Siap Hadapi Kemungkinan Terburuk
Sudah tiga hari Misma Simbala (55) menunggu kabar kakaknya, Samsul Rijal (58). Setiap pagi, dia datang ke Desa Bakan, Kecamatan Loyalan, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Ia pulang saat malam tiba.
Misma yang tinggal di Desa Tanoyan menunggu informasi mengenai nasib kakaknya di pos, tepat di pintu gerbang perusahaan tambang PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM). Lokasi tambang emas yang longsor di Desa Bakan itu terletak di dalam konsesi PT JRBM, di sisi terluar yang berbatasan dengan hutan. Akses terdekat ke tambang itu dari PT JRBM.
”Seluruh keluarga sebenarnya sudah pasrah. Apa pun keadaannya, kami siap menerima kenyataan. Selamat syukur, kalaupun tidak, kami siap menerima kemungkinan terburuk. Kami hanya berharap kakak kami bisa dikeluarkan, apa pun bentuknya,” kata Misma, Jumat (1/3/2019).
Longsor terjadi Selasa lalu pukul 21.10 Wita saat sekitar 60 orang berada di dalam lubang tambang emas ilegal di Desa Bakan. Tiang dan papan penyangga lubang galian tiba-tiba patah akibat kondisi tanah yang labil. Tanah dan bebatuan yang longsor menimbun para petambang, termasuk Samsu Rijal.
Amrin Simbala (75) juga penuh harap sekaligus pasrah menunggu kabar anaknya, Kadri Simbala (33). Walau berkata pasrah, ia menyimpan harap anaknya bisa dikeluarkan hidup.
”Sampai Rabu, saya masih berkomunikasi dengan dia. Saya panggil namanya di mulut goa dan dia menyahut. Dia meminta minum walau saya bingung bagaimana harus memberi atau menolong. Saya hanya meminta dia bertahan dan menunggu pertolongan,” katanya.
Amrin sangat terpukul atas peristiwa yang menimpa anaknya. Selain baik dan ringan tangan, Kadri juga ikut menopang ekonomi keluarga.
Rasa sayang kepada anaknya itu membuat kakek ini menempuh jalan dua jam menanjak dan menyusuri sungai agar tiba di lokasi, tepat di mulut lubang galian yang runtuh. Perjalanan menuju lokasi tentu tak mudah dalam usianya yang lanjut.
Jumat siang ini, Amrin kembali meniti jalan menanjak dan masih berharap mendapat kabar baik. ”Kalau memang ternyata kondisinya tak bisa lagi diselamatkan, saya pasrah. Saya tetap menunggu jenazahnya dikeluarkan untuk saya bawa pulang dan makamkan dengan layak,” katanya, lirih.
Jumat pagi hingga sore, ratusan warga, termasuk kerabat korban dari beberapa desa di Bolaang Mongondow, terus berdatangan. Mereka menunggu kabar, dan jenazah yang bisa dievakuasi.
Tak hanya rombongan keluarga, sepanjang jalan masuk menuju area PT JRBM juga dipenuhi jejeran mobil ambulans. Setidaknya 20 ambulans di rumah sakit di Bolaang Mongondow dikerahkan ke Desa Bayan. Ambulans juga didatangkan dari kabupaten lain di Sulawesi Utara, baik milik pemerintah maupun swasta. Sebanyak 75 kantong mayat disiapkan.
”Semoga ambulans ini dipakai mengangkut kakak saya dalam keadaan hidup, bukan jenazah,” kata Fitriyanti (28), warga Desa Kebo Kecil, Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu. Ia menunggu kabar Rudin Minang (38).
Evakuasi
Terhitung sejak Jumat (1/3), pencarian dan evakuasi korban secara manual dihentikan karena dinilai bisa membahayakan personel regu pencari. Untuk itu, tim pencari mulai mengerahkan alat berat yang dipinjam dari PT JRBM.
Namun, evakuasi belum dapat langsung dilakukan. Mereka masih fokus membuat jalur untuk alat berat supaya dapat mendekat ke lubang tambang yang longsor. Hingga Jumat malam, jalur untuk alat berat masih dibangun.
Kepala Badan SAR Nasional Bagus Puruhito mengungkapkan, kondisi medan terjal dan tanah labil bisa membahayakan regu pencari. ”Kondisi medan yang sangat kritis dan rentan longsor di dalam lubang sempit sehingga tim SAR yang mengambil pun berisiko,” ujar Bagus saat memantau pembukaan jalur untuk alat berat di dekat lubang tambang, pukul 21.30 Wita.
Posisi tambang emas berada di dalam perut gunung dengan pintu masuk berupa lubang di dinding tebing terjal dengan kemiringan lebih dari 60 derajat. Kondisi tanah dan bebatuan yang labil dan berongga di dalam lokasi tambang rawan dengan runtuhan baru.
Kepala Seksi Operasi Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Manado Djefri Mewo menambahkan, selain evakuasi manual membahayakan regu pencari, penggunaan alat berat evakuasi juga mempertimbangkan peluang tipis petambang yang bertahan hidup.
Untuk kepentingan evakuasi dengan alat berat ini, area radius 150-200 meter disterilkan. Anggota TNI dan Polri dikerahkan menjaga setiap akses menuju lokasi evakuasi.
”Kami minta warga yang mau naik untuk kembali karena sangat membahayakan keselamatan mereka dan bisa mengganggu proses evakuasi. Bebatuan dari gunung yang dikeruk alat berat dikhawatirkan jatuh menimpa orang di bawah,” kata Sersan Dua Dahri Kadir, prajurit TNI AD yang berjaga di jalan setapak jalur masuk ke lokasi tambang longsor di Desa Bakan.
Berdasar data terbaru yang dihimpun BPBD Bolaang Mongondow, Basarnas, TNI, dan Polri, hingga Jumat pagi, 28 petambang sudah dievakuasi dengan 8 orang di antaranya meninggal. Dua puluh korban selamat sebagian besar mengalami luka berat.
Evakuasi dilakukan 400 personel dalam regu pencari yang terdiri dari petugas Badan SAR Nasional, TNI, Polri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bolaang Mongondow, dan regu tanggap darurat PT JRBM.