Program Prioritas Demokrat untuk Presiden Terpilih
JAKARTA, KOMPAS – Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY berharap 14 program prioritas Partai Demokrat dapat diserap presiden-wakil presiden yang terpilih di Pemilu Presiden 2019. Ini karena di antara calon presiden-calon wakil presiden yang berkontestasi tidak ada kader dari Demokrat.
Ini disampaikan AHY dalam pidato politiknya, di Djakarta Theater, Jakarta, Jumat (1/3/2019) malam.
Program-program prioritas itu adalah menciptakan lebih banyak lapangan kerja, meningkatkan pelayanan BPJS, memberikan subsidi listrik untuk golongan kurang mampu, mempertahankan subsidi pupuk untuk petani, dan stop impor pangan saat musim panen.
Kemudian, meningkatkan gaji pegawai—termasuk guru, TNI, dan Polri, dan pensiunan—melonggarkan pajak termasuk untuk dunia usaha, membantu usaha mikro, kecil, dan menengah, mengangkat secara bertahap guru dan pegawai honorer, dan mengontrol utang pemerintah dan BUMN.
Selanjutnya, melanjutkan pembangunan infrastruktur sesuai kemampuan keuangan negara, memberikan perlindungan hukum kepada rakyat secara adil, menjaga kebinekaan, dan melanjutkan dan meningkatkan program pro rakyat di era Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, seperti bantuan operasional sekolah, kredit usaha rakyat, dan beras untuk rakyat miskin.
Sebanyak 14 program prioritas itu sudah pernah disampaikan oleh Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ataupun Agus Harimurti Yudhoyono di berbagai kesempatan sebelumnya. Program disebut diserap dari masyarakat saat Demokrat safari politik ke daerah-daerah. Program-program itu pula yang kelak dijanjikan akan diperjuangkan oleh semua anggota legislatif dari Demokrat yang terpilih di Pemilu 2019.
Namun, dalam pidato politik AHY malam ini, AHY berharap agar program-program itu diserap oleh presiden-wakil presiden yang terpilih di Pemilu Presiden 2019. Ini karena di antara calon presiden-calon wakil presiden yang berkontestasi tidak ada kader dari Demokrat.
”Tidak berlebihan menyampaikan rekomendasi bagi presiden mendatang dalam memperjuangkan harapan rakyat Indonesia,” kata AHY.
Untuk Pemilu Presiden 2019, Demokrat sebenarnya ikut menjadi salah satu partai pengusung calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Kaji ulang sistem
Selain itu, dalam pidatonya, Agus juga menyoroti sistem pemilu legislatif dan presiden serentak yang hanya menguntungkan partai politik yang kadernya menjadi capres atau cawapres.
Kondisi itu dilihatnya bisa saja mengakhiri sistem multipartai di Indonesia dan kelak hanya akan menyisakan dua partai politik besar, seperti di Amerika Serikat.
Dia pun mempertanyakan apakah dengan hanya tersisa dua partai itu akan cocok untuk Indonesia. AHY lantas mengajak segenap elemen masyarakat untuk duduk bersama, berdialog, dan membangun konsensus nasional tentang sistem politik yang paling cocok di Indonesia.
”Pasca-pemilu nanti perlu dikaji kembali sistem kepartaian dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia,” ucapnya.
Memaksakan pilihan
Hal lain, AHY menyoroti pergelaran Pemilu 2019 yang oleh kalangan tertentu dijadikan ajang untuk memaksakan pilihan politik. Imbasnya, timbul debat kusir untuk membela pilihannya masing-masing, bahkan timbul fanatisme berlebih.
Demokrat menyayangkan kondisi tersebut dan menyebut kehidupan politik dan demokrasi telah bergerak mundur.
”Kondisi terbelahnya bangsa tentu bukan tanpa sebab. Pertarungan dua capres yang sama pada tahun 2014 dan 2019, peraturan ambang batas 20 persen dukungan parlemen atau 25 persen suara nasional, membatasi pilihan masyarakat atas calon pemimpin nasionalnya,” ucapnya.
Memperkuat AHY
Direktur Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas melihat pidato politik diarahkan untuk memperkuat profil AHY di pentas politik nasional. Pasalnya sejauh ini, AHY masih dilihat sebagai ”penyambung lidah” dari SBY.
Upaya untuk terus menguatkan profil AHY itu penting untuk menguatkan elektabilitas Demokrat di Pemilu 2019. Selain itu bagian dari upaya regenerasi kepemimpinan dari SBY.
”Demokrat sedang mengalami tekanan serius, bahkan berisiko turun ke kelas tiga atau terpental dari empat besar. ’Jualan’ ketokohan SBY tidak kuat lagi dan tidak jadi magnet elektoral Demokrat,” katanya.
Namun, menurut dia, perlu waktu bagi AHY untuk menggantikan SBY sebagai ketua umum Demokrat.
”Perlu waktu bagi AHY untuk diterima jajaran partai di daerah. Apalagi, di Pilpres 2019, AHY tidak diberi peran penting yang berguna untuk portofolio politiknya. BPN Prabowo-Sandi tidak memberi panggung bagi AHY. Dalam struktur BPN, AHY tidak diberi peran yang menonjol,” katanya.
Untuk diketahui, di Pemilu 2014, Demokrat hanya bisa memperoleh 10,19 persen suara dari total suara. Raihan suara ini turun drastis jika dibandingkan raihan suara di Pemilu 2009 yang jumlahnya 20,85 persen suara. Di Pemilu 2019, Demokrat menargetkan bisa memperoleh minimal 10 persen suara. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)