Suap Diduga Mengalir ke Sejumlah Pejabat Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jabar
Bupati Bekasi (nonaktif) Neneng Hasanah Yasin bersama empat pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi menjalani sidang perdana kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Rabu (27/2/2019). Dalam dakwaan disebutkan suap juga mengalir ke pejabat lain di Pemkab Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Bupati Bekasi (nonaktif) Neneng Hasanah Yasin bersama empat pejabat di Pemerintah Kabupaten Bekasi menjalani sidang perdana kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Rabu (27/2/2019). Dalam dakwaan disebutkan, suap juga mengalir ke pejabat lain di Pemkab Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Selain Neneng Hasanah, terdakwa lainnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jamaludin, Kepala Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu Dewi Tisnawati, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat Maju Banjarnahor, dan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi Nurlaili. Kelimanya didakwa menerima suap untuk mempermudah pengurusan izin kepada PT Lippo Cikarang Tbk melalui PT Mahkota Sentosa Utama yang mengurus perizinan proyek Meikarta.
Proyek Meikarta merupakan pembangunan kawasan komersial, meliputi apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hotel, perumahan, dan perkantoran di Desa Cibatu, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Pembangunan di total lahan 438 hektar itu dibagi menjadi tiga tahap.
Kelima terdakwa diduga menerima suap dengan jumlah uang berbeda. Neneng Hasanah menerima Rp 10,83 miliar dan 90.000 dollar Singapura, Jamaludin Rp 1,2 miliar, serta Dewi Rp 1 miliar dan 90.000 dollar Singapura. Sementara Sahat menerima Rp 952 juta dan Neneng Rahmi Rp 700 juta.
Dalam dakwaan disebutkan, uang diduga mengalir ke pejabat lain di Pemkab Bekasi, yaitu Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daryanto senilai Rp 500 juta, Kepala Bidang Bangunan Umum Dinas PUPR Tina Karini Rp 700 juta, Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah E Yusup Taupik Rp 500 juta.
Selain itu, aliran suap juga diduga mengarah ke Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa sejumlah Rp 1 miliar dan Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Bidang Penataan Ruang Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Jabar Yani Firman 90.000 dollar Singapura. Namun, dalam sidang dengan terdakwa Billy Sindoro, Senin (28/1), Iwa membantah menerima uang tersebut. Billy ditugaskan PT Lippo Cikarang untuk mengurus perizinan proyek Meikarta.
Kelima terdakwa diduga menerima suap dengan jumlah uang berbeda. Neneng Hasanah menerima Rp 10,83 miliar dan 90.000 dollar Singapura.
”Para terdakwa melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta menerima hadiah atau janji. Terdakwa menerima uang seluruhnya Rp 16,18 miliar dan 270.000 dollar Singapura,” ujar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Dody Sukmono saat membacakan surat dakwaan.
Diduga suap itu diberikan agar terdakwa Neneng Hasanah menandatangani izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) proyek Meikarta. Padahal, IPPT itu tidak melalui prosedur dan mekanisme yang berlaku.
Terdakwa Jamaludin diduga menerima suap agar menandatangani site plan dan block plan pembangunan proyek tersebut. Padahal, dasar pembuatannya menggunakan IPPT yang telah lewat masa berlakunya. Kemudian ditandatangani dengan dibuat tanggal mundur (back date).
Sementara terdakwa Dewi diduga menerima suap agar menandatangani dokumen izin mendirikan bangunan. Dasar pembuatannya juga menggunakan IPPT yang sudah tidak berlaku.
Terdakwa Sahat diduga menerima suap agar menandatangani rekomendasi pemasangan alat proteksi kebakaran. Sementara terdakwa Neneng Rahmi diduga menerima suap untuk membantu proses keluarnya rekomendasi site plan dan block plan.
Dalam dakwaan kesatu disebutkan, perbuatan terdakwa diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Dakwaan kedua ialah Pasal 12 huruf b dengan undang-undang yang sama. Ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Sementara dalam dakwaan ketiga, perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana menurut Pasal 11 pada undang-undang yang sama dengan dakwaan kesatu dan kedua. Ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun.
Setelah jaksa membacakan surat dakwaan, Ketua Majelis Hakim Tardi bertanya kepada Neneng Hasanah dan terdakwa lain mengenai hak mengajukan eksepsi.
”Apakah Bu Neneng akan mengajukan eksepsi?” tanya Tardi.
Neneng menjawab tidak. Jawaban serupa diutarakan keempat terdakwa lain. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Seusai persidangan, jaksa Dody mengatakan, pihaknya akan mengajukan puluhan saksi. Beberapa di antaranya merupakan sejumlah pejabat yang dalam dakwaan disebutkan turut menerima aliran suap.
”Mereka akan dihadirkan untuk mengonfirmasi aliran dana tersebut,” ujarnya.