BANJAR, KOMPAS – Penguatan persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathaniyah menjadi kunci bagi terselenggaranya kedaulatan rakyat yang hakiki. Kontestasi politik sebagai manifestasi dari kedaulatan rakyat haruslah mewujudkan kemaslahatan rakyat serta sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat yang utuh dan bersatu dalam ikatan kebangsaan. Perbedaan pandangan politik oleh karenanya tidak boleh menjadi alasan bagi runtuhnya ukhuwah wathaniyah.
Menyikapi suasana kebangsaan menjelang penyelenggaraan Pemilu 2019, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ingin mengingatkan kembali pemilu sebagai manifestasi kedaulatan rakyat tersebut. Hasil pemilu oleh karenanya harus mampu menjunjung, menegakkan, dan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kebijakan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Pemilu adalah milik rakyat, dan hasilnya harus membawa kemaslahatan bagi semua komponen bangsa.
Pembahasan mengenai isu-isu kebangsaan, kenegaraan, dan keumatan itu berusaha dirumuskan oleh PBNU dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU, 27 Februari-1 Maret 2019. Acara yang diadakan di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, ini mengambil tema, “Memperkuat Ukhuwah Wathoniyah untuk Kedaulatan Rakyat.” Diperkirakan sedikitnya 10.000 alim ulama, serta pimpinan wilayah NU akan menghadiri forum tertinggi di bawah muktamar tersebut.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ingin mengingatkan kembali pemilu sebagai manifestasi kedaulatan rakyat tersebut. Hasil pemilu oleh karenanya harus mampu menjunjung, menegakkan, dan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kebijakan penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Menurut rencana, Munas Alim Ulama dan Konbes NU, Rabu ini, akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jumat sore.
Ketua PBNU yang juga Wakil Ketua Panitia Munas Alim Ulama dan Konbes NU Aizzudin Abdurrahman mengatakan, munas dan konbes adalah amanat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PBNU yang harus dilaksanakan dua kali dalam masa kepengurusan yang terpilih dalam muktamar. Sebelumnya, tahun 2017, munas dan konbes NU digelar di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
“Munas alim ulama akan membicarakan permasalahan-permasalahan keagamaan yaang menyangkut kehidupan umat dan bangsa. Adapun konbes lebih kepada penataan organisasi secara internal,” katanya, Selasa (26/2/2019) di Banjar.
Problem-problem keumatan dan kebangsaan akan dirapatkan dalam komisi pembahasan alim ulama (bahtsul masail) yang dibagi menjadi tiga bidang, yakni bahtsul masail waqiiyah yang menyangkut tema-tema aktual, bahtsul masail maudluiyyah berkenaan dengan topik-topik tematik, dan bahtsul masail qanuniyyah yang membahas soal hukum dan perundang-undangan.
Anggota Komite Pengarah (Steering Committee) Munas Alima Ulama dan Konbes NU Robikin Emhas mengatakan, Sejumlah masalah penting yang diklasifikasi dalam bahtsul waqiiyah mencakup bahaya sampah plastik, niaga perkapalan, bisnis money game, dan sel punca; maudluiyyah membahas masalah kewarganegaraan dan hukum negara, konsep Islam Nusantara, dan politisasi agama; sedangkan qanuniyyah membahas soal rancangan undang-undang antimonopoli dan persaingan usaha, serta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Di bagian rekomendasi, NU tengah mengkaji agar Pemerintah mempertimbangkan kembali pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mengatasi defisit pasokan energi dalam jangka panjang,” kata Robikin.
Kedaulatan rakyat
Robikin menuturkan, pemilihan tema munas dilandasi oleh situasi menjelang pemilu. NU mengingatkan mandat sejati dari kekuasaan adalah kemaslahatan rakyat, kesejahteraan sebesar-besar rakyat Indonesia. Hal ini sejalan dengan mandat besar yang diemban oleh NU ketika didirikan, yakni peran dan tanggung jawab keagamaan, serta peran dan tanggung jawab kebangsaan.
“NU bukan hanya terpanggil untuk mengurus masalah-masalah keagamaan dan keislaman, tetapi juga masalah-masalah kebangsaan. Dalam kapasitas yang dimungkinkan, NU selalu berupaya membantu program-program pemerintah yang mendukung kesejahteraan rakyat,” katanya.
NU memastikan NKRI adalah kesepakatan final yang tidak boleh dirongrong siapa saja. Karena itu, siapa saja yang mengancam NKRI, berniat menggerogoti dan merobohkan NKRI, akan berhadapan dengan NU.
Islam Nusantara juga kembali menjadi topik yang akan dibahas, sebab selama ini banyak orang keliru memahami Islam Nusantara. Secara khusus pembahasan mengenai Islam Nusantara dan politisasi agama dibahas dalam topik-topik tematik.
Robikin mengatakan, melalui munas ini, NU memastikan NKRI adalah kesepakatan final yang tidak boleh dirongrong siapa saja. Karena itu, siapa saja yang mengancam NKRI, berniat menggerogoti dan merobohkan NKRI, akan berhadapan dengan NU.
Sementara itu, peserta munas mulai berdatangan sejak Senin sore di Ponpes Miftahul Huda Al Azhar. Sebagian dari peserta datang dari Jakarta menggunakan kereta api, dan ada pula yang datang menggunakan bus. Di kompleks pesantren, warga sekitar ikut meramaikan dengan mengadakan bazar dan pasar rakyat dengan menjajakan berbagai makanan, pernak-pernik cinderamata, hingga buku-buku agama.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj juga meresmikan NU Expo, kemarin, di Taman Kota Banjar, sebagai bagian dari upaya pelibatan masyarakat kecil dalam ekonomi kerakyatan. Kegiatan itu bagian dari rangkaian Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019.