HB Assayid Bahar bin Smith (36) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Bahar didakwa pasal berlapis atas perbuatannya yang diduga merampas kemerdekaan orang lain, menganiaya, dan tindakan kekerasan terhadap anak.
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – HB Assayid Bahar bin Smith (36) menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/2/2019). Bahar didakwa pasal berlapis atas perbuatannya yang diduga merampas kemerdekaan orang lain, menganiaya, dan tindakan kekerasan terhadap anak.
Bahar didakwa dengan tiga dakwaan. Dakwaan primer pertama Pasal 333 ayat 2 juncto Pasal 55 KUHP subsider Pasal 333 ayat 1 mengenai perampasan kemerdekaan. Dakwaan primer kedua Pasal 170 ayat 2 ke-2 KUHP, subsider Pasal 170 ayat 2 ke-1 tentang tindakan kekerasan, lebih subsider Pasal 351 ayat 2, lebih subsider lagi Pasal 351 ayat 1 terkait penganiayan.
Sementara dakwaan primer ketiga Pasal 80 ayat 2 juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Bahar terancam hukuman penjara paling lama sembilan tahun.
Bahar yang mengenakan baju berwarna putih cukup tenang selama persidangan. Dia lebih sering menunduk sambil membaca surat dakwaannya. Sesekali, dia menoleh ke jaksa penuntut umum yang berada di sebelah kirinya.
Bahar didampingi belasan penasihat hukum. Sejumlah pendukungnya juga hadir di ruang sidang. Sementara ratusan pendukung lainnya memadati Jalan RE Martadinata di depan Pengadilan Negeri Bandung.
Jaksa mendakwa Bahar melakukan kekerasan terhadap Cahya Abdul Jabar (18) dan MKU (17) pada Desember 2018. Perbuatan itu dilakukannya bersama Agil Yahya (30) dan Muhamad Abdul Basit Iskandar (30) di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Kabupaten Bogor, Jabar.
Dalam surat dakwaan disebutkan tindakan kekerasan itu bermula saat Cahya dan MKU berada di Bali pada November 2018. Di sana, dalam sebuah acara, Cahya disuruh MKU mengaku sebagai Bahar bin Smith.
Mengetahui hal itu, Bahar meminta Basit mencari alamat rumah Cahya. Pada 1 Desember 2019, Basit bersama Agil dan beberapa rekannya mendatangi rumah Cahya di Desa Tapos, Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Cahya kemudian dibawa ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin untuk bertemu Bahar.
Setelah sampai di Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Cahya langsung diinterogasi Bahar. Cahya mengakui telah mengaku sebagai Bahar bin Smith di Bali karena disuruh MKU. Bahar diduga melakukan tindakan kekerasan kepada Cahya, di antaranya dengan memukul, menendang, dan membanting. Bahar lantas memerintahkan Basit dan beberapa rekannya untuk mencari dan membawa MKU.
Bahar diduga melakukan tindakan kekerasan kepada Cahya, di antaranya memukul, menendang, dan membanting
Setelah mendatangi rumah MKU di Desa Babakan, Bogor, Basit membawanya ke Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin. Di sana, Bahar bersama beberapa santri diduga ikut menganiaya MKU.
“Atas perintah Bahar, rambut kedua saksi korban dipangkas hingga botak oleh salah satu santri,” ujar jaksa Bambang Hartoto, saat membacakan surat dakwaan. Sekitar pukul 22.00, keduanya baru diperbolehkan pulang.
Akibat kejadian itu, saksi korban mengalami luka pada beberapa anggota tubuh, seperti kelopak mata, telinga, pipi kanan, dan kepala sisi kanan. Hal itu diketahui berdasarkan hasil visum.
Usai jaksa penuntut umum membacakan dakwaan, Ketua Majelis Hakim Edison M menanyakan kepada terdakwa terkait haknya mengajukan eksepsi. Bahar kemudian berkonsultasi kepada penasihat hukumnya dan memutuskan untuk mengajukan eksepsi.
“Sidang selanjutnya digelar pekan depan. Namun, karena Kamis depan (7/3) hari libur, maka jadwal sidang dimajukan menjadi Rabu (6/3),” ujar Edison.
Sidang selanjutnya tidak akan digelar di Pengadilan Negeri Bandung, melainkan di gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung di Jalan Seram. Perpindahan lokasi sidang ini disetujui jaksa dan penasihat hukum terdakwa.
“Sidang dipindahkan karena sidang yang lain harus tetap berjalan sehingga sidang kasus ini tidak mengganggu sidang lainnya,” ujarnya.