Inter dan Drama Abadi Sepak Bola
FIRENZE, MINGGU - Penggunaan teknologi VAR atau video wasit semula dikhawatirkan akan esensi sepak bola, yaitu drama dan emosi para pemain maupun penontonnya. Namun, jika melihat Liga Italia yang telah menerapkan VAR sejak musim 2017-2018, kekhawatiran itu ternyata tidak terbukti. Drama itu masih abadi.
Pada awal 2017, uji coba VAR langsung memicu polemik. Striker Perancis Antoine Griezmann kecewa golnya dianulir wasit yang menggunakan VAR ketika Perancis menjalani laga uji coba melawan Spanyol. Laga itu pun berakhir dengan kemenangan Spanyol 2-0.
Griezmann juga mengeluhkan proses yang lama karena wasit harus mengecek rekaman ulang sebelum mengeluarkan putusan akhir. “Sangat menyebalkan, anda harus menunggu beberapa saat untuk merayakan gol,” katanya.
Keberatan juga dinyatakan oleh kiper Paris Saint-Germain, Gianluigi Buffon. “Dengan VAR, ini bukan lagi sepak bola. Sepak bola menjadi seperti polo air. Banyak waktu terbuang. VAR menghancurkan faktor hiburan dalam sepak bola,” kata Buffon seperti dikutip dalam majalah World Soccer edisi April 2018.
Namun, drama, emosi, spontanitas, atau faktor hiburan yang dibicarakan Griezmann dan Buffon ternyata masih ada di Stadion Artemio Franchi ketika Fiorentina menjamu Inter Milan, Senin (25/2/2019) dini hari WIB. VAR kembali menjadi “bintang utama” dalam laga yang berakhir imbang 3-3 itu.
Fiorentina langsung mengagetkan Inter dengan serangan yang membuat bek Inter Stefan de Vrij melakukan gol bunuh diri. Namun, pada babak pertama itu, Inter yang kembali tampil tanpa sang striker Mauro Icardi bisa membalas dua gol melalui Matias Vecino dan Matteo Politano.
Inter kembali unggul melalui gol tendangan penalti yang dilakukan Ivan Perisic pada menit ke-52. Wasit memberikan penalti itu setelah menggunakan bantuan VAR. Fiorentina kemudian senang karena Cristiano Biraghi bisa mencetak gol. Namun, wasit membatalkannya karena sebelumnya Luis Muriel melakukan pelanggaran terhadap bek Inter Danilo D’Ambrosio.
Faktor hiburan, seperti kata Buffon, masih jelas ada ketika Muriel kemudian bisa mencetak gol yang membuat kedudukan menjadi 3-2 untuk Inter. Akhirnya, puncak drama terjadi pada menit ke-90+11 ketika gelandang Fiorentina, Jordan Veretout, mengeksekusi penalti yang membuat laga berakhir 3-3.
Penalti itu menjadi kontroversial karena perbedaan persepsi antara wasit dan kubu Inter. Wasit memberikan penalti karena bola mengenai lengan D’Ambrosio di kotak penalti. Namun, pelatih Inter Luciano Spalletti maupun para pemain berang karena merasa, setelah melihat rekaman ulang, bola itu mengenai dada D’Ambrosio. Bukan lengan.
“Semua orang melihat ini bukan penalti. Bola mengenai dada. Peristiwa terjadi di depan banyak penonton. Jika wasit melihat rekaman video, dia tentu akan melihat hal yang sama seperti yang kami lihat,” kata Spalletti. Tentu saja, wasit telah melihat rekaman ulang dan tetap memberikan penalti.
Jika Spalletti mengatakan hal itu kepada pers, gelandang Inter Roberto Gagliardini yang duduk di bangku cadangan kemudian menghampiri wasit yang sedang berjalan keluar lapangan. Gagliardini protes sambil menunjukkan gambar atau video kejadian itu dalam layar telepon pintarnya kepada wasit. Hal seperti ini jarang atau mungkin baru kali ini terjadi.
Publik juga ikut “protes” secara daring. Seorang pengguna internet lantas mengubah keterangan mengenai Asosiasi Wasit Italia di laman Wikipedia. Keterangan dalam laman itu dibubuhi kalimat “asosiasi wasit terlibat penyimpangan pertandingan”.
Uniknya, Pelatih Fiorentina Stefano Pioli juga merasa keputusan mengenai penalti itu keliru. Ada garis tipis yang bisa diperdebatkan mengenai keputusan terhadap pelanggaran handball atau bola mengenai tangan. “Saya pun (jika menjadi wasit) tidak akan memberikan penalti,” katanya.
Bukan hanya Inter
Surat kabar Corriere Dello Sport di Italia lantas membuktikan bahwa keputusan-keputusan kontroversial wasit tetap ada meski VAR telah diterapkan. Mereka mencatat setidaknya ada 11 keputusan kontroversial di Liga Italia musim ini. Kontroversi itu mencakup keputusan yang diambil wasit tanpa menggunakan teknologi VAR meski pelanggaran yang terjadi sangat bisa diperdebatkan. Dalam situasi seperti itu, VAR justru diabaikan.
Sebelum Inter, SPAL juga merasakan nasib serupa ketika menghadapi Fiorentina pada akhir pekan lalu. SPAL akhirnya kalah 1-4. Namun, pada laga itu SPAL sempat gembira karena bisa unggul 2-1, tetapi wasit menganulir gol itu karena ada pelanggaran yang terjadi sebelum gol. “Kami dirampok. Jika anda membatalkan gol akibat pelanggaran semacam itu, saya hanya bisa tertawa,” kata Presiden SPAL Walter Mattioli.
Tidak juga hanya di Italia karena laga Liga Spanyol antara Real Madrid kontra Levante yang berakhir dengan kemenangan Real 2-1 juga kontroversial. Wasit memberikan penalti kepada Real setelah pemain Levante Cheick Doukoure dianggap menendang kaki Casemiro. Padahal, dalam tayangan ulang, kaki Doukoure terlihat tidak mengenai kaki Casemiro.
Rival Real, Atletico Madrid kemudian menyindir kejadian itu melalui akun Twitter. “Malam (penghargaan) Oscar telah dimulai,” tulis Atletico.
Meski menimbulkan banyak kontroversi, VAR sudah menjadi keniscayaan dalam perkembangan sepak bola. FIFA bahkan menyebut keberhasilan VAR mengambil keputusan yang tepat selama Piala Dunia Rusia 2018 mencapai 99,3 persen.
Namun, VAR merupakan teknologi yang akan terus berkembang untuk memberikan keadilan dalam sebuah laga. Toh, masih ada 0,7 persen kegagalan VAR pada Piala Dunia 2018. “Anda meminta kami seperti Tuhan, sempurna. Siapa yang sempurna di dunia ini?” kata Kepala Perwasitan FIFA Massimo Busacca menanggapi hal itu seperti dikutip ESPN. (AFP/REUTERS)