Sapaan Pun Bergaya Bahasa "Milenial"
Tengoklah cara memasarkan properti. Dari brosur disebarkan, kini informasi visual dibagikan melalui smartphone. Semua makin menyingkap spesifikasi hunian dan fasilitas yang disediakan, keluwesan pembeliannya. Umumnya, letak lokasi, luas tanah dan bangunan, jumlah lantai dan kamar, serta fasilitas penunjang lainnya dipaparkan. Kini, acapkali membubuhkan kata “milenial” menjadi modal penawaran properti.
Tidak ada yang salah. Zaman berubah, strategi pemasaran properti pun ikut berubah. Kelihaian membujuk calon konsumen sangat dibutuhkan. Yakinkan, rumah atau apartemen yang akan dibeli konsumen itu tepat untuk tempat tinggal, tepat untuk tempat usaha atau tepat nilai investasinya.
Kemasan untuk menyasar "milenial" pun pernah terlihat dalam Indonesia Properti Expo yang diselenggarakan oleh Bank BTN, 2-10 Februari 2019, di Jakarta Convention Center. Sebuah baliho besar terpampang karikatur bergambar perempuan di pintu masuk menyapa bergaya anak-anak milenial, “KPR Gaeesss!”. BTN dengan bahasa khas milenial menjanjikan kemudahan pengajuan kredit kepemilikan rumah ataupun apartemen.
Milenial adalah sasaran utamanya. Mungkin saja, bahasa persyaratan kepemilikan rumah atau apartemen pun hanya bisa akrab di mata atau telinga milenial. Tercantum persyaratan pengajuan KPR/KPA, dari uang muka hingga pengajian KPR terselip kata “Sabi” sinonim dari Bisa, “Sabeb” alias Bebas, dan “Leh Uga” diartikan Boleh Juga. Bahkan, besaran suku bunga tidak langsung menunjukkan persentase, melainkan hanya ditulis “Receh”.
Selain rumah tapak, apartemen menjadi pilihannya. Ada pula lahan kavling sebagai bentuk investasi untuk perkebunan. Saat Kompas menyambangi beberapa sales pameran, kata “milenial” lebih kerap terucapkan. Akses kemudahan aktivitas, kedekatan jarak dengan alat transportasi publik hingga akses ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan milenial.
Urbantown Serpong, misalnya. Kelak, milenial yang menghuni apartemen ini dijanjikan dapat diberikan peluang kemudahan dalam bertransaksi, terutama e-commerce. Semua bisa dilakukan melalui gawai, termasuk memperoleh informasi tentang tetangga apartemen yang menawarkan dagangan, entah makanan maupun minuman.
Lain halnya bagi milenial yang lebih suka berinvestasi. Kedua kalinya, New Jogja Apartment memberanikan diri menunjukkan peluang berinvestasi di kota wisata Yogyakarta. Gaya khas sales pun mengenakan baju kain lurik dan blangkon. Tak sekadar menjual, paket lengkap sistem bagi hasil sewa apartemen pun disiapkan sebagai peluang investasi.
Oktav, Manager Consultant New Jogja Apartment, tahu persis prioritas kebutuhan milenial, yakni travelling. Tak langsung berjualan, kota Yogyakarta sebagai destinasi wisata ditonjolkan lebih dahulu dan dibandingkan dengan Bali. Dari sanalah, investasi yang dipandang lebih tepat adalah apartemen yang berstatus hak milik murni ini. Detail penawaran pun sangat membuka peluang investasi yang menguntungkan.
Lain halnya dengan LRT City, apartemen yang kelak dibangun tepat dengan stasiun kereta LRT di daerah Bekasi. Serba digital untuk menyentuh konsumennya. Gawai menjadi alat efektif disamping maket yang tertata apik. Bahkan, simulasi ruangan menunjukkan kelebihan apartemen itu, instagrammable banget.
Tak ketinggalan, video singkat influencer yang menyingkapkan realitas “hilangnya waktu” akibat kemacetan lalu lintas dan ancaman kesehatan karena stres di jalan raya, dikirimkan kepada calon konsumen. Lantas, ajakan untuk memilih apartemen ini. Sebab, apartemen ini kelak terkoneksi dengan alat transportasi publik.
