”Serigala Bandel Hitam” Mengubah Dunia lewat Buku
Sepuluh tahun yang lalu, Andrew Yap dan Jacqueline Ng mengadakan bazar buku bertajuk Big Bad Wolf di gudang Dataran Hamodal, Malaysia. Mereka hanya menggunakan lahan seluas 2.000 meter persegi dan menjual sekitar 20.000 buku.
Big Bad Wolf kini terkenal sebagai bazar buku tahunan yang menjual buku impor dan lokal dengan potongan harga. Buku diambil dari penerbit di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan China.
Pada 2018, pasangan suami istri asal Malaysia ini telah menggelar bazar buku di tujuh negara dan menjual lebih dari 50 juta buku. Andrew dan Jacqueline berencana menggelar pameran Big Bad Wolf di 16 negara pada tahun ini.
Seusai pembukaan bazar buku Big Bad Wolf Jakarta 2019, Kompas berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan salah satu inisiator Big Bad Wolf, Andrew Yap, di Indonesia Convention Exhibition, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (28/2/2019).
Laki-laki kelahiran 23 Desember 1976 ini berbagi cerita mengenai awal mula Big Bad Wolf dan tantangan yang harus dihadapi oleh industri penerbitan di era digitalisasi saat ini. Berikut petikan wawancara bersama Andrew.
Bagaimana cerita awal mula Big Bad Wolf?
Bisnis ini lebih mengenai passion. Ketika saya masih kecil, saya tidak bertumbuh dengan buku. Sewaktu bersekolah, saya melihat ada perbedaan besar antara anak yang bertumbuh dengan buku dan yang tidak. Jadi, saya dan istri saya ingin membuat perbedaan.
Kami ingin agar harga buku tidak boleh mahal. Buku harus dapat diakses oleh siapa pun. Banyak orang yang ingin membaca, tetapi tidak bisa membeli. Masalah lainnya adalah buku juga tidak dapat diakses oleh orang yang membutuhkan.
Jadi, kami memulai bazar di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 2019. Pada awalnya, kami hanya mengadakan bazar di gudang seluas 2.000 meter persegi dan menjual sekitar 20.000 buku.
Kemudian kami menyadari, masalah di Malaysia juga terjadi di negara anggota ASEAN lainnya. Indonesia menjadi negara pertama yang kami pilih untuk mengadakan bazar di luar negeri. Kami tidak menyangka akan tumbuh sebesar ini. Sekarang, kami dapat menjual sekitar 5 juta buku pada setiap bazar. Saya yakin, dalam 2-3 tahun ke depan, jumlah buku terjual akan mencapai ratusan juta buku.
Apa penjelasan di balik nama dan logo serigala hitam yang digunakan Big Bad Wolf?
Kami berupaya untuk menarik anak-anak datang ke acara kami karena pameran buku itu susah untuk menarik minat mereka. Anak-anak lebih memilih untuk pergi ke mal dan taman bermain. Oleh karena itu, kami memerlukan suatu karakter yang dapat menarik mereka dan mengajarkan bahwa membaca sangat penting.
Bagaimana respons sejauh ini?
Respons sangat baik, ke mana pun kami pergi. Negara seperti Taiwan yang merupakan negara maju juga memberi respons baik. Kami pergi ke Myanmar yang merupakan negara berkembang, mereka juga sangat membutuhkan buku berbahasa Inggris. Bahasa Inggris menjadi bahasa yang mengikat seluruh bangsa.
Kami sudah mengadakan (bazar) di tujuh negara pada 2018. Tahun ini, kami akan mengadakan bazar di 16 negara, antara lain Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Myanmar, Pakistan, Sri Lanka, Taiwan, Bangladesh, Dubai, Jordania, dan Arab Saudi. Kami juga sedang mencari akses pasar Amerika Selatan, seperti Brasil, dan semoga Afrika.
Penerbit buku di Thailand melaporkan bahwa ada kenaikan jumlah penjualan buku setelah kami mengadakan dua pameran di sana. Padahal, selama 10 tahun terakhir di sana tidak ada peningkatan.
Dari mana buku-buku berasal?
Kami mengambil buku sisa yang belum terjual dari penerbit, lalu kembali menjualnya. Kami bekerja sama dengan penerbit buku dari Amerika Serikat (AS), Inggris, dan China. Kebanyakan buku impor, tetapi kami juga bekerja sama dengan penerbit buku setempat ketika bazar diadakan di negara tersebut.
Di Indonesia, misalnya, kami bekerja sama dengan 30-40 penerbit lokal. Mereka memiliki area sendiri di dalam bazar.
Buku yang paling populer di Indonesia tentunya buku cerita anak-anak. Ini menunjukkan bahwa sekalipun orangtua tidak bisa berbahasa Inggris, mereka ingin anak-anak mereka bisa berbahasa Inggris.
Bagaimana Anda melihat tantangan bagi industri penerbit dan buku fisik di era digitalisasi?
E-book (buku elektronik) sudah tidak lagi menjadi hal yang baru dalam 10-15 tahun terakhir. Prospek penjualan buku cetak sekarang membaik karena pembaca mulai sadar, emosi mereka tidak bisa terhubung dengan buku digital. Pengalaman itu hanya bisa diperoleh dari buku cetak. Buku itu lebih santai untuk dilihat. Kita cenderung merasa stres ketika membaca lewat layar gawai. Selain itu, sentuhan dan bau buku berbeda dengan buku digital.
Berbeda dengan media massa yang mulai menurun, penjualan buku fisik kembali meningkat selama beberapa tahun terakhir. Ini karena buku itu dibaca dalam kondisi yang santai. Kita tidak menginginkan informasi yang cepat.
Pameran buku seperti Big Bad Wolf ini dapat mengubah industri penerbitan buku secara global. Kami ingin menunjukkan, antusiasme masyarakat untuk membaca masih ada, bahwa masa depan masih cerah. Namun, pertumbuhan penjualan buku fisik berbeda-beda di setiap negara. Ada yang dapat meningkatkan penjualannya, ada yang tidak.
Bagaimana Anda melihat generasi muda saat ini terkait minat membaca buku?
Mereka tidak menyukai buku digital. Ketika mengenal buku sejak kecil, mereka akan tetap memilih buku buku walaupun sudah terekspos buku digital. Kami ingin mengembalikan generasi yang telah hilang minat membaca dan membangun generasi baru yang suka membaca. Belakangan, banyak orang lupa membaca buku karena sibuk dengan kehidupan.
Waktu yang paling tepat untuk mengenalkan buku adalah sejak lahir. Meskipun tidak bisa membaca, mereka bisa berinteraksi langsung dengan buku. Buku itu penting sebagai panduan bagi mereka.
Apa saja rencana pengembangan Big Bad Wolf?
Pada 2020, kami rencana akan membuat pameran di 30 negara yang tersebar di 50 kota. Dalam lima tahun ke depan, kami akan membuat di 100 kota. Ini impian kami.