Penyelewengan Dana Desa Meningkat, Bimbingan Diperlukan
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sepanjang tahun 2018, jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mengungkap tujuh kasus penyelewengan dana desa di sejumlah daerah di Sumsel. Penyelewengan dilakukan dengan menggelembungkan biaya pembangunan infrastruktur hingga mempergunakan dana tidak seperti kesepakatan awal. Untuk itu, bimbingan untuk kepala desa perlu ditingkatkan agar penyelewengan dana desa ataupun kesalahan administrasi dapat dikurangi.
”Jumlah kasus penyelewengan dana desa di Sumatera Selatan pada tahun 2018 meningkat signifikan,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara dalam seminar nasional yang mengangkat tema ”Membangun Kemandirian Desa melalui BUMdes” yang digelar pada Kamis (27/2/2019) di Palembang.
Hadir dalam acara tersebut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Gubernur Sumsel Herman Deru, dan sejumlah kepala desa di Sumsel.
Saat itu, lanjut Zulkarnain, ada tujuh kasus penyelewengan dana desa yang diungkap, meningkat dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Pada 2014, kasus penyelewengan dana desa yang diungkap mencapai 5 kasus, 2015 sebanyak 2 kasus, 2016 ada 3 kasus, 2017 terungkap 2 kasus, dan 2018 terdapat 7 kasus.
Kebanyakan kepala desa yang bermasalah berasal dari latar belakang pendidikan yang tidak terkait dengan administrasi.
Zulkarnain menerangkan, modus yang dilakukan untuk menyelewengkan dana desa beraneka macam, seperti membuat rancangan biaya di atas harga pasar, meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi, dan pungutan atau potongan dana desa oleh oknum kecamatan atau kabupaten.
Modus lain adalah penggelembungan (mark up), pembayaran honor perangkat desa atau fasilitas desa, memungut pajak/retribusi desa, tetapi tidak disetorkan ke kas desa, dan melakukan permainan (kongkalikong) pada proyek yang didanai oleh dana desa.
Dalam dua bulan terakhir pada 2019, lanjut Kapolda, pihaknya juga telah mengungkap dua kasus penyelewengan dana desa di Sumatera Selatan. Penyelewengan dana desa dilakukan oleh seorang oknum Kepala Desa Kota Raya Darat, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, berinisial AJ (47). Dia diduga melakukan korupsi dana desa untuk keperluan pribadi. Dana digunakan untuk menghidupi keponakannya dan untuk berlibur ke sejumlah daerah.
Pada Selasa, (26/2/2019), Polres Ogan Komering Ulu juga mengungkap penyelewengan dana desa yang dilakukan oleh Kepala Desa Ulak Lebar ZU. Dia menggunakan dana desa untuk membeli mobil dan keperluan pribadinya.
Zulkarnain mengingatkan agar kepala desa di Sumsel benar-benar menjalankan fungsinya untuk mengelola dana desa dengan baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, dalam beberapa kasus, ada dana desa yang digunakan tidak sesuai kesepakatan. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Namun, yang paling banyak terkait dengan kesalahan administrasi. Banyak kepala desa yang kesulitan untuk membuat laporan dana desa.
Hal ini sangat wajar mengingat sejumlah kepala desa saat terpilih langsung bekerja dan tidak dibekali untuk membuat laporan dana desa. ”Kebanyakan kepala desa yang bermasalah berasal dari latar belakang pendidikan yang tidak terkait dengan administrasi,” ucapnya. Untuk itu, pihaknya berharap agar pemerintah pusat terus memberikan bimbingan mengingat alokasi dana desa akan meningkat.
Agar pemerintah pusat terus memberikan bimbingan mengingat alokasi dana desa akan meningkat.
Tahun ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan mengalokasikan dana sekitar Rp 25 juta per desa untuk membantu operasional kepala desa, termasuk dalam pengelolaan dana desa. ”Tahun depan jumlahnya akan ditingkatkan jadi Rp 50 juta per desa,” katanya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, penyerapan dana desa tahun 2015 mencapai 82,72 persen dari Rp 20,67 triliun dana desa yang dikucurkan. Adapun pada 2018, dari total Rp 60 triliun dana desa yang disalurkan, 99,03 persen terserap. Artinya, tata kelola dana desa sudah semakin baik.
Pada tahun 2014, terdapat 20.000 desa tertinggal. Saat ini tinggal 13.300 atau berkurang 6.700 desa. Jumlah itu melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN), yakni mengentaskan 5.000 desa tertinggal.
Eko mengatakan, jika ada penyelewengan dana desa, itu bisa dilaporkan ke inspektorat kabupaten atau bisa langsung dilaporkan ke penegak hukum untuk segera ditindaklanjuti.