JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia memberi sinyal suku bunga acuan ke depan akan turun. Langkah menurunkan suku bunga akan ditempuh jika stabilitas ekonomi domestik yang tercermin dalam nilai tukar rupiah dan arus modal masuk, terjaga.
“Suku bunga yang agak tinggi ini jangka pendek. Ke depan arah suku bunga akan lebih turun kalau stabilitas kita jaga,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam sesi panel Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019 di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Pada 2018, BI menaikkan suku bunga acuan sebanyak enam kali sebesar 175 basis poin (bps) menjadi 6 persen. BI mempertahankan suku bunga acuan itu dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 20-21 Februari.
Perry menyatakan, suku bunga acuan BI saat ini hampir mencapai puncak atau tidak akan seagresif tahun lalu. Kondisi tersebut diperkuat oleh sinyal dovish Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang melonggarkan kebijakan moneter tahun ini. Bank Sentral AS diperkirakan hanya menaikkan suku bunga acuan satu kali dari semula 2-3 kali.
Suku bunga yang agak tinggi ini jangka pendek. Ke depan arah suku bunga akan lebih turun kalau stabilitas kita jaga.
Stabilitas ekonomi akan dijaga dengan kecukupan likuiditas di pasar keuangan. Tahun lalu, misalnya, BI berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menambah likuiditas melalui peningkatan porsi surat berharga negara (SBN) asing. Tujuannya agar arus modal asing kembali masuk sehingga nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat.
Terkait nilai tukar rupiah, Perry memperkirakan, tahun ini akan lebih stabil bahkan cenderung menguat dibandingkan 2018. Faktor yang memengaruhi adalah sinyak dovish The Fed, peluang masuknya arus modal asing, fundamental ekonomi domestik yang cukup kuat, serta diversifikasi instrumen untuk memenuhi kebutuhan valas.
“Dari faktor fundamental ekonomi, tahun ini inflasi akan diupayakan lebih rendah dari 3,5 persen dan defisit transaksi berjalan 2,5 persen produk domestik bruto,” kata Perry.
BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini dalam rentang 5,0-5,4 persen dengan titik tengah 5,2 persen. Perekonomian akan ditopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,2 persen, investasi 6,7 persen, dan selisih ekspor-impor yang lebih kecil dibandingkan tahun 2018. Kebijakan tetap diarahkan pada stabilitas dibandingkan akselerasi pertumbuhan.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Presiden Jusuf Kalla saat sesi pembukaan acara, juga menyinggung perihal penurunan suku bunga, terutama suku bunga perbankan. Tingginya suku bunga akan berimbas ke peningkatan bunga imbal hasil surat utang negera. “Suku bunga jangan lebih tinggi dari (suku bunga) pinjaman di Thailand dan Filipina,” katanya.
Situasi aman
Jusuf Kalla menambahkan, situasi ekonomi Indonesia di tahun politik ini akan stabil dan kondusif. Pemerintah akan tetap fokus mengejar target-target yang sudah direncanakan. Untuk itu, investor tidak perlu khawatir menanamkan modalnya di dalam negeri karena berbagai fasilitas dan insentif sudah disiapkan dan dievaluasi secara berkala.
Investasi dan pengembangan ekonomi sektor riil tetap menjadi prioritas kendati ekonomi digital mulai digarap. Akselerasi pertumbuhan ekonomi akan terjadi jika sektor riil ikut bergeliat.
“Tanpa investasi fisik dan ekonomi riil akan mati ekonomi digital. Kalau semua otomasi dan robotik siapa konsumennya?” ujar Kalla.
Terkait penerbitan SBN, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, porsi SBN rupiah dan valuta asing (valas) akan disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan dan regulasi. Pemerintah juga mempertimbangkan biaya peluang dan risiko perkembangan ekonomi global.
"Selain membiayai defisit anggaran, SBN diterbitkan untuk menarik arus modal asing masuk," kata dia.
Pembiayaan utang dalam APBN 2019 sebesar Rp 359,3 triliun atau lebih rendah dari realisasi APBN 2018 sebesar Rp 366,7 triliun. Pada 2017, realisasi pembiayaan utang mencapai Rp 429,1 triliun.
Situasi ekonomi Indonesia di tahun politik ini akan stabil dan kondusif. Pemerintah akan tetap fokus mengejar target-target yang sudah direncanakan.
Kebutuhan pembiayaan utang tahun ini akan dipenuhi melalui lelang SBN dan surat berharga syariah negara (SBSN), masing-masing 24 kali. Dalam APBN 2019, target penerbitan SBN bruto sebesar Rp 825,7 triliun, sedangkan SBN neto sebesar Rp 388,96 triliun.