Warga Lereng Merapi di Magelang Tetap Beraktivitas Biasa
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebanyak delapan kali luncuran awan panas dari Gunung Merapi yang terjadi pada Sabtu (2/3/2019) tidak lantas membuat warga di sekitar lereng Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, panik. Sembari tetap mengikuti informasi terkini terkait perkembangan aktivitas Gunung Merapi, warga tetap beraktivitas seperti biasa.
Yatin, Kepala Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Magelang, mengatakan, warga mengetahui tentang luncuran awan panas melalui berita di media sosial dan televisi. Kendatipun demikian, warga tetap tenang, tetap bekerja, dan menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Desa Ngargomulyo berjarak sekitar 8 kilometer dari Gunung Merapi.
”Hari ini, warga tetap pergi bertani di sawah, tetap bepergian, bersekolah, dan menjalankan banyak aktivitas lain. Mereka waspada, tetapi juga tetap menyadari bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena luncuran awan panas masih ke arah Kali Gendol,” ujarnya, Sabtu.
Yatin mengatakan, warga sudah mulai meningkatkan kewaspadaan sejak Gunung Merapi mulai berstatus waspada dan mulai sering mengeluarkan letusan freatik tahun 2018. Peningkatan kewaspadaan antara lain ditunjukkan oleh warga petambang pasir dan batu yang saat ini mulai mengurangi intensitas menambang di sekitar kawasan Merapi.
”Selama ini, warga sebenarnya menambang di radius jarak yang aman dan masih dekat dengan permukiman. Namun, seiring dengan peningkatan aktivitas Merapi, banyak warga akhirnya memutuskan untuk berhenti dan sama sekali tidak menambang di kawasan Merapi,” tuturnya.
Jumlah warga Desa Ngargomulyo yang menambang di kawasan Merapi sekitar 10 orang. Para petambang tersebut biasanya menambang secara manual menggunakan cangkul dan sekop di radius sekitar 7 kilometer dari Gunung Merapi.
Tidak hanya warga, Pemerintah Desa Ngargomulyo juga sudah melakukan upaya persiapan untuk kebutuhan mengungsi dan evakuasi. Selain menghitung keseluruhan kendaraan yang tersedia untuk evakuasi, persiapan juga dilakukan dengan terus mengecek kesiapan gedung dan rumah-rumah warga yang akan menjadi tempat mengungsi di Desa Tamanagung, Kecamatan Muntilan.
Ismail, Kepala Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Magelang, mengatakan, terkait pertambangan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kelompok petambang dan meminta mereka untuk menghentikan aktivitas penambangan pada malam hari. Selain demi keselamatan petambang, upaya penghentian kegiatan pada malam hari dirasa penting agar lalu lalang truk pasir tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas jalan desa pada malam hari.
”Untuk mengantisipasi berbagai potensi bencana yang mungkin terjadi di malam hari, akses jalan desa pun harus diamankan agar bisa tetap lancar dilalui kendaraan yang nantinya dipakai untuk mengangkut pengungsi,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi berbagai potensi bencana yang mungkin terjadi malam hari, akses jalan desa pun harus diamankan agar bisa tetap lancar dilalui kendaraan yang nantinya dipakai untuk mengangkut pengungsi.
Sekretaris Kecamatan Srumbung M Abdul Chuzen mengatakan, pihaknya memang tidak bisa mengendalikan aktivitas pertambangan dan lalu lalang truk yang terus melintasi desa. Kendati demikian, saat ini pihaknya sudah menyiapkan upaya darurat saat Gunung Merapi kembali mengalami peningkatan status.
”Saat status Merapi menjadi Siaga, kami, pemerintah kecamatan dan desa-desa di Kecamatan Srumbung, akan langsung bergerak untuk menutup jalan bagi truk pengangkut pasir,” ucapnya.
Upaya penutupan akses jalan tersebut diyakini secara otomatis akan menghentikan aktivitas penambangan.