JAKARTA, KOMPAS — Industri ban diandalkan untuk meningkatkan serapan karet di dalam negeri. Meski demikian, kapasitas produksi industri ban di Tanah Air masih perlu dioptimalkan.
Industri ban dalam negeri menyerap 460.000-550.000 ton karet. Jika kapasitas produksi dioptimalkan, karet yang diserap bisa bertambah.
”Kapasitas produksi industri ban kita bisa 88 juta unit, tetapi produksi baru sekitar 46 juta sampai 51 juta unit,” kata Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia Azis Pane ketika dihubungi, Selasa (26/2/2019).
Azis menambahkan, 15-17 persen produksi ban dalam negeri digunakan di pasar domestik. Sebanyak 12-13 persen untuk kelengkapan standar orisinal kendaraan, sedangkan selebihnya diekspor.
Kemampuan industri ban meningkatkan serapan karet juga tergantung pada kebijakan pemerintah. Penertiban impor ban dinilai berdampak bagus bagi industri ban di Indonesia.
”Biar saja ban-ban radial atau yang mahal itu karena punya pasar tersendiri. Akan tetapi, jangan sampai ada ban-ban yang seharusnya dilarang diimpor tetap bisa masuk hanya karena ukuran atau lapisannya dimanipulasi,” kata Azis.
Menurut dia, selama ini ban impor untuk sepeda motor banyak yang berasal dari Vietnam, Thailand, dan China. Adapun ban impor untuk mobil kebanyakan dari China dan India.
”Indonesia penghasil karet alam nomor dua dunia. Di samping mengawasi barang-barang karet yang diimpor, termasuk ban, kita juga harus mengembangkan industri dalam negeri. Industri yang belum berkembang adalah industri ban vulkanisir,” kata Azis.
Kita juga harus mengembangkan industri dalam negeri.
Dibatasi
Kementerian Perdagangan memperkuat pembatasan impor ban dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Ban. Setelah larangan dan pembatasan impor dikembalikan ke kawasan kepabeanan, impor hanya bisa diproses melalui pusat logistik berikat.
Dihubungi dari Jakarta, Selasa, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyampaikan, peraturan menteri perdagangan (permendag) yang berlaku mulai 1 Maret 2019 itu untuk menjadikan ban dalam negeri sebagai prioritas bagi pengusaha.
”Bagi pengusaha pemegang API-U (angka pengenal importir umum), yaitu pedagang ban, pengecekan persetujuan impor oleh surveyor harus lewat PLB (pusat logistik berikat). Buat pemegang API-produsen, yaitu yang memakai sendiri untuk usaha lain, pengecekan harus dilakukan lewat PLB atau di negara asal barang impor,” kata Oke.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo berharap, kesepakatan Thailand, Indonesia, dan Malaysia mengurangi ekspor karet alam akan meningkatkan harga karet di pasar internasional. Ia menambahkan, sejak ada pembicaraan mengenai kesepakatan pembatasan ekspor karet itu, harga karet cenderung naik dari 1,35 dollar AS per kilogram (kg) menjadi 1,40 dollar AS per kg.
”Harga kadang-kadang terkoreksi. Namun, diharapkan ada peningkatan harga,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hengki Angkasawan menyampaikan, peran karet sangat penting di sektor transportasi. Selain untuk ban kendaraan bermotor, 245 ton karet dibutuhkan untuk bantalan rel kereta api per tahun.
Kementerian Perhubungan juga akan memaksimalkan penggunaan aspal karet di pelabuhan. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)