Abou Diaby, Tubuh yang Tak Mampu Menahan Besarnya Bakat
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
Mantan pemain Arsenal, Abou Diaby, memutuskan pensiun pada usia yang tergolong muda, 32 tahun. Pemain andalan Arsenal dan Perancis pada masanya itu menyerah pada tubuh yang tak mampu menahan bakat besarnya.
Tubuh Diaby yang rentan cedera menjadi musuh terbesar dalam kariernya. Selama hampir 10 musim di Arsenal, 2006-2015, dia menghabiskan 62 persen waktunya, 2.156 dari 3.435 hari, dengan berbagai cedera. Nyaris seluruh bagian kakinya, mulai dari tumit, engkel, betis, paha, hingga lutut, pernah menderita cedera.
Dia sempat pindah ke Marseille pada 2015. Di klub Perancis itu, gelandang tengah tersebut bermain sebanyak enam kali. Terakhir kali dia bermain adalah pada 2016. Setelah itu, cedera kembali datang dan Marseille mengakhiri kontraknya. Hal itu membuat Diaby tidak memiliki klub sejak 2017.
Diaby merasa karier sepak bolanya tidak akan pernah berhasil. Untuk itu, dia akhirnya memutuskan pensiun dengan berat hati. ”Sekarang adalah waktunya. Saya memutuskan pensiun karena badan ini tidak sejalan dengan saya. Ini sangat sulit. Di satu titik, saya terus bertanya-tanya apa yang terjadi dengan saya,” katanya.
Saya memutuskan pensiun karena badan ini tidak sejalan dengan saya. Ini sangat sulit. Di satu titik, saya terus bertanya-tanya apa yang terjadi dengan saya.
Pemain berusia 32 tahun itu mengaku sudah lelah menghadapi tubuh rentannya. Dia tidak nyaman karena membebani klub dengan cedera. Terutama saat di Arsenal, dia harus menjalani rehabilitasi bersebelahan dengan latihan tim utama. Hal itu sangat menyiksa dirinya karena tidak mampu bermain bersama rekan-rekannya.
Segala pengobatan dari klub, baik Arsenal maupun Marseille, telah dilewatinya. Bahkan, dia juga menjalani rehabilitasi pribadi ke Perancis, Qatar, dan Amerika Serikat. Akan tetapi, tidak satu pun yang berhasil.
”Mereka mengatakan bahwa saya terbuat dari kaca. Itu sangat menyakitkan bagi psikologi saya. Mereka tidak pernah tahu berapa banyak yang saya berikan dalam hidup untuk bisa sembuh. Namun, apa yang bisa saya lakukan? Saya hanya bisa menerima ini sebagai kisah hidup,” tutur pemain yang 16 kali membela tim nasional Perancis.
Bakat Diaby merupakan salah satu yang paling menjanjikan. Dia merupakan gelandang bertipe box to box dengan badan tinggi, kecepatan, kemampuan dribel, serta kontrol dan umpan presisi. Dia sering dijuluki sebagai penerus gelandang legenda asal Pantai Gading, Yaya Toure. Bahkan, gelandang muda dunia saat ini banyak yang terinspirasi dari dirinya.
Paul Pogba, pemain termahal Manchester United, mengakui bahwa Diaby adalah panutannya dalam bermain sepak bola. ”Dia adalah gelandang box to box hal yang luar biasa. Dia jauh lebih baik dari saya. Saya sangat menghargainya dan tidak melupakan jasanya karena saya banyak belajar dari Diaby,” kata peraih gelar juara dunia bersama Perancis pada 2018 itu.
Meski tak mencapai performa terbaiknya, pria Perancis itu merupakan salah satu legenda Arsenal. Dia telah bermain dalam 182 pertandingan untuk ”The Gunners”, 92 di antarnya menjadi pemain mula. Total, dia mencetak 19 gol dan 16 asis.
Diaby dibawa oleh Arsene Wenger ke Stadion Emirates dari klub Perancis, Auxerre, pada 2006 dengan mahar 2 juta poundsterling. Sejak saat itu dia selalu dipercaya menjadi bagian skuad Arsenal walaupun lebih banyak menepi karena cedera.
Wenger mengutarakan kesedihannya saat mendengar keputusan pensiun Diaby. Menurut pelatih yang melatih Arsenal selama 22 tahun itu, anak asuhnya tersebut tidak beruntung karena cedera yang selama ini menimpanya.
”Sangat disayangkan ketika kamu tidak bisa mengekspresikan semua bakat yang kamu punya. Namun, saya yakin, dia akan sukses pada masa depan. Saya selalu berharap itu,” kata sang profesor.
Menurut Wenger, awal mula cedera Diaby berasal dari tekel horor saat melawan Sunderland pada 2006. Saat itu, Diaby mengalami patah kaki. Dia baru kembali dari cedera pada awal 2007. Sejak itu, cedera susulan selalu datang lagi.
Pada 2014, pelatih yang membawa Arsenal tiga kali juara Liga Primer itu menyebutkan, Diaby sama sekali tidak rapuh. ”Dia bukan pemain yang rapuh seperti dibicarakan banyak orang. Dia adalah korban dari tekel horor yang tidak mendapat hukuman tegas,” ucapnya merujuk tekel keras pada 2006.(GOAL.COM/THE GUARDIAN)