JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan kinerja pelayanan publik tak terganggu dengan kosongnya 18 posisi jabatan pratama. Para pelaksana tugas mempunyai kewenangan sama dengan pejabat resmi dalam penggunaan anggaran.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta Chaidir mengatakan, perbedaan kewenangan hanya pada pelaksana tugas (Plt) hanya tak mempunya kewenangan untuk memberhentikan atau memecat aparatur sipil negara. Selain itu, para pejabat di lapis kedua di unit yang kosong pemimpin itu juga sudah terisi semua. “Insya Allah kinerjanya bagus karena para pejabat di layer keduanya sudah diisi,” katanya di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Rangkaian rotasi yang dilakukan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama sekitar satu tahun terakhir masih menyisakan 18 posisi kosong. Dua di antaranya adalah posisi deputi, adapun 16 lainnya kepala dinas, biro dan badan. Enam posisi kepala dinas yang masih kosong adalah Dinas Cipta Karta, Tata Ruang dan Pertanahan, Sumber Daya Air, Perindustrian dan Energi, Dinas Perhubungan, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan dan Lingkungan Hidup.
Lelang terbuka untuk tiga deputi saat ini tengah berlangsung. Lelang ini dibuka untuk tingkat nasional. Adapun lelang untuk 16 posisi lain sedang dikoordinasikan dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). Lelang untuk jabatan pratama ini wajib diikuti oleh semua ASN yang telah memenuhi syarat.
“Setelah koordinasi, lelang akan dilaksanakan secepatnya. Semua ASN yang memenuhi syarat wajib ikut, sesuai dengan latar belakang pendidikannya,” katanya.
Peringatan untuk Demosi
Dua pejabat pratama mengalami demosi pada rotasi kali ini. Mereka adalah Teguh Hendarwan dari Kepala Dinas Sumber Daya Air menjadi pelaksana pada Biro Tata Pemerintahan Sektretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Yurianto dari Kepala Badan Pembinaan BUMD DKI Jakarta menjadi anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
Chaidir mengatakan, untuk keduanya sudah diberikan surat peringatan 1,2 dan 3 atas serapan anggaran yang tak memenuhi target serta kinerja yang dinilai rendah. Surat peringatan diberikan dalam kurun waktu 1-2 bulan sebelum pencopotan jabatan.
Setelah itu, mereka diminta menandatangani berita acara pemeriksaan sebagai bentuk sudah dilakukannya evaluasi. “Ini masuk dalam kategori lalai. Mereka juga sudah menandatangani pakta integritas soal ini sebelumnya, jadi semua prosedur sudah dipenuhi,” katanya.
Untuk camat dan lurah yang diturunkan jabatannya, kata Chaidir, karena kinerja, laporan masyarakat lewat citizen response management (CRM) dan perilaku. Sejumlah laporan masuk terkait kinerja para lurah yang turun kualitas pelayanan masyarakatnya maupun indikasi pelanggaran.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, demosi merupakan diskresi kepala daerah. Ia tak mempermasalahkan selama demosi itu memang karena kinerja yang tak mencapai target.
Namun ia mempertanyakan demosi di tingkat camat dan lurah yang menurutnya terindikasi karena faktor suka dan tidak suka. Penurunan jabatan di tingkat camat dan lurah juga ia nilai tak memberi penghargaan pada orang-orang yang dicopot. “Kasihan kan orang kerja keras. Dia kan birokrat, kerja dari bawah sampai ke atas meniti karir. Dari lurah jadi sekretaris kelurahan kan ga betul,” katanya.
Sementara itu Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai tim seleksi untuk rotasi pejabat di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mencerminkan rotasi yang matang dan terencana. Banyak pejabat yang memperoleh promosi belum menunjukkan komptensi, sedangkan beberapa lainnya adalah orang-orang lama yang pernah memperoleh penilaian buruk sebelumnya.