Cegah Karhutla, Sumsel Tetapkan Status Siaga Darurat Maret 2019
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan bakal menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan Maret 2019, tepat pada puncak musim hujan. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat koordinasi antarpihak terkait pencegahan kebakaran lebih dini
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berencana menetapkan status Siaga Darurat kebakaran hutan dan lahan pada Maret 2019, tepat pada puncak musim hujan. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat proses koordinasi antarpihak terkait pencegahan kebakaran lebih dini. BMKG memprakirakan Sumsel baru akan memasuki musim kemarau pada akhir Mei atau pertengahan Juni mendatang.
Hal itu mengemuka dalam rapat koordinasi yang digelar di Palembang, Selasa (26/2/2019).
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah menerangkan, saat ini kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah terjadi di beberapa daerah di Provinsi Riau karena kondisi di sana sudah cukup panas.
Untuk itu, sebelum musim kemarau melanda Sumsel, konsolidasi semua pihak perlu dilakukan lebih cepat. ”Pencegahan lebih dini itu lebih baik dilakukan daripada pemadaman saat kebakaran sudah terjadi,” katanya.
Pencegahan lebih dini itu lebih baik dilakukan daripada pemadaman saat kebakaran sudah terjadi.
Sebelumnya, percepatan penetapan status Siaga Darurat karhutla sudah terjadi pada tahun 2018. Saat itu, Pemprov Sumsel menetapkan status Siaga pada 1 Februari 2018. Percepatan ini dilakukan karena Palembang menjadi tuan rumah Asian Games.
”Walau tahun ini tidak ada momen, tetap saja kewaspadaan harus tetap ditingkatkan,” ujarnya.
Hal itu akan diawali dengan penetapan status Siaga Darurat di sembilan daerah di Sumsel yang rawan terbakar. Pada 2018, Kabupaten Ogan Komering Ilir menjadi daerah yang memiliki banyak titik panas dengan jumlah mencapai 832 titik, dilanjutkan dengan Banyuasin 221 titik, Musi Banyuasin 175 titik, Muara Enim 145 titik, dan beberapa daerah lain.
”Karena itu, daerah rawan diharapkan segera melakukan penetapan Siaga Darurat karhutla lebih dulu dan membentuk satgas,” ucap Iriansyah.
Hal serupa ditekankan kepada perusahaan agar menyiapkan sarana dan prasarana pemadaman sehingga lahan konsesi mereka tidak terbakar saat musim kemarau melanda.
Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat juga harus diperketat mengingat sebagian besar kasus kebakaran hutan dan lahan di Sumsel disebabkan oleh ulah manusia yang ingin membuka lahan.
Kebakaran di musim hujan
Iriansyah menyebutkan, kewaspadaan perlu ditingkatkan karena kebakaran lahan sudah terjadi di Desa Tanjung Baru, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, Senin (25/2/2019). Kebakaran tersebut menghanguskan lahan seluas 0,25 hektar.
”Saat musim hujan saja, ada kebakaran lahan, bagaimana saat musim kemarau tiba, tentu intensitasnya akan lebih besar,” katanya.
Koordinator BMKG Sumsel Nuga Putrantijo mengatakan, awal musim kemarau di Sumsel akan terjadi pada dasarian III bulan Mei atau dasarian II bulan Juni. Kalaupun ada anomali cuaca, pergeseran musim hanya terjadi sekitar 1 dasarian lebih cepat atau lebih lambat dari prediksi awal.
Nuga menuturkan, kondisi kemarau tahun ini tidak jauh berbeda dengan tahun lalu. Pada awal musim kemarau, hari tanpa hujan (HTH) sekitar 10 hari. Adapun di masa puncak musim kemarau, yakni Agustus-Oktober 2019, HTH mencapai 30 hari.
”Saat hujan tidak turun dalam jangka waktu lama, lahan akan sangat kering. Potensi kebakaran lahan pun tinggi,” katanya.
Saat ini, ujar Nuga, Sumsel masih dilanda hujan, bahkan Maret 2019 merupakan puncak musim hujan. ”Musim hujan akan menurun pada April dan selesai pada Mei 2019,” lanjutnya.
Optimalisasi lahan
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumsel Erwin Noor Wibowo mengatakan, saat ini, sedikitnya ada 250.000 hektar lahan di Sumsel yang dioptimalisasi untuk mencegah kebakaran dan lahan di daerah pertanian. Lahan tersebut tersebar di Kabupaten Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu Timur, dan Muara Enim.
”Lahan tidak akan menganggur sehingga ilalang pun tidak sempat tumbuh. Dengan begitu, lahan tidak perlu dibakar,” katanya.
Dalam program optimalisasi lahan itu, beberapa peralatan telah disediakan, seperti traktor, pompa air, dan ekskavator.
Selain untuk optimalisasi lahan pertanian, lanjut Erwin, alat-alat itu juga dapat digunakan untuk membantu mencegah kebakaran lahan terutama di lahan pertanian.
Staf Khusus Gubernur Sumsel Bidang Perubahan Iklim Najib Asmani mengatakan, dalam proses penanggulangan karhutla, pembasahan gambut menjadi prioritas. Untuk itu, pembangunan sekat kanal dan sumur bor terus ditingkatkan.
Sampai 2018, ada 99 sumur bor dan 679 sekat kanal yang sudah dibangun. Pembangunan ini dilakukan untuk menjaga kandungan air di kawasan gambut.
Untuk tahun 2019, ada 460 sekat kanal dan 375 unit sumur bor yang dibangun di beberapa daerah, seperti Musi Banyuasin, Banyuasin, Penukal Abab Lematan Ilir, Muara Enim, Musi Rawas, dan Musi Rawas Utara. Dengan pembangunan unit ini, diharapkan kebakaran lahan di lahan gambut dapat berkurang.