65 Peneliti Minta Presiden Berhentikan Kepala LIPI
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 65 profesor riset dan peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Laksana Tri Handoko dari jabatannya sebagai Kepala LIPI. Sebelumnya mereka telah mengeluarkan surat pernyataan mosi tidak percaya atas kepemimpinan Handoko.
Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik dan Kekerasan Politik LIPI, Hermawan Sulistyo, dalam konferensi pers di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis (28/2/2019), mengatakan, kemampuan teknis pengetahuan yang ada di LIPI mulai merosot. “Ke depan LIPI hanya menjadi obyek untuk bisnis,” kata Hermawan.
Ia menyayangkan keputusan Handoko yang mengubah Kebun Raya Bogor hanya menjadi tempat wisata. Selain itu, beberapa ruangan di LIPI disewakan untuk kepentingan bisnis.
Hermawan membacakan surat pernyataan mosi tidak percaya profesor riset dan peneliti utama LIPI atas kepemimpinan Handoko. Surat tesebut menyatakan, kepemimpinan Handoko dianggap otoriter, tidak transparan, tidak kolegial, tidak partisipatif, tidak humanis, dan tidak inklusif.
Pola kepemimpinan seperti itu akan berdampak pada instabilitas pemerintahan jelang Pemilu 2019, rusaknya sistem dan tata kelola internal LIPI, serta merosotnya pelayanan publik LIPI sebagai lembaga pembina peneliti di tingkat nasional.
Selain itu, reputasi LIPI sebagai pemegang otoritas keilmuan pada tingkat nasional, regional, dan global akan hancur. Mereka juga berpandangan, demotivasi dan demoralisasi sivitas LIPI akan terjadi sebagai akibat kebijakan reorganisasi yang tidak visioner.
Atas pertimbangan tersebut, mereka tidak percaya lagi dengan kepemimpinan Handoko sebagai LIPI dan meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Handoko dari jabatannya.
Alasan mereka mengeluarkan mosi tidak percaya adalah ketika Handoko mengingkari kesepakatan moratorium reorganisasi dan redistribusi yang telah ditandatangani pada 8 Februari 2019. Ia juga dipandang tidak menjalankan himbauan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syafrudin, Ketua DPR Bambang Soesatyo, serta perwakilan Komisi VII DPR RI.
Kepala LIPI dipandang tidak menepati janji untuk menghentikan reorganisasi dan redistribusi sesuai dengan kesepakatan yang telah diambil oleh kedua belah pihak.
Mantan Deputi Ilmu Kebumian dan Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Jan Sopaheluwakan, menganggap Handoko hanya mematuhi legal formal, tetapi tidak peduli dengan hati nurani. Ia menganggap pelanggaran yang dilakukan Handoko dengan mengingkari kesepakatan adalah perbuatan bohong. Perbuatan tersebut telah melanggar nilai-nilai yang dipegang oleh peneliti.
Lembaga akademis
Saat dikonfirmasi berkait hal ini, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko menyatakan, LIPI adalah lembaga akademis yang menjunjung tinggi kebebasan akademis berlandaskan pada etika ilmiah. Di lain sisi, LIPI juga lembaga eksekutif pemerintahan yang mengacu pada regulasi dan etika Aparatur Sipil Negara (ASN) bagi sivitasnya.
“Dalam konteks diatas, gerakan dan manuver dari sebagian kecil peneliti senior dan pensiunan peneliti LIPI tidak sepatutnya dilakukan,” kata Handoko.
Ia menambahkan, saat ini tim penyelaras lintas kementerian untuk melihat pelaksanaan reorganisasi di LIPI sedang bekerja sehingga sebaiknya seluruh pihak menunggu hasil kerja tim yang dibentuk oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.