Pesohor, Modal Sosial bagi Parpol?
Kehadiran pesohor sebagai calon anggota legislatif dalam Pemilu 2019 bisa menjadi salah satu modal sosial parpol. Para caleg pesohor itu berpeluang menambah suara partai.
Modal sosial juga digunakan partai politik untuk merebut suara dalam pemilu legislatif, selain modal ekonomi. Modal sosial, yang menurut Robert Putnam (Making Democracy Work, 1993), berupa kepercayaan, jaringan, dan norma-norma sosial bisa menjadi modal meningkatkan dukungan partai.
Pilar jaringan sosial menciptakan koordinasi dan komunikasi yang menumbuhkan rasa saling percaya di antara sesama anggota masyarakat. Jaringan sosial partai ini terbentuk dari para anggota partai, baik yang duduk di kursi legislatif maupun tidak. Mereka dipercaya masyarakat untuk menyuarakan suara rakyat di kancah tinggi pemerintahan karena mereka mempunyai modal jejaring sosial.
Untuk membangun modal sosial, parpol tidak lagi hanya mengandalkan tokoh masyarakat. Parpol mulai menggunakan pesohor atau selebritas yang selama ini sering muncul di layar televisi. Kiprah selebritas dalam kancah politik diawali dari peran sebagai pengisi kampanye. Pada era Orde Baru, sejumlah penyanyi dikontrak partai untuk sekadar meramaikan kampanye terbuka partai dengan hiburan musik untuk menarik massa.
Peran pesohor meningkat menjadi anggota DPR di era 1990-an. Diawali oleh Yoseano Waas, artis yang menjadi anggota MPR. Rhoma Irama masuk ke Senayan sebagai Utusan Golongan dari kelompok seniman pada 1993-1997.
Pada Pemilu 2009, para pesohor di Senayan semakin banyak. Dalam penelusuran Litbang Kompas, ada 59 pesohor yang dicalonkan untuk menjadi anggota DPR RI 2009-2014. Caleg tersebut dicalonkan oleh 14 dari 38 partai peserta pemilu legislatif.
PAN tercatat sebagai partai dengan jumlah caleg pesohor terbanyak (20 orang). Kemudian disusul Partai Demokrat dengan delapan pesohor yang terdiri atas model, penyanyi, pelawak, serta artis. Namun, hanya 18 dari 59 pesohor yang terpilih jadi anggota DPR.
Bagaimana dengan Pemilu 2014? Keikutsertaan pesohor dalam bursa pileg jumlahnya tetap 59 orang. Namun, hanya 16 caleg pesohor yang terpilih menjadi anggota DPR RI. Jumlah ini turun dibandingkan jumlah caleg pesohor yang dipilih pada Pemilu 2009.
Pesohor bertambah
Pemilu 2019 kembali diramaikan kehadiran caleg pesohor. Dalam penelusuran data KPU, ada 96 caleg pesohor yang mendaftar melalui delapan partai peserta Pemilu 2019. Partai Garuda, Hanura, PBB, PKPI, PKS, dan PPP tak mencalonkan pesohor untuk menarik dukungan masyarakat.
PAN juga tak lagi memborong pesohor sebagai caleg. Posisi itu digantikan oleh Nasdem yang mencalonkan 39 pesohor sebagai caleg. Tercatat dalam data KPU, sebanyak 21 dari 39 pesohor itu merupakan artis sinetron/FTV. Sebut saja Olla Ramlan, Manohara Odelia, Bertrand Antolin, Annisa Trihapsari, dan Sultan Djorghi. Selain itu, juga ada delapan penyanyi, seperti Kristina, Tina Toon, Iis Sugiyanto, dan Harvey Malaiholo. Presenter juga masih meramaikan bursa caleg pesohor, seperti Tina Talisa dan Putra Nababan. Sebanyak 11 caleg pesohor merupakan petahana yang pada periode sebelumnya telah menjadi anggota DPR.
PDI-P menjadi partai terbanyak kedua yang mencalonkan pesohor, dengan jumlah caleg pesohor 15 orang. Delapan orang merupakan penyanyi, 4 orang pemain sinetron, serta 3 orang presenter. Mayoritas caleg yang diajukan Nasdem dan PDI-P merupakan pendatang baru. PAN yang dalam dua kali pemilu legislatif terakhir cukup banyak mencalonkan pesohor, kali ini hanya mencalonkan delapan caleg dengan profesi artis sinetron, pelawak, musisi, dan penyanyi.
Apa yang terjadi dalam bursa caleg 2019 ini menjadi fenomena unik dengan adanya pergantian partai pengusung pesohor. Nasional Demokrat mengikuti jejak PAN yang dalam dua periode pemilihan sebelumnya banyak memasukkan selebritas. Namun, seberapa besar peran artis untuk mendongkrak suara partai?
Potensi pesohor
Berkaca pada Pileg 2009, rata-rata pesohor hanya menyumbangkan suara 0,14 hingga 1,39 persen suara pada total perolehan masing-masing partai. Jika suara pesohor diakumulasi di tiap partai, persentase capaian suara caleg pesohor tertinggi diraih Golkar. Tiga caleg pesohor Golkar menyumbang 2,44 persen suara. Adapun Demokrat yang berhasil meloloskan tujuh pesohor merebut posisi kedua, yakni 2,16 persen. PAN yang saat itu terkenal banyak mencalonkan caleg pesohor, tetapi dua caleg pesohor yang terpilih hanya memberikan kontribusi 2 persen suara.
Meski demikian, jika dilihat kontribusinya bagi partai per daerah pemilihan (dapil) pada Pileg 2009, sebanyak 12 caleg pesohor berhasil menyumbangkan lebih dari 21 persen suara pada dapilnya masing-masing. Pada Pileg 2014, jumlah caleg pesohor yang memberikan lebih dari 21 persen suara pada masing-masing dapilnya sedikit meningkat, yakni menjadi 14 caleg.
Tidak bisa dimungkiri bahwa popularitas merupakan nilai tambah modal komunikasi politik para pesohor, apalagi jika dilihat dari perspektif masyarakat awam yang tidak memiliki wawasan bahkan apatis pada politik, atau tidak mengenal sama sekali caleg yang akan dipilih.
Meski demikian, modal sosial jaringan tidak sepenuhnya bisa diandalkan untuk mendongkrak elektabilitas partai. Variabel ini harus dikombinasikan dengan modal ekonomi, modal kultural, dan modal simbolik yang dimiliki parpol.
Sejauh mana caleg pesohor pada Pemilu 2019 bisa merebut suara pemilih serta menambah perolehan suara nasional bagi partai politik? Kita tunggu saja hasilnya setelah pemungutan suara pada 17 April 2019.