JAKARTA, KOMPAS — Pendapatan industri asuransi jiwa di Indonesia 2018 melambat 19,4 persen. Pasar keuangan dan perekonomian dalam negeri yang membaik pada tahun ini diharapkan bisa mendorong perbaikan kinerja industri asuransi jiwa.
Tahun lalu, pendapatan industri asuransi jiwa Rp 204,89 triliun. Perolehan ini merosot 19,4 persen dibandingkan dengan 2017 yang sebesar Rp 254,22 triliun.
Penurunan pendapatan itu akibat hasil investasi industri asuransi yang anjlok 84,5 persen, dari Rp 50,45 triliun pada 2017 menjadi Rp 7,83 triliun pada 2018. Total pendapatan premi juga turun 5 persen dari Rp 195,72 triliun pada 2017 menjadi Rp 185,88 triliun pada 2018.
”Kondisi pasar memang belum sebaik sebelumnya meskipun setiap triwulan hasil investasi naik. Seperti dibandingkan triwulan III-2018, hasil investasi triwulan IV-2018 naik tinggi, yakni 509,8 persen. Itu karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sehingga hasil investasi membaik,” kata Ketua Bersama Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Maryoso Sumaryono dalam paparan kinerja AAJI di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Kinerja industri asuransi jiwa melambat karena dipengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri dan global, antara lain perang dagang Amerika Serikat dengan China. Sebagian besar dana asuransi ditempatkan di pasar saham.
Maryoso menambahkan, portofolio dana asuransi sudah mulai bergeser dari reksa dana ke surat berharga negara (SBN) atau infrastruktur. Saat ini, dana asuransi ditempatkan di beberapa instrumen, antara lain reksa dana (33,8 persen), saham (32,9 persen), SBN (14,4 persen), dan deposito (8,6 persen).
Penempatan di SBN meningkat karena Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56 Tahun 2017 mewajibkan industri asuransi jiwa menempatkan 30 persen dana investasi pada SBN.
Tahun ini, Maryoso yakin kinerja pasar saham akan membaik. Hal ini, antara lain, terlihat dari IHSG yang terus meningkat sejak awal tahun.
Pada Rabu (27/2/2019), IHSG ditutup pada posisi 6.525,683. Sejak awal tahun, IHSG menguat 5,35 persen.
”Kami optimistis IHSG akan naik dan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik. Minat dan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi jiwa juga akan meningkat sehingga kami optimistis pertumbuhan industri asuransi jiwa akan membaik,” ujarnya.
Optimisme serupa juga muncul terkait pendapatan premi. Tahun ini, AAJI memproyeksikan pendapatan premi akan tumbuh 10-20 persen.
Kami optimistis pertumbuhan industri asuransi jiwa akan membaik.
Jangka panjang
Dalam kesempatan itu, Kepala Departemen Investasi AAJI Iwan Pasila mengatakan, total klaim dan manfaat melambat 1,1 persen menjadi Rp 119,74 triliun pada 2018.
Menurut Iwan, dari sisi pelaku industri asuransi jiwa, pelambatan itu memperlihatkan sinyal positif karena pemegang polis tidak terburu-buru untuk menutup polis kendati kondisi pasar saham kurang baik. Hal ini menunjukkan pemahaman bahwa asuransi jiwa bersifat jangka panjang semakin meningkat. Sementara sebagian besar masyarakat membeli produk asuransi karena ingin berinvestasi.
Kepala Departemen Kerja Sama dan Hubungan Internasional AAJI Nelly Husnayati menuturkan, penetrasi asuransi jiwa—yang dilihat dari jumlah tertanggung perorangan terhadap jumlah penduduk—sebesar 6,7 persen.
Adapun total tertanggung per akhir 2018 turun 17,8 persen menjadi 53.860.282 orang. Selama 2016 sampai akhir 2018, jumlah total tertanggung rata-rata turun 3 persen. Adapun jumlah tertanggung perorangan masih meningkat rata-rata 0,3 persen.