antibodi terhadap infeksi dengue ada Immunoglobuline (Ig) G dan IgM. IgG merupakan akbiat infeksi yang terjadi sudah lama, sedangkan IgM merupakan infeksi yang baru atau sedang berlangsung. Bila IgG positif atau riwayat pernah sakit dengue, maka boleh mendapatkan imunisasi, bila usianya 9-16 tahun.
Sulit ditemukan
Persoalan lain adalah Vaksin DBD masih sulit ditemukan. Bahkan, ada rumah sakit yang enggan menggunakannya lagi karena orang yang menggunakan vaksinasi tersebut masih dapat terjangkit DBD.
Di klinik anak salah satu rumah sakit di Jakarta Barat, sempat dijual vaksin DBD beberapa tahun yang lalu. Namun, karena ada masalah, vaksin tersebut tidak dijual lagi. Salah seorang perawat menuturkan, orang yang menerima vaksin DBD masih dapat sakit DBD sehingga rumah sakit memutuskan untuk tidak menjualnya lagi.
Sementara itu, di poliklinik anak RS Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan, tidak pernah menjual vaksin DBD. Bahkan, petugas pendaftaran di poliklinik tersebut tidak pernah mendengar adanya vaksin DBD.
Masyarakat juga masih asing dengan vaksin DBD. Mona (33), warga Karawaci, Kota Tangerang, Banten, mengaku belum pernah mendengar ada vaksin DBD. Ia hanya mengetahui, cara mencegah penyakit DBD yakni dengan memberantas sarang nyamuk. Salah satunya, membuah tempat-tempat yang berpotensi menjadi genangan yang dapat digunakan sarang nyamuk Aedes Aegypti.
Ia juga langsung membawa anaknya, Kahfi (2), ke dokter begitu mengalami demam. “Saya takut keluarga terkena DBD, jadi ketika ada yang demam langsung ke dokter,” ujarnya.