Misi Penyelamatan di Lubang Pengap, Nyawa Taruhannya
Mahyudin Laiya (30) menyeka keringat dan bekas darah seusai keluar dari lubang sempit yang hanya dapat dimasuki manusia dengan merayap. Napas lelaki dua anak tersebut masih terengah-engah. Bersama tiga anggota tim pencari, dia baru saja mengevakuasi seorang petambang yang kakinya tertindih batu.
Anggota Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Gorontalo tersebut terpaksa mengamputasi kaki kiri Teddy Mokodompit, petambang tersebut, agar dapat dikeluarkan dari lubang tambang. Amputasi dilakukan atas permintaan Teddy dan keluarganya supaya petambang itu dapat dikeluarkan dari lubang.
“Saat memotong kaki korban, semua anggota tim menangis di dalam lubang,” ujar Mahyudin, saat ditemui di lokasi lubang tambang emas yang longsor, di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Kamis (28/2/2019).
Untuk dapat menggapai Teddy, Mahyudin dan tiga anggota tim pencari harus merayap masuk sejauh 12 meter. Napas mereka tersengal karena kondisi lubang yang pengap. Bebatuan di atas kepala mereka pun bergetar. Tanah dan kerikil berjatuhan. “Kami khawatir kalau terjadi longsor susulan di dalam,” ucap Mahyudin yang pernah mengikuti pelatihan medis dan pengalaman mengamputasi korban bencana.
Usai dikeluarkan dari lubang pada Kamis sekitar pukul 14.40 Wita, kondisi Teddy tampak lemas. Sebagian petugas medis dengan cepat memberikan pertolongan pertama, termasuk bantuan pernapasan. Namun, nyawa petambang emas ilegal itu tetap tidak tertolong. Wajah Mahyudin dan segenap tim pencari pun tertunduk lesu melihat Teddy tidak dapat diselamatkan.
“Tim sudah berusaha. Memang sejak awal persentasenya 50-50. Membiarkan dia tergeletak dan terhimpit atau mengamputasi agar bisa dikeluarkan, sama-sama berisiko. Pilihan mengamputasi di lubang galian adalah pilihan terakhir dengan harapan dia bisa dikeluarkan selamat dan dibawa ke rumah sakit,” kata Sersan Dua Sirwan, anggota TNI, yang turut sebagai tim evakuasi di luar lubang tambang.
Kaki Teddy terjepit batu dan sebagian tubuhnya tertimbun tanah saat terjadi longsor di lubang tambang emas ilegal di Desa Bakan, Bolaang Mongondow, Selasa (26/2/2019) sekitar pukul 21.10 Wita. Diperkirakan, sebanyak 60 orang, termasuk Teddy, sedang menambang ketika longsor terjadi.
Hingga Kamis malam, sebanyak 27 petambang telah dievakuasi dan 8 orang di antaranya meninggal. Adapun 19 petambang lain dalam kondisi selamat meskipun terluka. Tim gabungan pencari terdiri dari Badan SAR Nasional (Basarnas), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolaang Mongondow, tentara, kepolisian, dan tim tanggap darurat PT Jaya Resources Bolaang Mongondow (JRBM). Lubang tambang emas ilegal tersebut berada di konsesi tambang emas PT JRBM yang berbatasan dengan hutan.
Untuk mengeluarkan para petambang dari dalam lubang tersebut, seluruh anggota regu pencari bertaruh nyawa di dalam lubang sempit. Mereka harus siap dengan risiko adanya longsor susulan karena kondisi bebatuan dan tanah sangat labil dan sensitif terhadap getaran.
Menyadari risiko yang begitu besar, Mahyudin menelpon sang istri untuk meminta restu sebelum memasuki lubang tambang saat hendak mengevakuasi para petambang. Di dalam lubang sempit tersebut, Mahyudin memang sampai kesulitan napas. Dia pun menyiapkan tabung oksigen kecil untuk membantu pernapasan.
Dwi Oktavianus (33), anggota Kantor SAR Manado, juga harus menghadapi risiko serupa dengan Mahyudin. Saat memasuki lubang tambang ilegal yang sempit tersebut dia terus berdoa agar diberikan keselamatan oleh Sang Pencipta. “Kami berdoa terus agar jangan sampai ada longsor susulan saat kami di dalam. Kalau sampai longsor, kami pasti ikut tertimbun,” ucap Dwi.
Medan Terjal
Selain bebatuan yang labil, mulut lubang tambang emas ilegal tersebut terletak di tepi medan yang terjal. Lokasi ini berada di perbukitan dengan ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut.
Lokasi lubang yang ambruk berada di salah satu punggung bukit. Lubang serupa goa yang menjadi satu-satunya jalan masuk, berdiameter sekitar 1 meter dan hanya bisa dilalui satu orang sekali masuk. Di dalam terdapat banyak cabang berbentuk terowongan, baik vertikal maupun horisontal. Sebagian bekas galian berukuran luas. Menurut petugas, ada tiga lapisan lokasi galian yang ambruk menimpa para petambang.
“Kondisi berongga di dalam lokasi, sangat rawan longsor. Posisi para korban ada di tiap lapisan. Petugas harus berhati-hati melakukan evakuasi. Bisa-bisa tim penyelamat juga menjadi korban. Kondisi yang kami hadapi sangat berisiko,” kata Abdul Muin, Kepala Seksi Tanggap Darurat BPBD Bolaang Mongondow, yang sejak hari pertama sudah berada di lokasi.
Posisi korban yang terhimpit bebatuan juga membuat tim kesulitan mengevakuasi. Ada korban yang terhimpit batu di bagian bahu dan kaki, ada yang di bagian kepala, serta bagian tubuh lain. Menggeser batu juga berpotensi membuat longsoran baru dan ikut menimbun tim penyelamat. “Di dalam banyak sekali mayat yang tertimbun reruntuhan. Tapi, yang kami prioritaskan untuk dievakuasi adalah mereka yang masih hidup dan yang tidak berisiko untuk dikeluarkan,” ucap Mahyudin.
Berbahaya
Maskam Mamonto (40), bekas petambang di lokasi yang ambruk mengatakan, kondisi lubang-lubang galian memang sangat berbahaya. Warga Desa Bakan ini pernah mencoba peruntungan dengan ikut menambang di lokasi yang saat ini ambruk. Namun hanya lima bulan, sepanjang Juli-November tahun lalu, dia akhirnya memilih berhenti dan kembali mengurusi tanaman kakaonya.
Maskam sangat khawatir melihat situasi di atas. Di dalam perut gunung, terowongan sudah malang melintang. Lubang terowongan bukan hanya mendatar tapi juga dari atas ke bawah dan tembus antara satu lubang dengan lubang lain.
“Saat saya disana, ada terowongan yang panjangnya 15 meter. Sepanjang pengalaman saya, terowongan-terowongan ini diisi seratusan pekerja. Jalan keluar hanya satu dan kecil,” kata Maskam yang memutuskan untuk berhenti menambang karena risiko tersebut.
Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Nugroho Budi Wiryanto mengatakan, karena pertimbangan sulitnya medan, evakusi secara manual akan dihentikan. Pilihan berikutnya adalah menggunakan alat berat untuk membongkar lubang dan mengeluarkan satu persatu jasad petambang.
“Sudah tidak bisa dilakukan dengan cara manual karena sangat sulit. Jika dipaksakan, justru tim penyelamat juga bisa menjadi korban. Penggalian akan dilakukan dengan alat berat. Kondisi korban juga hampir tak ada lagi yang hidup,” tutur Nugroho.