Pelabuhan Tanjung Priok yang dibangun tahun 1877 adalah penanda abad baru era mesin uap dan bangkitnya industri di Pulau Jawa menyusul pembukaan Terusan Suez tahun 1869. Pelabuhan Tanjung Priok adalah pelabuhan modern terbesar di Indonesia yang jejak langkahnya diabadikan di Museum Maritim Indonesia dan bertempat di gedung bekas kantor administratur pelabuhan yang dibangun tahun 1930-an.
Sebelum membangun pelabuhan baru pengganti Pelabuhan Sunda Kelapa, dalam buku panduan Museum Maritim Indonesia dituliskan, Pemerintah Hindia Belanda memiliki sejumlah pilihan, antara lain membangun cekungan pelabuhan baru tidak jauh dari Kali Besar atau membangun tanggul pelabuhan dengan rel kereta api di antara Pulau Onrust dan Pulau Cipir yang terhubung dengan Kota Batavia.
Pilihan lain, mengembangkan kawasan 8 kilometer di timur Kota Batavia, yakni kawasan Tanjung Priok yang memiliki pantai keras dan tidak terganggu endapan lumpur. Masalahnya, tidak ada akses Tanjung Priok ke Kota Batavia.
Pelabuhan Tanjung Priok adalah pelabuhan modern terbesar di Indonesia yang jejak langkahnya diabadikan di Museum Maritim Indonesia.
Para insinyur Belanda, J Waldorp dan P Calaland yang mengembangkan pelabuhan laut dalam di Amsterdam dan Rotterdam, diundang untuk memberikan konsultasi pembangunan pelabuhan baru di Batavia dan akhirnya dipilih untuk mengembangkan Tanjung Priok. Pada mulanya dibangun sepasang dermaga melindungi pelabuhan seluas 140 hektar dan dermaga pelabuhan bagian dalam berukuran 140 meter x 8 meter.
Transportasi dari Batavia ke Tanjung Priok terhubung dengan kereta api atau pun kanal tempat tongkang dilayarkan. Pengembangan Tanjung Priok sempat terganggu letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang menimbulkan pasang dan banjir.
Tidak jauh dari lokasi museum juga terdapat Stasiun Kereta Api Tanjung Priok yang juga bersejarah. Sebuah lokomotif uap ”Bon Bon” ditempatkan di dalam Stasiun Kereta Api Tanjung Priok dan diresmikan oleh Ibu Negara Ani Yudhoyono pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara dermaga di sekitar Museum Maritim juga menjadi saksi bisu pemberangkatan para tawanan perang Sekutu yang oleh Jepang dipaksa membangun Jalur Kereta Api Maut Thailand-Burma di tahun 1943-1945. Mereka juga menjadi tenaga kerja paksa di Jepang.
Para Romusha Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan ribu orang pun diberangkatkan dari dermaga Tanjung Priok. Kenangan terhadap perjalanan menyongsong maut itu direkam oleh pahlawan perang Australia Edward ”Weary” Dunlop dalam memoarnya The War Diaries of Weary Dunlop, Java and The Burma = Thailand Railway 1942-1945.
Lokasi tersebut juga menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal selam Jerman (U-Boot) semasa Perang Dunia II seperti dicatat Horst Henry Geerken dalam buku Jejak Hitler di Indonesia. Tercatat lebih dari 60 U-Boot dari pangkalan Kriegsmarine di Perancis yang diduduki Jerman berlayar mencapai Pulau Jawa dengan mengitari selatan Benua Afrika ke Pelabuhan Tanjung Priok. Rekor operasi perjalanan kapal selam antar-samudra hingga kini!
Fasilitas perakitan mobil pun dibangun di Tanjung Priok pada awal abad ke-20. Pabrikan General Motor memiliki fasilitas perakitan kendaraan merek Chevrolet di sana. Demikian pula berbagai perlengkapan militer Hindia Belanda juga dirakit di sana menjelang Perang Pasifik.
Pada salah satu ruang pamer di Museum Maritim ditampilkan sederet gambar dan keterangan tentang perjalanan jemaah haji Nusantara pada masa silam yang berangkat dari Tanjung Priok di akhir abad ke-19 dan paruh pertama abad ke- 20.
Museum modern
Museum Maritim yang diresmikan akhir tahun 2018 itu, menurut Kepala Museum Maritim Tinia Budiati, merupakan bagian dari upaya membangun kesadaran sejarah dan membuktikan nilai penting Poros Maritim Indonesia.
Berbagai koleksi yang ditampilkan di sana menggambarkan nilai strategis pelayaran abad ke-15-16 Masehi hingga perburuan rempah oleh bangsa-bangsa Eropa ke pusat rempah dunia, yakni Nusantara.
”Seperti pelabuhan lain di luar negeri yang memiliki obyek wisata, demikian pula di Tanjung Priok. Kedatangan kapal pesiar dan kunjungan keluarga dari masyarakat umum pun dapat mengunjungi Museum Maritim,” kata Tinia.
Tata pamer di Museum Maritim tersebut memang menampilkan banyak tempat untuk berswa foto. Ada replika bongkar muat barang yang menampilkan Tuan Belanda, Matroos, dan buruh bongkar muat di Kade Tanjung Priok, ada sudut untuk berfoto tipuan mata (eye trick) seolah kita sedang bermain ski air dan lain-lain. Ruangan teater yang menampilkan film tentang sejarah pelabuhan di Priok dan pelabuhan lain di Nusantara juga tersedia.
Tata pamer di Museum Maritim tersebut memang menampilkan banyak tempat untuk berswa foto.
Salah satu bagian menarik adalah naik ke puncak menara di gedung museum tersebut dan melihat sekeliling Pelabuhan Tanjung Priok dari ketinggian sambil berswa foto beramai-ramai. Semoga saja Museum Maritim tersebut terus berkembang dan mengingatkan asal-usul masyarakat Nusantara sebagai ”Bangsa Maritim”....