JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berharap industri telekomunikasi tumbuh berkelanjutan. Oleh karena itu, untuk menjaga persaingan sehat, pemerintah akan menetapkan peraturan menteri komunikasi dan informatika tentang tata cara penetapan tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi pada April 2019.
Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (RPM) tentang Tata Cara Penetapan Tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi itu sudah melalui proses konsultasi publik pada 14-28 Februari 2018.
RPM tersebut berfungsi menyederhanakan dan mengganti Permenkominfo Nomor 9/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang Disalurkan melalui Jaringan Bergerak Seluler dan Permenkominfo Nomor 15/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Teleponi Dasar yang Disalurkan melalui Jaringan Tetap.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi, Jumat (1/3/2019), di Jakarta, mengatakan, pihaknya sedang merekapitulasi masukan publik, terutama dari operator telekomunikasi seluler. Setelah itu, BRTI akan melakukan harmonisasi isi RPM sampai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Penekanan RPM adalah pada substansi formula penyelenggaraan jasa telekomunikasi, termasuk tarif layanan akses internet.
”Kami ingin regulasi ini bisa lebih menyehatkan industri. Formula perhitungan dibuat agar perang tarif bisa diatasi. Tidak ada keberatan dari operator, dan sebagai gantinya, mereka mengusulkan beberapa parameter untuk formula,” ujarnya.
Selain formula tarif, ada beberapa substansi pokok baru dalam RPM. Substansi pokok baru itu misalnya ketentuan pembatasan tarif untuk area layanan yang hanya dilayani satu penyelenggara, bundling layanan dengan kartu perdana, serta etika berpromosi.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ahmad M Ramli menegaskan, promosi perlu diatur agar keadilan industri terjaga dan tidak menjurus ke perang tarif layanan.
”Intinya, pengguna harus mendapat layanan terbaik dengan tarif yang wajar,” katanya.
Prinsip itu berlaku pula di area layanan yang hanya dilayani oleh satu penyelenggara. Ahmad mengatakan, pemerintah menginginkan kualitas layanan tetap terjaga di daerah seperti itu.
”Tarif layanan yang wajar dan layak menjadi variabel pendukung utama ekonomi digital di suatu daerah,” ucapnya.
Positif
Analis pasar modal MNC Sekuritas, Victoria Venny, yang dihubungi secara terpisah, berpendapat, beberapa pokok substansi RPM memiliki tujuan positif, yaitu menjaga kelangsungan bisnis operator telekomunikasi seluler. Ia mencontohkan substansi mengenai formula yang berlaku umum untuk penyelenggara jasa telekomunikasi, termasuk tarif layanan akses internet. Menurut dia, dengan keberadaan formula, perhitungan tarif data seluler menjadi lebih jelas sehingga mengurangi potensi perang tarif layanan.
”Saat operator telekomunikasi tidak saling perang tarif, harapannya, margin pendapatan bisa meningkat. Mereka pun menjadi tidak takut meningkatkan patokan pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU) dan imbal hasil data seluler,” katanya.
Pokok substansi lain yang dia nilai positif adalah ketentuan pada bundling layanan dengan kartu perdana. Victoria mengatakan, program bundling layanan dengan kartu perdana semestinya memiliki ketentuan atau formula sehingga berdampak baik saat akuisisi pelanggan baru.
Mengutip laporan riset MNC Sekuritas, Telecommunication Sector Update: Paving the Way for Better Performance (Oktober 2018), pada semester I-2018, sektor industri telekomunikasi di Indonesia tumbuh 7,26 persen, di bawah angka rata-rata tahunan pada 2012-2017 yang sebesar 9,56 persen. Kondisi ini mempertimbangkan penurunan pendapatan tiga emiten telekomunikasi, yakni 8,39 persen.
Penurunan pendapatan sektor telekomunikasi tersebut terjadi setelah pemberlakuan kebijakan wajib registrasi ulang nomor prabayar dan pengurangan penerimaan dari produk bisnis tradisional (legacy) operator.
Berdasarkan data Kementerian Kominfo, sampai dengan batas waktu daftar ulang 30 April 2018, jumlah nomor prabayar terdaftar sebanyak 254,79 juta nomor.
Hingga semester I-2018, rata-rata pertumbuhan lalu lintas penggunaan data seluler naik 83,30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, kenaikan ini tidak diikuti dengan imbal hasil operator dalam memperoleh laba. Apalagi, pada saat itu juga terjadi perang harga paket layanan data seluler.
Imbal hasil data seluler mencapai Rp 6.000-Rp 16.000 per gigabyte. Setahun sebelumnya, imbal hasilnya sebesar Rp 10.000-Rp 31.000 per gigabyte.