Pembangkit listrik dari limbah kebun sawit dan gas metana dari kotoran ternak masuk agenda pengembangan di Kabupaten Pulang Pisau.
PALANGKARAYA, KOMPAS Penerapan ekonomi hijau di Kalimantan Tengah baru sebatas dokumen perencanaan. Pemerintah daerah masih menjadikan eksploitasi lahan sebagai sumber investasi dan pemasukan daerah.
Lima tahun terakhir, atas dampingan Global Green Growth Institute (GGGI) Indonesia, dua kabupaten di Kalteng akhirnya punya rencana strategis pertumbuhan ekonomi hijau. Kedua kabupaten itu adalah Pulang Pisau dan Murung Raya.
”Isu ekonomi hijau sudah masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Kami juga akan menerapkannya di 33 kesatuan pengelolaan hutan di Kalteng,” kata perwakilan GGGI untuk Kalteng, Hendrik Segah, dalam diskusi Media dan Pembangunan Berkelanjutan di Kalimantan Tengah yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Kalteng dan GGGI Indonesia, Senin (25/2/2019).
Diskusi diadakan di atas perahu susur sungai di Palangkaraya, yakni Sungai Kahayan. Dalam strategi pertumbuhan ekonomi hijau di Pulang Pisau, salah satunya penyediaan listrik dari biogas limbah pabrik (palm oil mill effluent/POME).
Di Pulang Pisau terdapat 15 konsesi sawit, 8 di antaranya beroperasi dengan luas tanam 141.671 hektar. Potensi POME 300 ton per jam cukup untuk menghasilkan 1 megawatt listrik.
Selain POME, biogas juga dihasilkan dari energi limbah ternak di mana Pulang Pisau memiliki 29.140 ternak, termasuk sapi, babi, kerbau, dan kambing. Kotoran yang dihasilkan 260.089 kilogram per hari.
Hitung-hitungan di atas belum dieksekusi, masih sebatas rencana. Implementasinya masih terkendala berbagai macam faktor, di antaranya anggaran.
Anggota Sekretariat Pertumbuhan Ekonomi Hijau GGGI, Maria Ratnaningsih, mengatakan, seperti tubuh manusia, kesehatan ekosistem bergantung pada perawatan dan pengelolaan sumber daya alam. Daya dukung dan daya tampungnya mutlak terus dijaga.
”Ini langkah besar ada kabupaten membuat perencanaan, yang dari pertemuan beberapa kali ada perubahan paradigma. Tidak hanya soal untung rugi, tetapi juga soal fungsi,” kata Maria.
Saat ini, 136.928 orang hidup di bawah garis kemiskinan yang bergantung langsung pada sumber daya alam. Kerusakan lingkungan berujung bencana semakin rentan.
Komitmen daerah
Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, pihaknya berkomitmen menerapkan pembangunan ekonomi hijau di semua kabupaten.
Beberapa program disiapkan, antara lain food estate pertanian organik. ”Semua negara wajib menurunkan emisi. Ini harus diturunkan ke kebijakan, termasuk di Kalteng,” katanya.
Menanggapi itu, koordinator Save Our Borneo, Safrudin Mahendra, mengharapkan program ekonomi hijau tak sekadar nama. Program ini masih kontradiksi dengan kondisi alam Kalteng, di mana alih fungsi lahan masih terus terjadi.
”Pemerintah tidak boleh malas mencari inovasi kreatif untuk pengembangan ekonomi,” kata Safrudin. Di Desa Kubung, Kabupaten Lamandau, masyarakat memberdayakan durian menjadi dodol dan jenis makanan lain. Durian dan jengkol hutan jadi komoditas andalan mendatangkan untung. (IDO)