Penetapan Pegunungan Meratus sebagai geopark nasional dinilai belum jadi langkah tepat untuk menyelamatkan Pegunungan Meratus, apalagi jika hanya memakai pendekatan kepariwisataan. Konservasi kawasan Pegunungan Meratus harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan masyarakat adat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Penetapan Pegunungan Meratus sebagai Geopark (Taman Bumi) Nasional dinilai belum menjadi langkah tepat menyelamatkan Pegunungan Meratus. Konservasi kawasan Pegunungan Meratus harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan masyarakat adat.
Kawasan Pegunungan Meratus yang membentang dari Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Timur sepanjang lebih dari 600 kilometer merupakan kawasan penyangga untuk kelestarian lingkungan dan sumber kehidupan masyarakat sekitar. Namun, sebagian besar kawasannya kini sudah berubah fungsi menjadi konsesi tambang dan kebun sawit skala besar.
Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Borneo Selatan Juliade menghargai langkah Pemerintah Provinsi Kalsel menginisiasi geopark Pegunungan Meratus dan mendeklarasikan Geopark Nasional Pegunungan Meratus di Kiram Park, Kabupaten Banjar, Minggu.
”Namun, kami menilai langkah Pemprov Kalsel bukan langkah tepat melindungi dan menyelamatkan Pegunungan Meratus. Itu karena sejak awal pemprov tak melibatkan berbagai komponen masyarakat, terutama masyarakat adat yang hidup di sekitar titik-titik yang dijadikan obyek geopark,” kata Juliade di Banjarmasin, Selasa (26/2/2019).
Menurut Juliade, masyarakat adat Dayak Meratus wajib dilibatkan sejak hulu proses hingga hilir prosesnya. Apalagi, setelah titik-titik geopark ditentukan, akan berdampak luas terhadap Pegunungan Meratus ataupun terhadap masyarakat adat Dayak Meratus, terutama dalam hal keberlangsungan hidup, adat, agama, dan kebudayaan Dayak Meratus.
”Geopark juga semestinya bukan hanya berupa titik-titik yang ditentukan dengan pendekatan kepariwisataan, melainkan kawasan-kawasan konservasi yang bersinergi dengan masyarakat adat Dayak Meratus. Dengan begitu, kelestarian alam dan perlindungan terhadap Pegunungan Meratus bersama masyarakatnya menjadi hal yang utama,” tuturnya.
Hal senada dikemukakan Direktur Eksekutif Yayasan Muller & Schwanner Lover’s Zaidinoor. Menurut dia, Pemprov Kalsel harus melibatkan sejumlah pihak dalam kebijakan untuk mempertahankan dan menyelamatkan Pegunungan Meratus.
”Masyarakat yang tinggal di sekitarnya harus dilibatkan,” ujarnya.
Pemprov Kalsel dengan segala kewenangannya juga perlu mengambil langkah yang menyeluruh untuk melindungi Meratus dari pertambangan dan perkebunan kelapa sawit melalui peraturan daerah (perda).
”Pegunungan Meratus harus dimasukkan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Kalsel sebagai kawasan yang dilindungi dan bebas dari pertambangan dan perkebunan kelapa sawit,” katanya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mendesak Pemprov Kalsel dan pemerintah pusat untuk segera mencabut izin-izin tambang, izin perkebunan sawit, dan industri monokultur skala besar di Pegunungan Meratus.
”Pemerintah harus lebih mengutamakan kebijakan yang ramah lingkungan berdasarkan potensi lokal atau kearifan lokal dan mengutamakan keselamatan serta kesejahteraan masyarakat adat Dayak Meratus,” katanya.
Saat ini, separuh ruang wilayah Kalsel sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan. Dari 3,7 juta hektar, ruang wilayah Kalsel seluas 1,2 juta hektar (33 persen) telah dibebani izin tambang dan 620.081 hektar (17 persen) dibebani izin perkebunan kelapa sawit.
”Kami mendesak pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk segera mengakui hak-hak masyarakat hukum Adat Dayak Meratus dan wilayah adatnya. Sebab, dari sebelum negara merdeka sampai sekarang, masyarakat adat Dayak Meratus terbukti mampu mengelola wilayahnya,” ujar Kisworo.
Upaya penyelamatan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalsel Nurul Fajar Desira yang untuk sementara ditunjuk sebagai Ketua Umum Badan Pengelola Geopark Nasional Pegunungan Meratus memastikan, penetapan geopark bertujuan melindungi dan melestarikan Pegunungan Meratus.
”Penetapan Pegunungan Meratus sebagai Geopark Nasional adalah upaya konkret untuk menjawab desakan masyarakat yang selama ini menggaungkan upaya penyelamatan Meratus. Setelah menjadi geopark, pemerintah berkomitmen menjaga dan melindungi geosite-geosite yang ada,” katanya.
Saat ini sudah teridentifikasi 36 geosite dalam Geopark Nasional Pegunungan Meratus. Semua geosite dipastikan akan dilindungi, mulai dari tumbuhan, hewan, hingga masyarakat dan adat istiadat yang ada di situ. Dengan begitu, masyarakat diharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi dengan menjaga dan mengelola geositeo-geosite yang ada.
”Kami berkomitmen menjaga geosite itu. Kalau ada kegiatan yang mengancam atau berpotensi merusak geosite-geosite itu, tentu tidak akan diizinkan. Kegiatan pertambangan, misalnya, haruslah memperhatikan keberadaan geosite,” kata Fajar.