Keruk Sedimen Teluk Jakarta untuk Bersihkan Logam Berat
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencemaran logam berat pada Teluk Jakarta sudah terjadi pada lapisan sedimen lautnya sehingga biota yang hidup di perairan ini pasti akan tercemar. Secara jangka pendek, untuk membersihkan logam berat ini harus ada pengerukan sedimen laut, sedangkan untuk jangka panjang harus ada upaya berkelanjutan menghentikan pencemaran di tingkat hulu.
"Untuk solusi jangka pendek mengatasi pencemaran logam berat Teluk Jakarta harus ada pengangkatan sedimen dan kemudian ditaruh di lokasi yang tidak memungkinkan lepas lagi. Kandungan logam beratnya sudah sangat tinggi dan kenaikannya signifikan dari waktu ke waktu," kata Guru Besar Bidang Ekobiologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani, Senin (25/2/2019), di Jakarta.
Pengukuran pada tahun 2014 misalnya menemukan, kandungan merkuri (Hg) pada sedimen Teluk Jakarta rata-rata 110,47 miligram/kilogram (mm/kg), timbal (Pb) 63,73 mg/kg, dan kadmium (Cd) 6,733 mg/kg. Menurut Etty, pencemaran logam berat di sedimen Teluk Jakarta sampai jarak 2 kilometer (km) dari pantai.
Pencemaran logam berat di sedimen Teluk Jakarta sampai jarak 2 kilometer dari pantai.
Reza Cordova, peneliti kimia laut dan ekotoksikologi Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, penelitian yang dipublikasikan bersama tim di jurnal Marine Research in Indonesia (2016) menemukan banyaknya larva kerang hijau di Teluk Jakarta yang cacat. Ini menandai tingginya cemaran logam berat di sedimen perairan ini, yang semakin menurun kadarnya di perairan yang jauh dari pantai.
Reza mengatakan, Teluk Jakarta secara alami memiliki arus kuat yang berpotensi mencuci polutan yang masuk dari muara sungai. Namun demikian, tingginya pencemaran yang masuk dari ke-13 sungai yang masuk ke perairan ini menyebabkan tingginya logam berat pada sedimen dan air yang dekat dengan pesisir.
"Secara jangka panjang harus ada upaya untuk menghilangkan polutan dari sumbernya dahulu, yaitu di daratan," kata Reza.
Menurut Reza, upaya ini menuntut keterlibatan berbagai pihak, tidak hanya pemerintah dan akademisi serta masyarakat. Pemerintah juga selain eksekutif juga harus didukung legislatif untuk dukungan politik. "Pemerintah Pusat perlu mengkoordinasikan Banten, Jabar, dan DKI. Regulasi sebenarnya sudah jelas, tinggal pelaksanaannya," kata dia.
Pemerintah Pusat perlu mengkoordinasikan Banten, Jabar, dan DKI. Regulasi sebenarnya sudah jelas, tinggal pelaksanaannya.
Perlindungan konsumen
Untuk konsumen, menurut Etty, harus ada pembatasan konsumsi ikan dan kerang laut dari Teluk Jakarta. "Untuk ikan yang dijual di Jakarta sebenarnya bukan dari Teluk Jakarta," kata dia.
Menurut Etty, agar terhindar dari biota air yang terkontaminasi logam berat, salah satu caranya degan mengamati ciri-ciri fisiknya. Jika warna segar dan tidak kusam, dipegang relatif mulus dan ditekan tidak mudah rusak atau koyak, biota tersebut kemungkinan tidak mengandung logam berat yang tinggi.
Jika warna segar dan tidak kusam, dipegang relatif mulus dan ditekan tidak mudah rusak atau koyak, biota tersebut kemungkinan tidak mengandung logam berat yang tinggi.
Dari parameter kandungan logam berat merkuri (Hg), daging biota air, baik ikan atau pun kerang-kerangan, di Teluk Jakarta yang dapat ditolerir untuk dikonsumsi orang dewasa dan anak-anak berkisar 0,002 - 0,043 kg per minggu.
Secara rata-rata untuk kerang hijau, maksimal hanya boleh dikonsumsi 1 ekor. Konsumsi yang melebihi batas ini dalam jangka panjang dikhawatirkan bisa memicu kanker.
Reza mengatakan, kerang hijau dari Teluk Jakarta disarankan untuk menjadi filter logam berat. Masyarakat masih bisa membudidayakan kerang hijau, namun bukan untuk dikonsumsi.
Kerang hijau dari Teluk Jakarta disarankan dibudidayakan untuk menjadi filter logam berat, bukan untuk dikonsumsi.
"Kendalanya memang belum ada regulasi memayunginya, misalnya produk kerang yang dibudidayakan nelayan dibayar oleh industri," kata dia.
Sedangkan untuk ikan, menurut Reza, lebih baik dicari yang relatif jauh dari Teluk Jakarta, misalnya di Kepulauan Seribu. "Memang ini agak berat untuk nelayan, tetapi kualitasnya tangkapannya relatif lebih aman," kata dia.