Bulan Bahasa Bali Sejalan dengan UU Pemajuan Kebudayaan
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Selama Februari 2019, Pemerintah Provinsi Bali menggelar Bulan Bahasa Bali. Program Bulan Bahasa Bali itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Bulan Bahasa Bali 2019 diawali dengan Festival Nyurat Lontar pada Jumat (1/2/2019). Selanjutnya, mulai Selasa (26/2/2019), Bulan Bahasa Bali diisi dengan lomba dan pameran. Pelaksanaan kegiatan dalam Bulan Bahasa Bali 2019 dipusatkan di Taman Budaya, Denpasar, Bali.
Beberapa lomba yang diadakan pada Selasa (26/2) di kawasan Taman Budaya, Denpasar, adalah lomba nyurat (menulis) aksara Bali, lomba ngwacen (membaca) aksara Bali, dan lomba sambrama wacana (pidato sambutan).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Putu Astawa menyatakan, pelaksanaan Bulan Bahasa Bali setiap Februari adalah amanat Pergub Bali No 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
”Program (Bulan Bahasa Bali) ini sejalan dengan Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan, terutama dalam memperteguh jati diri bangsa dan melestarikan warisan budaya bangsa,” kata Astawa di Taman Budaya, Denpasar.
Lomba nyurat aksara Bali, misalnya, diikuti kalangan pelajar sekolah dasar. Adapun lomba ngwacen aksara Bali diikuti peserta dari kalangan remaja putra (truna) dan remaja putri (daa). Sementara lomba sambrama wacana diikuti kalangan pimpinan organisasi perangkat daerah di tingkat pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten serta pemerintah kota di Bali.
Ketua Panitia Bulan Bahasa Bali 2019 I Nyoman Suarka mengatakan, pelibatan pimpinan instansi pemerintah daerah dalam lomba sambrama wacana di Bulan Bahasa Bali itu bertujuan memberikan teladan kepada masyarakat bahwa kalangan aparatur pemerintah daerah di Bali juga peduli dan mampu berbahasa Bali.
”Ini agar menjadi pembiasaan kepada pimpinan dan aparatur pemerintah daerah di Bali bahwa mereka mampu memberi contoh ke masyarakat,” ujar Suarka.
Menurut Suarka, bahasa Bali tidak termasuk bahasa daerah yang terancam punah apabila bahasa Bali tetap digunakan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di Bali. Suarka juga berkeyakinan bahasa Bali tidak akan punah karena bahasa Bali memiliki aksara dan bahasa Bali difungsikan secara integral dalam kehidupan masyarakat.
”Selain itu, bahasa Bali tidak akan mendekati ambang punah karena penutur bahasa Bali, yakni suku Bali, tetap ada,” kata Suarka yang juga Koordinator Program Studi Magister Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Bali. Suarka menambahkan, bahasa Bali termasuk bahasa daerah yang adaptif karena luwes menyerap kosakata baru.
Selain itu, bahasa Bali tidak akan mendekati ambang punah karena penutur bahasa Bali, yakni suku Bali, tetap ada.
Menurut catatan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2018, terdapat 11 bahasa daerah telah punah karena tidak ada lagi penuturnya, 22 bahasa terancam punah, dan 4 bahasa berstatus kritis.
Rilis UNESCO pada 21 Februari 2019 menyebutkan, sekitar 2.500 bahasa di dunia, termasuk lebih dari 100 bahasa daerah di Indonesia, terancam punah (Kompas, 22/2/2019).
Peserta lomba nyurat aksara Bali, I Dewa Ayu Agung Aprilyani Dewi (11), mengaku dirinya bangga berbahasa Bali karena menyenangi bahasa Bali dan suka menulis dalam aksara Bali. Siswi kelas V asal Singaraja, Buleleng, yang biasa disapa Gungwi itu menyatakan, kecintaannya berbahasa Bali juga ditumbuhkan dalam keluarganya.
”Harapan saya, saya bisa memajukan bahasa Bali dan bahasa Bali menjadi kebanggaan,” ujar Gungwi.