JAKARTA, KOMPAS – Revolusi industri 4.0 bukan tentang teknologi, namun bagaimana membangun manusia yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Maka, kemampuan generasi muda dalam dunia digital perlu terus ditingkatkan. Butuh upaya komprehensif dari berbagai sektor untuk mewujudkannya.
Perkembangan teknologi sejak dulu hingga kini memasuki revolusi industri 4.0 seyogianya untuk mempermudah kehidupan. Namun, jika hanya berbicara teknologi, Indonesia hanya akan menjadi korban dari perubahan ini.
Paparan ini mengemuka dalam diskusi #KopiTalkIndonesia dengan tema “Masa Depan Industri 4.0” yang diadakan di Jakarta pada Jumat (1/3/2019). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini, yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, dan Presiden Direktur Blibli.com Kusumo Martanto.
Menanggapi keadaan ini, Rudiantara menyampaikan, kurangnya talenta digital menjadi persoalan tersendiri. “Saya sering bertemu dengan perusahaan teknologi besar dan mereka mengeluhkan sulitnya merekrut teknisi dari Indonesia,” ujarnya.
Untuk itu, saat ini Kemkominfo berkerja sama dengan perusahaan teknologi besar dan 28 perguruan tinggi di 25 kota Indonesia untuk melahirkan talenta digital baru. Rudiantara mengatakan, melalui pendidikan keterampilan selama dua bulan, setiap lulusan akan mendapatkan sertifikat.
Kemkominfo berkerja sama dengan perusahaan teknologi besar dan 28 perguruan tinggi di 25 kota Indonesia untuk melahirkan talenta digital baru
Program ini bertujuan untuk mempersiapkan talenta digital yang menguasai Cybersecurity, Cloud Computing, Big Data Analytics, Artificial Intelligence, dan Digital Business. Setelah mengikuti pendidikan, Microsoft Indonesia akan menerbitkan sertifikat keahlian sesuai dengan masing-masing tema pelatihan.
Rudiantara menyampaikan, kebutuhan talenta digital di Indonesia mencapai 600.000 orang per tahun. Sementara program yang dilakukan Kemkominfo, hanya akan mensertifikasi 20.000 hingga 25.000 orang setahun. “Untuk memenuhi kebutuhan, tentu tidak hanya Kemkominfo, tapi perusahaan teknologi besar juga melaksanakan kegiatan yang sama,” katanya.
Terkait dengan pendidikan keterampilan yang dilakukan selama dua bulan, Heru menilai ini merupakan langkah awal. Dalam tahap ini, orang baru hanya mengerti, maka akan lebih baik jika pendidikan keterampilan terus ditingkatkan serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan industri.
“Misalnya industri membutuhkan programmer, maka harus ada kesesuaian antara lulusan dengan kebutuhan industri itu. Dalam hal ini, komunikasi antara industri dan perguruan tinggi menjadi penting agar dapat menyiapkan talenta digital yang siap bekerja sesuai dengan kebutuhan industri,” paparnya.
Heru menambahkan, topik spesifik dalam pendidikan keterampilan menjadi poin penting dalam mengembangkan talenta digital. Dengan demikian, nantinya Indonesia tidak lagi memerlukan tenaga ahli dari luar, terlebih kita yang akan mengekspor tenaga ahli.
Dalam kesempatan yang sama, sebagai pelaku usaha, Kusomo mengatakan, memang sulit mencari talenta digital di Indonesia. Namun, bukan berarti tidak ada, hanya saja belum dikembangkan.
“Melalui pendidikan keterampilan, saya harap semakin banyak talenta digital yang siap bekerja dalam revolusi industri 4.0 ini sehingga ke depan, akan lebih banyak usaha rintisan yang menjadi kebanggaan bangsa,” ucapnya.