JAKARTA, KOMPAS – Para calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat kian intensif melakukan kampanye tatap muka dengan para calon pemilih. Mereka menjanjikan dan menawarkan solusi atas masalah yang terjadi di daerah pemilihan masing-masing.
Hal ini diungkapkan sejumlah calon legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta 2. Daerah itu mewakili Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri. Jelang pemilihan legislatif 2019 yang tinggal 40 hari lagi, masa kampanye yang berakhir pada 13 April mendatang bukan lagi untuk memperkenalkan diri.
“Saya akan mulai mengerucut pada penggalangan suara di Kebayoran Lama dan Pejaten. Jadi, tidak semua didatangi. Nanti, yang ada capek dan biaya tambah tinggi,” kata Dian Islamiati Fatwa, caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Ditemui dalam acara “Perempuan Bersuara: Dialog Caleg Perempuan Merespons Agenda Perlindungan Perempuan” di Jakarta, Minggu (3/3/2019), ia mengaku akan lebih masif turun ke lapangan dan memberi solusi dari masalah yang ditemukan di dapilnya. Langkah ini menurutnya berat, karena terkendala persaingan pemilihan presiden.
“Ketika di lapangan, pemilih kerap membicarakan atau meminta klarifikasi isu yang diangkat di debat calon presiden dan wakil presiden. Sementara, isu di dapil tidak tergali dan kemampuan caleg tenggelam. Oleh karena itu, saya harus kerja keras. Misalnya, di Pasar Manggis, Setiabudi, ada isu pengangguran dan narkoba. Saya harus fokus ke sana,” tuturnya.
Isu popularitas juga jadi tantangan bagi caleg lain, seperti Christina Aryani dari Partai Golongan Karya (Golkar). Ia akan lebih banyak mengadakan kunjungan langsung, bahkan kembali ke luar negeri untuk mengenalkan diri ke pemilih diaspora. Selain fokus pada isu hak perempuan dan anak, aspirasi diaspora Indonesia dan perlindungan pekerja migran jadi fokus perjuangan Christina.
“Saya akan tetap kampanye dari pintu ke pintu, karena kita bukan artis terkenal. Saya juga akan menemui diaspora di Timor Leste. Sebelumnya, saya juga sudah ke Malaysia, Hongkong, Singapura, Belanda, Perancis, Italia. Ini jadi satu cara karena banyak warga Indonesia di luar negeri mengeluh tidak pernah didatangi calon perwakilannya di parlemen,” terangnya saat ditemui pada kesempatan yang sama.
Selain bertemu langsung, media sosial juga akan dimanfaatkan untuk meningkatkan interaksi dengan calon pemilih. Cara ini akan dilakukan Nadhila Chairannisa, caleg berusia 24 tahun dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), untuk menggaet suara dari warga Indonesia di luar negeri.
Perlu diketahui, dalam pemilihan legislatif mendatang, warga Indonesia di luar negeri berhak memilih calon presiden dan wakil presiden, serta DPR RI.
Sulit ditebak
Peneliti Politik dan Gender dari Universitas Indonesia, Ani Sutjipto, mengatakan bahwa saat ini para caleg memang harus fokus menjaga suara di dapilnya masing-masing. Caleg harus terus berkampanye untuk mencegah para pemilih lupa dengan mereka, mengingat perilaku pemilih sulit ditebak.
Menurut Ani, faktor popularitas dan petahana juga menjadi kendala yang perlu diwaspadai para caleg baru. Survei elektabilitas caleg oleh Charta Politika, menunjukkan, wajah-wajah caleg petahana yang akan bersaing pada Pemilu 2019 masih mendominasi di daerah pemilihan DKI Jakarta.
Survei dilaksanakan pada 18 Januari hingga 25 Januari 2019 menunjukkan, dengan 2.400 responden dari tiga dapil, menunjukkan bahwa caleg petahana lebih dikenal dan lebih dipilih karena faktor kinerja dan jiwa sosial (Kompas, 11/2/2019).