JAKARTA, KOMPAS--Skema penentuan tarif tol Trans Jawa masih mungkin berubah dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Di sisi lain, pemerintah mendorong angkutan logistik memanfaatkan transportasi selain jalan tol.
Pemerintah bersama badan usaha jalan tol (BUJT) masih mendiskusikan skema penentuan tarif tol Trans Jawa. Kemungkinan yang dibahas antara lain penerapan tarif batas atas.
“BUJT telah memberikan diskon dan ternyata bisa berjalan. Tetapi, selain mekanisme diskon, sedang dikaji apakah masih ada alternatif lainnya. Hal ini perlu dieksplorasi lagi,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Selasa (26/2/2019), di Jakarta.
Menurut Basuki, evaluasi terhadap skema penentuan tarif tol Trans Jawa bukan semata-mata untuk menurunkan tarif. Hal itu terkait banyak hal lain, antara lain masukan dari pelaku ekonomi di jalur pantai utara. Pelaku ekonomi ini khawatir tak ada lagi kendaraan yang melalui jalur pantai utara jika tarif tol terlalu rendah.
Di sisi lain, lanjut Basuki, pemerintah berupaya meniadakan truk dengan muatan dan dimensi yang berlebih (over dimensio over load) di jalan raya dan jalan tol. Sejalan dengan itu, angkutan logistik diharapkan mulai beralih moda transportasi dari jalan raya ke angkutan kereta api dan kapal. Apalagi, saat ini sekitar 95 persen pengangkutan logistik di Jawa memanfaatkan jalan dan jalan tol.
Hal lain yang juga diperhitungkan adalah kebiasaan pengendara angkutan logistik yang bisa berhenti sewaktu-waktu di jalan untuk beristirahat, termasuk jika ban bocor. Hal semacam ini tidak mudah dilakukan angkutan logistik jika melintas di jalan tol.
“Sebetulnya yang kita dorong itu logistik pindah ke kereta api atau kapal. Evaluasi ini masih dilakukan karena kita belum punya data yang matang untuk lalu lintas kendaraan di tol Trans Jawa. Maka, BUJT sepakat memberikan diskon lebih dulu,” ujar Basuki.
Insentif
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Tol Indonesia (ATI) yang juga Presiden Direktur PT Marga Mandalasakti, Kris Ade Sudiyono, menyampaikan, BUJT serta pengusaha tol dan pemerintah sebenarnya telah memberikan tiga insentif penurunan tarif bagi angkutan logistik di tol Trans Jawa. Insentif itu adalah reklasifikasi golongan dari 5 golongan menjadi 3 golongan, tarif dasar Rp 1.000 per kilometer (km), dan diskon 15 persen untuk pengguna tol jarak terjauh.
Marga Mandalasakti memiliki konsesi jalan tol, antara lain Tangerang-Merak.
“Ketiga inisiatif ini memberi \'batas atas\' bagi pelaku logistik terutama yang menempuh jarak jauh di Trans Jawa. Kalau inisiatif ini kurang direspons pelaku logistik, saya khawatir tarif sebenarnya bukan faktor utama yang menjadi preferensi pelaku logistik,” kata Kris.
Menurut Kris, ada indikasi menambah muatan melebihi ketentuan sehingga kecepatan kendaraan menjadi sekitar 40 km per jam. Hal ini di bawah kecepatan minimal di jalan tol, yakni 60 km per jam. Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan penurunan tarif tol.
Kris melanjutkan, penyesuaian tarif tol setiap 2 tahun sekali merupakan mandat Undang-Undang untuk menjamin kepastian hukum di bisnis jalan tol. Sementara, penetapan tarif merupakan wewenang penuh Menteri PUPR.
Asosiasi sebatas memberi masukan untuk menjaga model bisnis kemitraan pemerintah dengan badan usaha agar tetap memiliki kepastian hukum dan kepastian berinvestasi. (NAD)