Diduga Titik Api dari Kapal yang Sedang Diperbaiki
Hingga saat ini jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan masih melakukan investigasi terkait kejadian 34 kapal motor di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara.
Oleh
Samuel Oktora
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Hingga saat ini, jajaran Kementerian Kelautan dan Perikanan masih melakukan investigasi terkait kejadian 34 kapal motor yang terbakar di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara.
Dugaan sementara, titik api berasal dari KM Arta Mina Jaya milik PT Arta Mina Tama yang sedang dalam perbaikan.
”Banyak pelanggaran yang masih terjadi di pelabuhan di Muara Baru ini, salah satunya ada sejumlah pihak yang melakukan perbaikan kapal. Padahal, pelabuhan ini hanya untuk aktivitas industri perikanan tangkap, untuk kapal sandar, masuk-keluar pendaratan ikan. Saya sudah lama memperingatkan hal ini, kalau mau perbaikan kapal, ya, di galangan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers di Bandung, Jawa Barat, Senin (25/2/2019).
Menurut Susi, sumber api diduga berasal dari KM Arta Mina Jaya. Kapal berukuran 54 gros ton itu saat kejadian sedang melakukan pengelasan.
Susi juga menyinggung, saat kejadian, situasi pelabuhan tidak padat oleh kapal motor. Sebab, dari jumlah 1.550 kapal yang terdaftar, yang saat itu berada di lingkungan pelabuhan 792 kapal.
”Namun, angin juga kencang, membuat api merambat ke sana-sini sehingga 34 kapal terbakar,” ujarnya.
Awalnya terdapat 13 kapal yang terbakar dan terkonsentrasi di sisi selatan kolam pelabuhan atau area docking Perum Perindo. Akan tetapi, menjelang malam terjadi perubahan arah angin yang mengakibatkan penyebaran posisi kebakaran di 10 titik.
10 kapal ilegal
Susi mengatakan, setelah diidentifikasi, dari jumlah 34 kapal yang terbakar, ternyata terdapat 10 kapal yang tidak tercatat, baik di pusat data perizinan Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Kementerian Perhubungan.
Ini pelanggaran lainnya. Pemilik kapal sengaja tidak mau mengurus izin, juga tak mau membayar pajak.
”Modusnya sama semua mafia ikan, baik kapal domestik maupun kapal asing, misalnya punya 10 kapal, tetapi yang diurus izinnya cuma satu kapal. Atau jika kapalnya banyak, diatasnamakan anak, nenek, cucu, atau sopirnya untuk menghindari kewajiban korporasi. Jadi, bukan proses izin yang lama, tetapi memang tidak ada kemauan untuk urus izin,” ujar Susi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Zulficar Mochtar menyampaikan, pihaknya telah menerima total 1.085 permohonan izin. Rinciannya, 879 telah diserahterimakan, 79 dalam proses peninjauan laporan kegiatan usaha dan laporan kegiatan penangkapan, 47 dalam proses pembayaran pajak, serta 80 dokumen baru dalam tahap verifikasi pemberkasan.
”Dari 34 kapal yang terbakar, telah diidentifikasi terdapat 10 kapal ilegal yang tidak terdaftar, baik di Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Kementerian Perhubungan,” kata Zulficar.