Kim Jong Un Bangun Citra dengan Kereta
HANOI, SELASA— Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memanfaatkan perjalanan ke Vietnam untuk membangun citranya. Karena itu, ia memilih menggunakan kereta api dibandingkan naik pesawat.
Kim ke Vietnam untuk bersua Presiden Amerika Serikat Donald Trump lagi. Pertemuan kedua Trump-Kim dijadwalkan akan dimulai Rabu (27/2/2019) malam di Hanoi, Vietnam.
Trump memilih menggunakan pesawat dan meninggalkan Washington Selasa (26/2/2016) dini hari WIB. Pada Selasa malam, Trump sudah tiba di Hanoi.
Sementara Kim membutuhkan 2,5 hari untuk perjalanan dengan kereta dari Pyongyang, Korut ke Dong Dang, kota di perbatasan Vietnam-China. Kim tiba di Dong Dang pada Selasa dini hari. Ia disambut pejabat Partai Komunis Vietnam di stasiun yang secara khusus diperbaiki dan didekorasi untuk menyambutnya itu. Dari Dong Dang, ia naik mobil ke Hanoi.
Kim Jong Un bisa singgah di sejumlah tempat selama perjalanan Pyongyang-Hanoi. Ini membangkitkan kenangan pemimpin pertama Korut.
Meski membutuhkan waktu sangat lama, perjalanan itu memberi Kim Jong Un kesempatan membangkitkan kenangan rakyat Korut kepada pemimpin mereka. Karena itu, ia mengulangi cara muhibah kakeknya sekaligus pendiri Korea Utara, Kim Il Sung.
Kala melawat ke Vietnam setengah abad lalu, juga untuk muhibah ke Eropa dan Uni Soviet, Kim Il Sung juga menggunakan kereta. Anak Kim Il Sung, Kim Jong Il, juga suka naik kereta dan tidak senang terbang.
Dengan naik kereta, Kim Jong Un bisa menyinggahi berbagai pelosok Korut. Selain itu, muhibah dengan kereta juga lebih menguatkan citranya. Saat bertemu Trump di Singapura pada Juni 2019, Kim Jong Un naik pesawat Boeing. Di badan pesawat buatan AS itu, terpampang bendera China karena pesawat itu memang milik China yang dipinjamkan kepada Kim Jong Un. Kini, ia turun dari kereta yang di badannya terpasang bendera Korut.
Bantuan China
Kereta yang disebut antipeluru dan dilengkapi aneka persenjataan itu amat berat dan berjalan lambat. Rutenya juga dirahasiakan, walau beberapa kali ada foto atau video saat kereta itu berhenti di China. Dari Korut, kereta itu memang harus melewati China.
Meski kali ini naik kereta dengan bendera Korut, China tetap menyokong perjalanan Kim. Teknisi kereta Korea Selatan dan penulis sejarah kereta Korut, Kim Han-tae, mengatakan China memberi banyak hal untuk lawatan Kim Jong Un.
Kereta Kim dirawat China. ”Dasarnya, ketika kereta melewati China, harus dioperasikan oleh orang China agar bisa melewati jaringan rel China. Tentu saja mesinnya buatan China,” ujar Kim Han-tae.
Asumsi itu wajar diajukan. Sebab, sebagian jaringan rel China kini dipakai untuk kereta supercepat. Sementara kereta Kim lambat dan ketinggalan zaman. Butuh orang yang paham jaringan rel China untuk lewat dengan aman.
Kim Jong Un beberapa kali menggunakan kereta yang mesinnya menggunakan buatan China, DF11Z. Dalam perjalanan ke Vietnam, media Korut menyebut lokomotifnya dinyatakan buat DF11Z. Kali ini, kereta Kim menggunakan DF4 yang lebih lawas dibandingkan DF11Z.
”Semua disediakan China. Kim tidak bisa melawat tanpa pelayanan China,” kata mantan agen intelijen Korsel, Nam Sung-wook.
Tidak jelas kapan China memberi lokomotif itu. Sebab, selama ini Korut dijatuhi sanksi internasional. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang tidak menampik sokongan negaranya kepada Kim. China menyediakan jaminan perjalanan. Ia tidak menjelaskan secara terperinci masalah jaminan itu.
Meskipun demikian, sejumlah warga China mengejek cara perjalanan Kim. Mereka mengaitkan cara lawatan itu dengan kemiskinan Korut. Mereka menyebut Korut terlalu melarat sehingga tidak mampu membeli pesawat. ”Pesiar seperti ini dari Pyongyang ke Hanoi?” tulis seorang warga China sembari menunjukkan foto lokomotif uap.
China memang menjadi penyokong utama Korut secara ekonomi ataupun politik. Di forum-forum internasional, China kerap menentang pemberatan sanksi pada Korut. Sementara secara ekonomi, China kerap membeli aneka produk Korut dan memasok aneka kebutuhan negara itu.
Bukan hanya China yang berkepentingan dengan Korut. Korea Selatan yang bersebelahan dengan Korut amat berkepentingan dengan pertemuan Kim-Trump. Karena itu, sejumlah pejabat Korsel terlihat berada di Hanoi sejak beberapa hari lalu.
Kepentingan Korsel
Pertemuan Kim-Trump diduga bisa menghasilkan deklarasi akhir Perang Korea. Meski baku tembak sudah berhenti sejak 1953, Perang Korea belum pernah dinyatakan berakhir. Korut dan Korsel hanya dalam situasi gencatan. Kondisi itu menjadi alasan AS menempatkan ribuan prajurit dan persenjataan mutakhir di Korsel. Jika perang dinyatakan berakhir, keberadaan pasukan dan persenjataan AS menjadi kurang relevan. Hal itu bisa berdampak pada keamanan Korsel.
Seoul juga berkepentingan mengejar peluang ekonomi. Kerja sama ekonomi Seoul- Pyongyang terhenti gara-gara sanksi yang diprakarsai oleh AS. Jika pertemuan di Hanoi menghasilkan pencabutan sanksi, Seoul bisa mempercepat pengaktifan ulang kerja sama dengan Pyongyang.
(AP/AFP/REUTERS/RAZ)