Memuliakan Tenun Nusantara dalam Festival Sarung NTT
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bakal menggelar Festival Sarung Tenun Ikat pada 3 Maret mendatang. Program ini merupakan salah satu upaya memuliakan tenun dan sarung nusantara sekaligus bagian kampanye sarung sebagai warisan budaya yang diakui UNESCO layaknya batik.
Festival yang bakal melibatkan sekitar 10.000 orang ini, selain bertujuan mempromosikan kain tenun atau wastra asli NTT, juga membangun semangat menenun di kalangan generasi muda. Meski NTT termasuk gudang tenun tradisonal, tetapi kesejahteraan para penenun masih jauh di bawah standar. Minat konsumen akan wastra pun terbilang rendah.
Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) NTT Julie Sutrisno Laiskodat di Kupang, Rabu (27/2/2019) mengatakan, festival ini diselenggarakan oleh Dekranasda, Dinas Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata NTT.
Festival berlangsung Sabtu 2 Maret, bersamaan dengan hari bebas kendaraan bermotor atau Car Free Day di Jalan El Tari, depan Kantor Gubernur NTT. jalur ini sepanjang 700 meter dan lebar sekitar 70 meter. Sebanyak 10.000 orang itu dibagi dalam lima titik stan, yakni depan Kantor Gubernur NTT, depan Kantor Bappeda dan Aula El Tari, Rumah Jabatan Gubernur, Halaman Gedung DPRD NTT, dan halaman rumah dinas Kejaksaan Tinggi NTT.
Sebanyak 10.000 peserta itu terdiri dari mahasiswa dan pelajar 5.000 orang, perangkat daerah provinsi NTT 2.000 orang, perangkat daerah Kota Kupang 500 orang, TNI/Polri 500 orang, instansi vertikal 500 orang, kelompok etnis 300 orang, dan BUMN/BUMD sebanyak 700 orang.
Selain itu dilibatkan pula 27 pusat industri tenun ikat di NTT dari beberapa kabupaten dan kota. Tidak tertutup kemungkinan bagi masyarakat umum yang ingin bergabung memeriahkan festival ini.
Dalam festival tersebut, semua peserta wajib mengenakan bawahan sarung dipadu kaos oblong warna putih. Sarung yang dikenakan dari daerah asal masing-masing. Hal ini untuk memperlihatkan, NTT memiliki beragam motif tenun.
“Semua ini bertujuan mempromosikan sarung NTT sekaligus mendorong pemasaran, guna meningkatkan kesejahteraan perajin. Sayang, kalau kita hanya dorong mereka produksi, tetapi tidak dipasarkan. Masih banyak sarung hasil produksi ibu rumah tangga tersimpan di rumah-rumah, bahkan di galeri, dan pusat industri tenun ikat,” kata Julie.
Festival ini bertujuan mempromosikan sarung NTT sekaligus mendorong pemasaran, guna meningkatkan kesejahteraan perajin
Memeriahkan acara tersebut, digelar pula bazar kuliner aneka kelor, kemudian paduan suara NTT Menyanyi yang melibatkan 2.000 orang, NTT Menari dengan peserta 1.800 orang, demo menenun siswa SMKN 4, demo musik etnik SMKN 2, dan tarian lokal seperti dolo-dolo, ja’i, serta dero.
Warisan sejarahJulie mengatakan, sarung adalah kain tradisional nenek moyang NTT, bahkan seluruh daerah di Indonesia, sebelum celana dan baju dikenalkan kaum kolonial Eropa. NTT salah satu provinsi dengan warisan tradisi menenun sangat kuat. Tradisi ini terus bertahan dari zaman ke zaman karena salah satu tuntutan emas kawin dalam perkawinan adat adalah kain sarung tradisional berkualitas.
Karena itu, sarung perlu diperjuangkan menjadi situs warisan dunia (UNESCO) sama dengan batik. Sarung juga ada di negara lain, tetapi ada perbedaan dalam hal menenun dan bahan.
Keberadaan sarung ini hampir merata di seluruh Tanah Air. Kendati cara menenun, mewarnai, bahan pewarna, dan motifnya berbeda. NTT memiliki motif tenunan terkaya secara nasional. Lebih dari 1. 000 jenis motif tenunan khas NTT tersebar di 1.192 pulau. Setiap suku memiliki sekitar 100 jenis motif tenunan.
Hari sarung ini untuk memuliakan tenun nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan para penenun
Untuk itu, Julie mengusulkan pemerintah menetapkan hari khusus tenun (sarung) nasional. Semua warga negara diwajibkan mengenakan sarung pada hari itu. Hari sarung ini untuk memuliakan tenun nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan para penenun.
NTT sendiri telah mewajibkan warganya terutama aparat sipil negara (ASN) wajib mengenakan sarung setiap hari Rabu. Sementara di sekolah-sekolah, sebagian besar anak sekolah diwajibkan mengenakan rompi tenun dari daerah asal masing-masing. Sarung yang dimaksud adalah baju kemeja (rompi) sementara bawahan tetap pakaian seragam PNS atau seragam sekolah.
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan NTT Sinun Petrus Manuk menambahkan, SMKN 4 di Kota Kupang dan SMP Umalulu di Sumba Barat juga telah memiliki program muatan lokal tenun ikat di sekolah masing-masing. Ke depan, semua sekolah diharapkan menjadikan kerajinan tenun ikat sebagai salah satu muatan lokal.
“Sekarang banyak generasi muda lebih lebih suka memegang telepon seluler, dibanding belajar menenun, menjaga warisan leluhur. Jika kelompok penenun yang sudah berusia di atas 40 tahun ini tidak ada lagi, kerajinan menenun di NTT bakal berkurang,” ucap Manuk.
Universitas Nusa Cendana Kupang juga telah membuka progam studi tenun ikat pada Fakultas Sains dan Teknik untuk program diploma. Para mahasiswa berasal dari 22 kabupaten dan kota di NTT. Lulusan Undana diharapkan lebih kreatif dan inovatif mengembangkan tenun khas NTT.