Secara terpisah, sasaran terhadap generasi milenial, antara lain, dibidik oleh PT Setiawan Dwi Tunggal yang mengembangkan The Parc sebagai apartemen pertama di kawasan Superblok South City di daerah Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten. Akses menuju kawasan ini menjadi salah satu strateginya. Kelak, apartemen ini memiliki kedekatan dengan stasiun MRT Lebak Bulus dan Fatmawati, jalan tol Depok-Antasari (Desari), tol Cinere-Jagorawi (Cijago) melalui pintul tol Cinere, dan akses jalan tol Cinere-Serpong melalui pintu tol RE Martadinata.
“Saat ini, tren sudah berubah. Konsumen tidak hanya menyasar investor, tetapi juga konsumen potensial yaitu kaum milenial dan keluarga muda yang mapan dan mengedepankan kepraktisan. Konsumen tidak hanya mengejar fungsi hunian sebagai tempat tinggal semata, tetapi harus didukung fasilitas, kenyamanan, akses dan pertumbuhan investasi hunian,” kata Direktur South City Peony Tang, Selasa (15/1/2019).
Kebutuhan milenial tidak mudah diterjemahkan dalam rancangan interior. Christine, Senior Associate Metaphor, perancang ruang apartemen The Parc misalnya, mengaku perlu hati-hati merealisasikan konsep serta ide desain interior untuk benar-benar dapat memenuhi kebutuhan milenial. Tema desain yang diciptakan adalah sense of simplicity, terinspirasi dari kebutuhan keluarga muda dan generasi milenial yang sangat dinamis, tetapi juga mengedepankan kenyamanan hidup.
“Kesederhanaan desain yang kami buat tetap mengedepankan unsur-unsur simple, tetapi modern. Kami banyak bermain di warna-warna monochrome, warna pastel yang teduh dan unsur-unsur alami, seperti kayu. Pilihan furnitur pun yang memang bisa multifungsional, sehingga, meskipun luas ruangan terbatas, ruang gerak tetap memadai dan terasa lega,” jelas Christine.
Belum tertarik
Konsultan Entrepeneur Kreatif Yoris Sebastian memandang, generasi milenial saat ini belum banyak yang tertarik investasi properti. Kalau Generasi X selama ini sudah kerap dijejali pemikiran tentang kebutuhan sandang, pangan dan papan sehingga uang dikumpulkan untuk membeli papan alias rumah.
“Nah, generasi langgas lebih suka membelanjakan uangnya untuk traveling dan kuliner yang sifatnya memperoleh banyak pengalaman,” kata Yoris, yang menyebut generasi milenial sebagai generasi langgas.
Menurut Yoris, sampai saat ini juga belum terlihat ada rumah atau apartemen yang dominan menunjukkan karakteristik milenial. Tentu, bagi milenial yang terpenting adalah ruang interior bisa instagramable dan fungsional sesuai kebutuhan. Bicara soal fungsional, tentunya menyangkut kemudahan akses menuju ke tempat kerjanya dan masih banyak lagi.
Yoris tak menampik kesanggupan milenial dalam membeli rumah. Sesudah banyak bicara dengan perencana keuangan, sebenarnya milenial mampu menyicil properti, tetapi memang harus mengatur pengeluaran dan prioritas. Ada milenial yang masih tinggal bersama orang tua, tetapi sudah berani menyicil rumah di pinggiran Jakarta. Strateginya, antara lain, perlahan-lahan properti yang dibelinya dijual kembali dan makin lama makin bisa tinggal di pusat kota, seperti di Jakarta.
“Menjadi start up atau kerja di start up dan sukses, sekarang mulai beli rumah. Engineer-engineer muda yang saya kenal rata-rata sudah berani nyicil rumah, karena diam-diam sudah banyak duitnya,” kata Yoris.
Generasi milenial tentu juga melihat maraknya pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol dan penyediaan alat transportasi publik. Banyak peluang investasi di bidang properti. Kemudahan akses menjadi nilai tambah untuk menumbuhkan minat investasi yang perlu ditangkap pengembang properti. Lalu, apakah tahun 2019 sebagai tahun politik menjadi penghalang investasi properti? (STEFANUS OSA)