Nahdlatul Ulama: Pertahankan Trilogi Persaudaraan
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengajak semua komponen bangsa menjaga dan mempertahankan tiga jenis persaudaraan dalam momentum apa pun, termasuk dalam kontestasi politik. Tiga jenis atau trilogi persaudaraan itu selama ini terbukti mampu menjaga Indonesia yang beragam.
Trilogi persaudaraan tersebut adalah ukhuwah wathoniyah (persaudaraan dalam kebangsaan), ukhuwah islamiah (persaudaraan dalam Islam), dan ukhuwah insaniyah atau basyariyah (persaudaraan dalam kemanusiaan).
Ajakan itu disampaikan Presiden saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama 2019 di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2/2019). Presiden hadir dengan mengenakan jas hitam, sarung, dan selop. Pengasuh Ponpes Miftahul Huda Al Azhar, KH Munawir, menyambut Presiden dengan mengalungkan serban berwarna putih.
Hadir pula dalam acara ini Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Muhaimin Iskandar, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga calon wakil presiden, KH Ma’ruf Amin, turut hadir dalam acara ini.
Presiden mengapresiasi tema munas dan konbes NU kali ini, yaitu ”Memperkuat Ukhuwah Wathoniyah untuk Kedaulatan Rakyat”. ”Tema ini menegaskan komitmen NU untuk menguatkan ukhuwah (persaudaraan) kita,” katanya.
Kedaulatan rakyat
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, pemilihan tema munas dan konbes dilandasi oleh situasi saat ini menjelang Pemilu 2019. NU mengingatkan, hasil pemilu harus mampu menjunjung, menegakkan, dan mewujudkan kedaulatan rakyat. Mandat sejati dari kekuasaan adalah kemaslahatan rakyat.
”Pilpres, pileg, dan pilkada tidak boleh berhenti sebagai ajang suksesi kekuasaan, tetapi menjadi momentum untuk terus menegakkan kedaulatan rakyat,” kata Said Aqil.
Terkait dengan seruan menjaga persaudaraan, NU mendukung komitmen Al Azhar dan Vatikan yang dituangkan dalam Human Fraternity Document atau Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan. Dokumen itu ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb pada 4 Februari 2019 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Dalam pandangan NU, Human Fraternity Document merupakan bagian dari konsep persaudaraan yang selama ini diperjuangkan NU melalui persaudaraan kebangsaan, keislaman, dan kemanusiaan. ”Konsepsi persaudaraan itu berkontribusi bagi upaya menghentikan permusuhan, menerima negara bangsa, menerima konstitusi, dan mewujudkan perdamaian dunia,” ujar Said Aqil.
Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini mengatakan, Islam Nusantara sebagai salah satu bahasan dalam munas dan konbes NU merupakan implementasi dari sikap NU yang memandang Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam Nusantara bukan mazhab baru, melainkan cara berpikir keislaman yang tidak mempertentangkan diri dengan budaya, kearifan lokal, dan kebangsaan.
Presiden mengatakan, NU telah banyak berkontribusi dalam merawat kemerdekaan dan menjaga persatuan Indonesia. ”NU selalu jadi yang terdepan untuk mencegah siapa pun yang ingin mengganti dasar negara kita, Pancasila. Karena bagi NU, Pancasila adalah solusi kebangsaan yang telah jadi konsensus bersama,” kata Presiden.
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga menceritakan pertemuannya dengan Rula Ghani, istri Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Ibu negara Afghanistan itu berpesan agar Indonesia hati-hati dalam mengelola perbedaan dan kemajemukannya. Pasalnya, dengan 714 suku bangsa, persoalan sekecil apa pun riskan menimbulkan konflik. Afghanistan yang kini memiliki tujuh suku harus mengalami perang yang berkepanjangan.
”Beliau (Rula Ghani) berpesan, hati-hati Presiden Jokowi, Indonesia negara besar, jangan sampai ada konflik sekecil apa pun. Kalau ada konflik, cepat selesaikan, cepat atasi. Ukhuwah adalah hal yang penting, baik ukhuwah islamiah, ukhuwah wathoniyah, maupun ukhuwah insaniyah,” papar Presiden.
Perubahan
Jokowi mengatakan, pemerintah berkomitmen menyiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0.
”Kita optimistis SDM Indonesia mampu berkompetisi. Tahun ini segera dibangun 1.000 BLK (balai latihan kerja). Saya sudah perintahkan Menaker dan tahun depan minimal 3.000 BLK,” katanya.
Revolusi Industri 4.0 yang bertumpu pada penggunaan teknologi informasi berbasis internet, kecerdasan buatan, dan big data ini juga jadi perhatian NU. Menurut Mckinsey Global Institute, Revolusi Industri 4.0 akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena diambil alih oleh robot dan mesin. ”Khusus di Indonesia akan ada sekitar 3,7 juta lapangan kerja baru yang terbentuk. Namun, ada sekitar 52,6 juta lapangan kerja yang berpotensi hilang,” ucap Said Aqil.
Dalam acara yang akan berlangsung hingga 1 Maret mendatang ini, NU juga memberikan perhatian pada persoalan lingkungan, terutama penumpukan sampah plastik. Setiap hari, Indonesia menghasilkan sekitar 130.000 ton sampah plastik. Dari jumlah itu, hanya setengahnya yang dibuang dan dikelola di tempat pembuangan akhir sampah.