JAKARTA, KOMPAS Pencemaran logam berat di Teluk Jakarta, DKI Jakarta, berpotensi menghantam perekonomian warga pesisir. Larangan mengonsumsi biota laut yang tercemar tidak menyentuh akar persoalan. Penerapan peraturan tata kelola limbah yang tegas dari hulu ke hilir diperlukan.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia Rokhmin Dahuri, dihubungi dari Jakarta, Rabu (27/2/2019), mengatakan, pemerintah tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang reaktif. Kebijakan reaktif itu misalnya melarang masyarakat mengonsumsi biota laut yang ditangkap nelayan di Teluk Jakarta.
”Pemerintah harus bijak agar penanganan pencemaran tidak melahirkan persoalan baru. Jangan sampai, nantinya kebijakan yang diambil justru melahirkan pengangguran baru dan memperparah kemiskinan,” kata Rokhmin.
Penanganan limbah secara menyeluruh ini juga diutarakan oleh Direktur Utama Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Jakarta (PD PAL Jaya) Subekti. Subekti menegaskan, tanpa adanya infrastruktur saluran dan pengolahan limbah, bahkan proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul laut hanya akan menjadi penampungan air limbah raksasa. Hal ini karena tanggul justru akan menghalangi aliran air limbah yang bermuara ke Teluk Jakarta.
"Maka kami sebenarnya mengusulkan pembangunan NCICD harus jadi satu bagian dengan pembangunan saluran dan pengolahan air limbah,” kata Subekti di kantornya di Jakarta, kemarin
Saat ini, pencemaran air, baik air tanah maupun air sungai di Jakarta sangat parah. Diperkirakan ada 2 juta septic tank di DKI, tetapi sekitar 80 persennya berupa septic tank tak layak atau rembes. Sebagian lainnya justru tak mempunyai septic tank. Sebagian air sungai dan air tanah Jakarta sudah tercemar bakteri koli di atas baku mutu. Selain itu, cemaran logam berat di muara di Teluk Jakarta juga mengendap di kerang hijau yang membuat biota itu berbahaya untuk dikonsumsi.
Saat ini, Pemprov DKI merencanakan proyek pengembangan sistem pengolahan air limbah daerah terpadu atau SPALDT yang terbagi atas 14 zona, dengan dua zona di antaranya mulai dibangun tahun depan.
Yusmada Faizal, Asisten Sekdaprov DKI Jakarta bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Rabu menjelaskan sesuai jadwal saat ini proses persiapan yang sedang berlangsung adalah proses perencanaan detil.
Proses pengolahan air limbah domestik dalam wujud SPALDT merupakan kajian bersama dari KemenPUPR dan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA), dengan Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. Adapun masterplan atau rencana induk zonasi SPALDT disusun pada 2012 dan ditargetkan selesai 2050 dengan cakupan 80 persen.