Ada Kode di Balik Talenan Kayu
Pembayaran nontunai menggunakan uang elektronik berbasis server kian berkembang. Belanja di pasar tapi tak bawa dompet? Cukup sodorkan ponsel pintar, pindai kode, lalu tuntaskan transaksi. Praktis dan cepat. Pengguna juga disuguhi berbagai promosi, antara lain imbal tunai.
"Lagi ada promosi. Bayar pakai ini saja," kata Hendra sambil menyodorkan talenan kayu.
Si pembeli sesaat kaget. Namun, sontak tersenyum lebar saat Hendra membalik talenan kayu tersebut. Rupanya, di balik talenan kayu itu ada kertas cetakan kode baca cepat (QR Code) dari aplikasi uang elektronik berbasis server.
"Toko saya ini kan toko barang-barang rumah tangga. Kodenya mesti dipasang di barang yang sesuai dong, biar menarik," ujar Hendra, pekan lalu.
Toko Murah milik Hendra dipenuhi berbagai barang dan alat rumah tangga. Piring, sendok, garpu, mangkuk, sapu, serbet, dan gelas hanya lah sebagian di antara barang-barang yang dijual di toko itu.
Kios-kios di Pasar Modern BSD, Tangerang Selatan, Banten, kini memiliki alternatif sistem pembayaran berupa uang elektronik berbasis server. Sebelumnya, kios-kios di pasar tersebut menerima uang tunai atau pembayaran secara debit dari bank tertentu.
Menurut Meliana (53), anak Hendra, saat ini sedang ada promosi imbal tunai (cashback) sebesar 30 persen dari nilai pembelian. Namun, ada batas maksimalnya, yakni Rp 10.000 per transaksi. Imbal tunai itu dikembalikan ke rekening Go-Pay di aplikasi pada telepon seluler pembeli.
Sistem pembayaran menggunakan kode QR tak hanya ada di mal atau pusat perbelanjaan. Pedagang kue, sayur, dan buah di pasar modern tak lagi canggung melayani pembeli yang membayar menggunakan uang elektronik berbasis server.
Pembeli, alih-alih menggunakan uang tunai, terbiasa membayar menggunakan uang elektronik. Konsumen tak lagi jengah menanyakan promosi tertentu dari uang elektronik itu.
Olive (35) mulai menggunakan Go-Pay sejak pindah dari Kefamenanu, Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Siang itu, ia memindai kode baca cepat di toko kue Aster untuk membayar kue basah.
Olive menggunakan mobile banking bank untuk mengisi saldo Go-Pay. Karena ada biaya transfer Rp 1.000, ia mengisi Rp 1 juta sekaligus. Saldo itu ia gunakan untuk bepergian dengan ojek dalam jaringan yang tersedia di aplikasi Go-Jek.
Bonita (23), yang ditemui setelah membeli kue di kios Pastellia, memilih menggunakan OVO. Alasannya, sudah nyaman menggunakan aplikasi uang elektronik itu.
Daya pikat
Uang elektronik menawarkan kepraktisan. Namun, konsumen tetap tergiur promosi.
Hal itu diakui Vinda (23), yang berpikir untuk beralih dari satu uang elektronik ke uang elektronik lain yang memberikan imbal tunai.
Daya pikat uang elektronik yang praktis diakui Andri (35), meskipun ia hanya sesekali mengisi uang elektronik berbasis server. Jumlahnya pun kecil karena hanya untuk membeli minuman.
Menurut Andri, pembayaran kode QR merupakan awal dari transformasi digital. Namun, jangkauan kode QR masih terbatas pada anak muda.
"Buat orang tua seumuran ibu saya, mungkin enggak akan banyak pakai karena bingung dan enggak terbiasa," katanya.
Kebingungan kerap dirasakan Tanti (53) dalam menggunakan uang elektronik. Akibatnya, ia memilih untuk menggunakan uang tunai. "Padahal saya mau pakai karena ada promo imbal tunai. Namun, sejauh ini masih lebih sering pakai uang tunai atau debit, soalnya saya agak gaptek (gagap teknologi)," ujarnya.
sejauh ini masih lebih sering pakai uang tunai atau debit, soalnya saya agak gaptek.
Tidak mudah
Head of Corporate Communications Go-Pay Winny Triswandhani mengakui, tidak mudah menjangkau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk pedagang pasar dan penjual usaha di kaki lima. Sebab, kelompok pelaku usaha ini umumnya belum mengenal produk jasa keuangan dengan baik.
"Ketika kami masuk mengenalkan Go-Pay beserta fitur bayar kode QR, beberapa calon mitra sempat khawatir uang transaksi tidak masuk. Jadi, kami benar-benar mengedukasi dan mendampingi secara rutin. Kami menjelaskan keuntungan metode transaksi nontunai, antara lain aman dan mudah tercatat," ujar Winny.
Saat ini Go-Pay telah menggandeng 300.000 rekan usaha, yang 40 persen di antaranya pelaku UMKM. Mereka antara lain pedagang di 20 pasar modern di Jabodetabek dan pedagang kaki lima.
"Pada sesi edukasi, kami sisipkan juga sosialisasi keuntungan menjadi mitra Go-Pay, misalnya fasilitas akses kredit dan fitur bantu promosi. Ketika transaksi dilakukan secara nontunai, pencatatan keluar masuk uang lebih rapi, sehingga bermanfaat ketika mengajukan pinjaman," ujar Winny.
Go-Pay dilibatkan dalam gerakan UMKM Go-Online yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika. Salah satu sasarannya adalah pedagang di pasar.
Direktur OVO Johnny Widodo menyebutkan, sekitar 300.000 UMKM di seluruh Indonesia telah memakai OVO, termasuk pedagang pasar dan pedagang kaki lima.
"Kami lebih banyak fokus dari sisi sosialisasi, seperti materi nontunai serta tidak perlu menyimpan uang kecil, dan menerima uang palsu," ujar Johnny, perihal kiat OVO mengakuisisi mitra UMKM.
Kami lebih banyak fokus dari sisi sosialisasi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, penggunaan uang elektronik berbasis server dengan kode QR akan semakin meluas. Sebab, mengganti uang tunai dengan aplikasi di ponsel pintar merupakan keniscayaan. (Mediana/E03)