JAKARTA, KOMPAS — Bencana alam di Indonesia membawa dampak yang cukup nyata bagi pariwisata. Contohnya, ketika terjadi erupsi Gunung Agung, target wisatawan tidak tercapai karena banyak di antara mereka yang membatalkan rencana berwisata ke Indonesia.
Bencana alam juga berdampak terhadap usaha kepariwisataan karena banyak fasilitas yang rusak akibat bencana.
”Setiap kali bencana, pasti akan menimbulkan kerugian. Namun, masih banyak masyarakat yang belum membagi kerugian itu kepada perusahaan asuransi sehingga mereka harus menanggung sendiri kerugian mereka,” kata Head of Travel Insurance and Media Communication Division PT ACA Asuransi Sugiarto Grahihah dalam diskusi dan sosialisasi mitigasi bencana bertema ”Be Aware, Be Prepare Before Traveling” yang digelar Manajemen Krisis Kepariwisataan Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata bersama Forum Wartawan Pariwisata di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Sugiarto menambahkan, pada bencana gempa bumi di Lombok, kerugian Rp 4,7 triliun. Sementara klaim asuransi yang diajukan hanya Rp 1,2 triliun. Pada bencana gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Palu dan Donggala, kerugian mencapai Rp 10 triliun, tetapi klaim yang diajukan hanya Rp 2 triliun. Sementara, untuk bencana erupsi Gunung Anak Krakatau dan tsunami di Selat Sunda, jumlah kerugian mencapai Rp 19 triliun, sedangkan klaim Rp 15,9 triliun.
”Masih lebih rendahnya klaim asuransi yang dibayarkan dibandingkan jumlah kerugian menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum melek asuransi,” kata Sugiarto.
Kondisi ini sesuai dengan data yang ada bahwa tingkat literasi asuransi masyarakat masih rendah. ”Pada 2013, tingkat literasi 17 persen. Namun tahun 2017 tingkat literasi menjadi 12 persen. Justru terjadi penurunan. Artinya kita masih harus kerja ekstrakeras untuk membuat masyarakat melek asuransi,” ujarnya.
Managing Director PT Banten West Java pengelola Tanjung Lesung, Fachrully R Lahasido mengatakan, Tanjung Resort Beach Resort mengalami kerusakan yang cukup parah akibat tsunami. ”Namun karena kami ikut asuransi, semua kerugian ditanggung sehingga hanya dalam tempo tiga bulan, kami bisa beroperasi kembali,” kata Fachrully.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, dampak bencana terhadap pariwisata tidak akan bertahan lama apabila diberitakan dengan benar. Misalnya, status Awas pada gempa bumi atau erupsi, harus dijelaskan bahwa dengan status itu, maka yang harus waspada adalah masyarakat yang tinggal di radius 5 kilometer.
”Jika hanya ditulis Awas tanpa ada penjelasan lebih lanjut, turis akan khawatir dan membatalkan perjalanannya,” ujar Arief.