Asa Baru KEK Pulau Baai
Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Pelindo II berkomitmen untuk segera mewujudkan Kawasan Ekonomi Khusus Pulau Baai.
JAKARTA, KOMPAS Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Pulau Baai di Provinsi Bengkulu diyakini mampu meningkatkan geliat ekonomi daerah. Mobilitas perdagangan akan lebih lancar sehingga peluang ekspor komoditas unggulan terbuka.
Meski demikian, pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) memerlukan dukungan komitmen pemerintah daerah, kesiapan infrastruktur, dan ketersediaan tenaga kerja.
Hal itu mengemuka dalam dialog Teras Kita bertema ”KEK Pulau Baai Bengkulu sebagai Penggerak Ekonomi Kawasan Barat Pulau Sumatera”, yang diselenggarakan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (PP Kagama), harian Kompas, Pemerintah Provinsi Bengkulu, Bank Indonesia, Bank Bengkulu, dan PT Pelabuhan Indonesia II, di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Acara dihadiri Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Kepala Departemen Regional I BI Suhaedi, Ketua Bidang Kajian dan Iptek PP Kagama Haryadi Himawan, dan Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo.
Hadir sebagai narasumber Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bengkulu Endang Kurnia Saputra, Direktur Operasi PT Pelindo II Prasetyadi, dan Rektor Universitas Bengkulu Ridwan Nurazi.
Enoh menuturkan, pembangunan KEK diprioritaskan untuk wilayah luar Jawa. Tujuannya mengatasi persoalan ketimpangan antarwilayah karena sekitar 58 persen perekonomian nasional masih terkonsentrasi di Jawa. Sejauh ini, pemerintah sudah menetapkan 12 KEK dengan rincian 6 KEK sudah beroperasi dan 6 KEK sedang dibangun.
Berdasarkan data Dewan Nasional KEK per Januari 2019, total komitmen investasi di 12 KEK itu mencapai Rp 104,76 triliun. Komitmen investasi terbesar di KEK Galang Batang Rp 36,25 triliun, KEK Mandalika Rp 19,89 triliun, dan KEK Tanjung Api-api Rp 13,42 triliun. Adapun realisasi tenaga kerja di semua KEK 10.700 orang.
Dari 12 KEK yang ditetapkan pemerintah, menurut Enoh, ada 5 KEK yang terletak di wilayah Pulau Sumatera. Namun, kelima KEK itu berada di bagian timur. ”KEK perlu ada di bagian barat Pulau Sumatera. Untuk itu, butuh kajian lebih lanjut, termasuk komitmen pemerintah daerah dan usulan industri atau komoditas unggulan,” kata Enoh.
Salah satu KEK yang diusulkan ada di barat Sumatera adalah kawasan Pulau Baai, Bengkulu. Menurut Enoh, kawasan Pulau Baai dapat diusulkan masuk KEK prioritas pemerintah karena lokasinya cukup strategis. Namun, pemerintah daerah masih harus menentukan industri atau komoditas yang akan menjadi prioritas ekspor.
Rohidin mengatakan, Bengkulu memiliki enam komoditas unggulan, yaitu kopi, batubara, minyak sawit, karet, perikanan, dan panas bumi. Peluang ekspor keenam komoditas unggulan itu cukup besar karena lokasi geografis Bengkulu yang strategis, yakni berbatasan dengan empat provinsi besar di barat Sumatera dan menghadap Samudra Hindia.
”Kawasan Pulau Baai bisa menjadi gerbang ekspor ke Afrika dan India. Saat ini sudah ada 6-7 investor yang masuk untuk mengembangkan KEK Pulau Baai,” ujar Rohidin.
Investasi di kawasan Pulau Baai, menurut dia, antara lain pembangkit tenaga listrik 2x100 megawatt, pengepakan Semen Padang, termasuk industri kawasan pergudangan, pembangunan terminal cair seluas 40 hektar hingga 50 hektar, dan instalasi karantina hewan nasional. Untuk kemudahan berusaha, pemerintah sudah menerapkan sistem perizinan terintegrasi berbasis daring.
Dampak ekonomi
Dampak ekonomi yang ditimbulkan jika kawasan Pulau Baai ditetapkan sebagai KEK cukup besar. Endang mengatakan, dari kajian BI, perekonomian Bengkulu bisa tumbuh 0,67 persen dalam 2-3 tahun ke depan.
Pertumbuhan ekonomi Bengkulu pada 2018 sebesar 4,99 persen. Akselerasi pertumbuhan ekonomi terjadi karena mobilitas perdagangan semakin besar.
”Arus ekspor-impor barang ke empat provinsi di sekitar Bengkulu akan melalui kawasan Pulau Baai,” katanya.
Pintu masuk ekspor nasional juga semakin terbuka karena kawasan Pulau Baai, dinilai strategis sebagai alur perdagangan internasional, antara lain dari dan ke India, Sri Lanka, Afrika Barat, dan Timur Tengah.
Biaya logistik untuk ekspor akan lebih efisien karena lokasi pengiriman lebih dekat ketimbang dari Jawa.
Menurut Endang, pembangunan KEK secara bertahap akan mengubah struktur perekonomian nasional yang terkonsentrasi di Jawa. Pusat-pusat ekonomi di luar Jawa akan mendorong migrasi tenaga kerja terampil sehingga menggeliatkan ekonomi daerah.
”Bengkulu ini kecil dan sering kali tidak dilirik, padahal sangat prospektif,” katanya. Prasetyadi menambahkan, selama ini sebagian besar komoditas asal Bengkulu diekspor dari Lampung, seperti kopi dan karet.
Kondisi itu membuat sumbangan ekspor terhadap pendapatan asli daerah relatif kecil. Harapannya, penetapan KEK Pulau Baai mengatasi persoalan itu karena kawasan industri berada dekat pelabuhan.
Ridwan menilai, penetapan KEK mesti dibarengi studi kelayakan dan analisis mengenai dampak lingkungan yang komprehensif. Hal itu diperlukan agar risiko akibat konflik sosial atau bencana alam saat KEK beroperasi dapat ditekan.
Penyusunan dokumen pengusulan juga membutuhkan waktu sehingga memerlukan kerja sama dan keseriusan berbagai pemangku kebijakan. (KRN)