Selama ini, sebagian besar masyarakat menjadikan sungai sebagai belakang rumahnya. Stigma itu dipatahkan dengan semangat baru penataan Sungai Cisadane di Kota Tangerang. Ini menjadi kado manis bagi warga setempat ataupun bagi masyarakat luas tepat di Hari Ulang Tahun Ke-26 Kota Tangerang pada Kamis (28/2/2019) ini.
Suatu sore pekan lalu, sejumlah warga jalan-jalan di sepanjang tepi Cisadane di Gerendeng, Karawaci, Kota Tangerang, Banten. Saat gelap datang, cahaya lampu saling bersaing menerangi Jembatan Berendeng. Selain itu, sebuah jembatan tua bertuliskan ”Tangerang” pun tak luput dari serbuan sinar.
”Dari dulu, warga Gerendeng dan seberang (Benteng Makassar) tidak pernah menyatu. Dengan adanya Jembatan Berendeng yang berarti mepet atau nyambung, kami bisa menyatu,” kata Yunus Muchtar (70), tokoh masyarakat Gerendeng, Kamis (21/2/2019) lalu.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, penataan Cisadane bagian dari inovasi membangun kota. Apalagi, kota yang disebut ”Kota Seribu Industri” karena banyaknya kawasan industri di sana itu juga sebagai pintu gerbang Indonesia karena Bandara Internasional Soekarno-Hatta ada di sana.
Cisadane mengalir sepanjang sekitar 126 kilometer dari hulu di Gunung Pangrango dan Salak ke hilir di Tanjung Burung, Kabupaten Tangerang.
”Sejak abad ke-16, Cisadane ini menjadi jalur transportasi untuk perdagangan. Komoditas pasir, balok, kerikil, garam, dan produk pertanian warga Tangerang dijual ke Jakarta melalui Cisadane,” kata budayawan Udaya Halim, Jumat (22/2/2019).
Sampai tahun 1990-an, sungai ini masih menjadi akses perdagangan dan pengiriman bambu dari Bogor ke Tangerang. Hingga kini, Cisadane masih menjadi sumber kehidupan warga Tangerang, termasuk para nelayan. Airnya menjadi bahan baku air bersih PDAM Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan.
Festival budaya
Cisadane selalu berdenyut setiap tahun dengan perayaan Peh Cun setiap tanggal 5 bulan kelima penanggalan Imlek. Setiap tahun juga ada Festival Cisadane. Dalam festival ini, warga dan kota menampilkan beragam kreativitas budaya daerah yang merefleksikan kekhasan lokal serta keberagaman budaya.
Menelusuri bantaran Cisadane, mulai dari Cikokol hingga ke arah hilir, banyak ditemukan taman dan pusat jajan. Taman Gajah Tunggal hanyalah salah satunya. Ada Kampung Bekelir di Jalan Perintis Kemerdekaan yang dulu kumuh dan kini bersih berwarna. Ada juga Flying River Deck di Jalan Kalipasir Indah.
Semakin ke bawah, temukan Cisadane Walk di Jalan Benteng Makassar. Di tempat ini, tulisan ”Cisadane” terpajang, cocok buat swafoto.
”Sekarang bentengnya sudah tertutup air sungai. Pernah sekitar tahun 1980-an, ketika Pintu Air Sepuluh diperbaiki, air Cisadane mengering. Puing-puing benteng terlihat jelas,” kata Yunus Muchtar.
Tak hanya di tempat itu, pemerintah setempat membangun Taman Jajan Teras Cisadane di Gerendeng. Salah satu kuliner khas di Taman Jajan Teras Cisadane adalah sate manis khas Gerendeng racikan Yunus yang bisa disantap dengan ketan atau nasi.
Kini, warga kota tetangga pun mulai banyak mengunjungi Cisadane rasa baru ini. Jadi ingat Clarke Quay di Singapura. Semua pun berharap, penataan, pembangunan, dan perawatan Cisadane bisa terus berlanjut. Selamat hari jadi, Kota Tangerang!