PRINGSEWU, KOMPAS – Pemerintah daerah diminta memperkuat satuan tugas perlindungan anak. Keberadaan satgas ini dinilai dapat membantu mengungkap kasus dan mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak.
Hal itu dikatakan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi disela-sela kunjungannya ke Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (28/2/2019). Seto sengaja datang ke Lampung untuk bertemu AG (18), remaja putri, korban kekerasan seksual oleh ayah dan dua saudara kadungnya.
“Kekerasan seksual terhadap anak ibarat fenomena gunung es. Di daerah lain, masih banyak kasus serupa yang belum terungkap. Untuk itu, pemerintah daerah harus terus memperkuat satuan tugas perlindungan anak,” kata Seto.
Selama ini, perlindungan anak dianggap hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan polisi. Masyarakat masih menganggap hal itu adalah wilayah domestik dan menjadi urusan pribadi. Akibatnya, banyak kasus kekerasan seksual tidak dilaporkan.
Satuan tugas perlindungan anak di daerah diharapkan bisa berperan untuk mencegah kasus serupa terulang. Satgas dalam melakukan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi. Larangan praktik kekerasan seksual pada anak dan perempuan juga dapat dilakukan dengan lebih baik.
Kekerasan seksual yang dialami AG menjadi tanda bahwa ancaman kekerasan seksual pada anak justru berasal dari lingkungan sekitar. Orang-orang terdekatnya, seperti ayah dan saudara kandung korban yang berperan sebagai pelindung justru menjadi pelaku kekerasan seksual. Karena itu, diperlukan peran warga dan tokoh masyarakat untuk mencegah berulangnya kasus tersebut.
Ancaman kekerasan seksual pada anak justru berasal dari lingkungan sekitar.
Rehabilitasi
Terkait korban, saat ini kondisinya sudah mulai membaik. Selain sudah bisa berkomunikasi, korban juga sudah bisa tersenyum dan bernyanyi. Korban kini diasuh oleh bibi dan pamannya dan masih dalam pendampingan tim psikolog.
Seto mengatakan LPAI siap membantu memfasilitasi rehabilitasi untuk AG. Selain itu, AG juga perlu mendapat pendidikan non formal. Pendidikan diberikan agar korban yang mengalami keterbelakangan mental tetap dapat mewujudkan impiannya.
Seto menambahkan, para pelaku juga perlu direhabilitasi secara intens. Jika pelaku merasa tidak mampu mengendalikan hasrat seksualnya, mereka dapat dikebiri secara kimiawi. Pasalnya, pelaku berpotensi melakukan kejahatan serupa di kemudian hari.
Seto menambahkan, polisi juga harus menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut. Pasalnya, dikhawatirkan korban tidak hanya satu orang.
Pekan lalu, aparat Kepolisian Resor Tanggamus mengungkap kasus kekerasan seksual inses terhadap AG. Ketiga pelaku yakni JM (45), ayah kandung korban, serta SA (24) dan YF (16), saudara laki-laki korban ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Dari hasil penyelidikan, pelaku diketahui telah melakukan tindak kekerasan seksual itu selama setahun terakhir.
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak Nahar juga berkunjung ke Pringsewu untuk menemui AG. Dalam kesempatan itu, Nahar menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa yang menimpa AG.
Dalam diskusi bersama korban sekitar satu jam, Nahar juga mengapresiasi masyarakat dan anggota satgas perlindungan anak di Pringsewu yang berani melapor pada polisi. Ini menunjukkan kepedulian masyarakat pada kasus kekerasan seksual semakin baik.
Dari hasil pemantauan di lapangan, selama ini, keluarga korban cenderung tertutup dengan warga sekitarnya. Keluarga itu mendapat pantauan tim satgas yang akhirnya mengungkap kasus kekerasan seksual inses tersebut.
Wakil Bupati Pringsewu Fauzi menyatakan, pemkab memastikan korban akan mendapat pendidikan yang layak. Fauzi yang juga Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Pringsewu juga telah menugaskan psikolog untuk memantau perkembangan mental korban.