Pemerintah Indonesia mengecam keras tindakan dua kapal pengawal milik Vietnam, yakni Vietnam Fisheries Resources Surveillance, Kiem Ngu 2142124 dan 214263 yang berupaya merintangi proses penangkapan empat kapal ikan berbendara Vietnam di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sekitar Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Minggu (24/2/2019).
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mengecam keras tindakan dua kapal pengawal milik Vietnam, yaitu Vietnam Fisheries Resources Surveillance (VFRS): Kiem Ngu 2142124 dan 214263. Kapal itu berupaya merintangi proses penangkapan empat kapal ikan berbendara Vietnam di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia sekitar Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Minggu (24/2/2019).
Perbuatan tersebut jelas tidak dapat ditoleransi karena Vietnam menjadi state party dari Convention on the International Regulations for Preventing Collision at Sea 1972 (Colregs 1972). ”Saya mengencam keras tindakan kapal VFRS itu, dan telah melanggar Rule 8 Colregs 1972, yaitu action to avoid collision (tindakan untuk menghindari tabrakan),” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers di Bandung, Jawa Barat, Senin (25/2).
Saya mengencam keras tindakan kapal VFRS itu, dan telah melanggar Rule 8 Colregs 1972, yaitu action to avoid collision (tindakan untuk menghindari tabrakan).
Saat kejadian, kapal patroli milik TNI AL, KRI TOM-357, telah menangkap kapal perikanan berbendara Vietnam yang diduga menangkap ikan menggunakan alat tangkap pukat harimau (trawl) di Landas Kontinen Laut Natuna.
Akan tetapi, saat KRI TOM-357 sedang menggiring keempat kapal tersebut, kapal VFRS menerobos masuk ke wilayah ZEEI dan melakukan manuver yang mengancam dengan berupaya menghalangi pengawalan empat kapal ikan itu, hingga membahayakan KRI TOM-357.
Menurut Susi, perbuatan memotong haluan laju KRI TOM-357 itu menimbulkan risiko keselamatan jiwa dari para awak kapal patroli yang sedang melaksanakan tugas.
Perbuatan VFRS merupakan bentuk obstruction of justice (merintangi proses hukum) karena menghalangi KRI TOM-357 yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan Pasal 73 UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982) dan Pasal 66 C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto UU No 45/2009 tentang Perikanan.
Susi juga menegaskan, dirinya yang juga selaku Komandan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) selain protes keras juga meminta Pemerintah Vietnam, melalui koridor diplomatik resmi, memberikan penjelasan serta pernyataan maaf atas insiden yang terjadi.
”Kami juga meminta agar keempat kapal ikan Vietnam yang sebelumnya telah ditangkap oleh Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu Macan 01 diserahkan kepada Pemerintah Indonesia untuk diproses secara hukum,” kata Susi.
Menurut Susi, perbuatan kapal VFRS itu bukan pertama kali. Tindakan serupa dilakukan pada 19 Februari ketika KP Hiu Macan 01 menangkap empat kapal ikan Vietnam.
Dua kapal VFRS saat itu juga melakukan manuver, yakni KN-241 menerobos masuk wilayah ZEEI dan memotong haluan laju KP Hiu Macan 01, juga menghalang-halangi aparat hukum Indonesia dan memaksa Indonesia melepakan empat kapal dan seluruh anak buah kapal (ABK) yang ditangkap. Demi pertimbangan keselamatan, akhirnya saat itu KP Hiu macan 01 menarik kembali personel pengawas yang berada di kapal ikan Vietnam dan melepas empat kapan tersebut beserta semua ABK.
Susi juga mengatakan, kapal ikan berbendera Vietnam merupakan kapal pelaku penangkapan ikan secara ilegal di Indonesia yang jumlahnya paling banyak setiap tahun dibandingkan dengan negara lainnya.
Terhitung sejak Oktober 2014, sebanyak 488 kapal pelaku illegal fishing telah ditenggelamkan, dan 276 di antaranya adalah kapal berbendara Vietnam.
Komandan Gugus Tempur Laut (Guspurla) Komando Armada 1 Laksamana Pertama (Laksma) TNI Irvansyah menuturkan, pihak VFRS sempat diberi tembakan peringatan dengan peluru senjata ringan.
”Namun, (mereka) tidak menggubris dan terus bermanuver, hingga akhirnya kami berikan peringatan dengan peluru senjata lebih besar dan peringatan keras baru mereka menurut dan menjauh. Diperkirakan empat kapal Vietnam itu tiba di Tanjung Pinang hari Kamis atau Jumat,” kata Irvansyah.
Baca juga: Pencurian Ikan di Perairan Indonesia Diduga Masih Terjadi