JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perdagangan memperkuat pembatasan impor ban dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Ban. Setelah larangan dan pembatasan impor dikembalikan ke kawasan kepabeanan, impor hanya bisa diproses melalui pusat logistik berikat.
Dihubungi dari Jakarta, Selasa (26/2/2019), Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, peraturan menteri perdagangan (permendag) itu dimaksudkan untuk menjadikan ban dalam negeri prioritas bagi pengusaha.
”Bagi pengusaha pemegang API-U (angka pengenal importir umum), yaitu pedagang ban, pengecekan persetujuan impor oleh surveyor harus lewat PLB (pusat logistik berikat). Buat pemegang API-Produsen, yaitu yang memakai sendiri untuk usaha lain, pengecekan harus dilakukan lewat PLB atau di negara asal barang impor,” tutur Oke.
Permendag No 5/2019 yang berlaku mulai 1 Maret 2019 itu merupakan perubahan ketiga atas Permendag No 77/2016 tentang Ketentuan Impor Ban. Sebelumnya, ketentuan impor ban telah diubah dengan Permendag No 6/2018 dan No 117/2018.
Dalam Permendag No 117/2018, pengecekan impor ban tidak perlu melewati PLB. Perubahan dengan permendag yang baru itu mulai berlaku bagi impor ban yang tiba pada 1 Maret 2019. Dengan peraturan itu, lanjut Oke, importir harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyewa PLB di wilayah kepabeanan.
”Ini adalah hasil evaluasi permendag sebelumnya. Peraturan yang ada sekarang membantu kita untuk mengendalikan dan mengurangi impor. Impor lewat PLB juga mendorong importir lebih memilih produk dalam negeri. Pada prinsipnya, saya ingin mendorong produk dalam negeri menjadi prioritas pengusaha,” tutur Oke.
Peraturan yang ada sekarang membantu kita untuk mengendalikan dan mengurangi impor.
Masih ada celah
Sebelumnya, pemerintah juga telah mengembalikan kewenangan pemeriksaan persyaratan impor ke wilayah kepabeanan dengan menerbitkan Permendag No 117/2018 untuk menggantikan Permendag No 6/2018. Sebab, spesifikasi ban impor tidak lagi dicek.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane, peraturan tersebut menyebabkan impor melonjak. Impor ban pada Juni 2018 mencapai 350 juta dollar AS, meningkat dari 150 juta dollar AS pada Juli 2017 (Kompas, 3 Oktober 2018).
Akibatnya, kapasitas produksi ban dalam negeri yang mencapai 84 juta buah per tahun hanya dimanfaatkan untuk produksi 45 juta-55 juta ban per tahun. Sebab, ban dalam negeri harus bersaing dengan ban impor yang membanjiri pasar.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Kyatmaja Lookman mengatakan tidak ada pengaruh signifikan bagi pengusaha truk. Sebab, kebanyakan ban impor berjenis radial, sedangkan mayoritas ban lokal berjenis bias. ”Kami tetap membeli sesuai pemakaian,” ucapnya.
Impor ban melalui PLB dapat mengakibatkan kompleksitas impor. Namun, peraturan itu memberikan kesempatan bagi importir ban untuk mengimpor dalam jumlah besar.
”Mem-PLB-kan ban bisa berdampak positif juga karena barang yang belum keluar PLB, kan, dianggap masih di luar daerah kepabeanan sehingga belum bisa ditarik pajaknya. Ada kesempatan buat mendatangkan ban sebanyak-banyaknya,” tutur Kyatmaja.
Impor ban melalui PLB dapat mengakibatkan kompleksitas impor. Namun, peraturan itu memberikan kesempatan bagi importir ban untuk mengimpor dalam jumlah besar.
Permendag No 5/2019 juga memberikan beberapa kemudahan lain untuk importir. Jumlah dokumen sebagai syarat memperpanjang masa berlaku persetujuan impor disederhanakan, cukup dengan hasil pindai dokumen asli persetujuan impor dan dokumen pengangkutan barang (bill of lading).
Sementara proses verifikasi di PLB hanya memerlukan persetujuan impor dan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)