Toni Hariyanto menyebut dirinya mencontoh gambar Tuhan dengan cara naturalis. Dengan goresan-goresannya, sebuah obyek memunculkan aura yang lebih indah dari gambar aslinya.
Banyak seniman terampil menggambar sesuai wujud aslinya. Namun, Toni Hariyanto (62) tak berhenti di situ. Perupa yang dijuluki master of pencil ini bisa memunculkan aura dari setiap obyek yang dilukisnya.
Sejak muda, Toni memiliki motto “Want to be a champion”. Semboyan inilah yang selalu ia gemborkan setiap kali mengikuti kejuaraan balap motor mulai dari masa remaja hingga menginjak usia 31 tahun. Sederetan kejuaraan balap motor berhasil ia menangkan waktu itu.
Obsesi untuk selalu menjadi yang terbaik itu terus-menerus dihidupinya, termasuk dalam menggeluti hobi-hobinya. Memasuki umur 49 tahun, Toni memutuskan untuk pensiun dini dari sebuah Badan Usaha Milik Negara dan fokus menekuni kegemarannya menggambar.
Sejak 2008, ia benar-benar menenggelamkan diri dalam keasyikan menggambar menggunakan pensil. Seperti motto hidupnya, ia berupaya keras menghasilkan lukisan-lukisan monokrom hitam putih yang sempurna, atau bahkan lebih indah dari obyek aslinya.
Bagi Toni, menggambar realis dengan pensil membutuhkan akurasi dan presisi yang lebih tinggi daripada medium lukis lain. Goresan pensil memang hanya menghasilkan satu warna, yaitu hitam. Akan tetapi, dengan keterampilannya, Toni bisa menghasilkan efek-efek unik dari permainan gradasi hitam-putih hasil goresan-goresannya.
Dengan keterampilannya, Toni bisa menghasilkan efek-efek unik dari permainan gradasi hitam-putih hasil goresan-goresannya.
Sebuah lukisan potret wajah artis Demi Lovato karya Toni menjadi terlihat lebih “hidup”dan memiliki “aura” karena pelukis kelahiran Madiun itu menggambar bola mata sang artis setajam mata kucing. Kesetiaan Toni membentuk goresan dan arsiran sangat detail di setiap gurat-gurat wajah menjadikan lukisan itu lebih indah dari foto aslinya.
“Toni menggambar menggunakan ‘rasa’. Dengan melihat seekor kucing yang dilukisnya, kita bisa merasakan dan membayangkan bagaimana kelembutan bulu-bulu kucing itu,” kata Yos Soesilo, pendiri Asosiasi Pelukis Indonesia yang membuka pameran lukisan pensil Toni bertajuk “Monokrom” di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (1/3/2019) malam.
Sebanyak 74 karya lukisan Toni dengan medium pensil ditampilkan di Bentara Budaya Jakarta pada 2-11 Maret 2019. Ia menyuguhkan berbagai macam lukisan, mulai dari potret wajah, binatang, hingga otomotif dengan penuh presisi dan sangat detail.
Sebanyak 74 karya lukisan Toni dengan medium pensil ditampilkan di Bentara Budaya Jakarta pada 2-11 Maret 2019.
“Toni mencontoh gambar Tuhan dengan cara naturalis. Ia adalah seniman yang percaya diri sekali. Dia harus menjadi yang terbaik. Ini terlihat dari kemauan dan semangatnya yang luar biasa,” kata Ipong Purnama Sidhi, kurator Bentara Budaya.
Dunia lebih indah
Sebelum fokus menggambar lukisan pensil, Toni telah mencoba membuat karya dengan menggunakan medium lain, antara lain cat air. Namun, pada akhirnya ia memilih menekuni lukisan pensil karena ia meyakini dengan teknik tersebut, ia bisa membuat dunia jauh lebih indah.
“Dengan pensil, saya bisa membuat dunia lebih indah,”ujarnya.
Toni mengakui, apresiasi terhadap seni gambar di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan seni lukis. Seni gambar dianggap kurang menarik, kurang bergairah, dan kurang berwarna. Tapi, ia optimistis bahwa dengan menggunakan intuisi yang tajam, sebatang pensil pun bisa menghasilkan karya lukisan yang menakjubkan.