Cirebon Gelar Parade Kostum Seni Budaya untuk Tarik Wisatawan
Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menggelar Cirebon Creative Fashion Carnival untuk yang pertama kalinya. Karnaval yang mengusung seni budaya Cirebon lewat parade kostum ini dipastikan bakal menjadi agenda tahunan pariwisata untuk mengangkat minimnya jumlah kunjungan wisatawan.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Cirebon, Jawa Barat, menggelar Cirebon Creative Fashion Carnival untuk pertama kali. Karnaval yang mengusung seni budaya Cirebon lewat parade kostum ini dipastikan bakal menjadi agenda tahunan pariwisata untuk mengangkat minimnya jumlah kunjungan wisatawan.
Karnaval yang digelar di depan Gedung British American Tobacco (BAT) di Jalan Raya Pasuketan, Minggu (3/3/2019), itu dipadati ratusan pengunjung. Cirebon Creative Fashion Carnaval (CCFC) menampilkan atraksi barongsai dan parade kostum khas Cirebon dari 160 peserta.
Parade yang diperlombakan itu terbagi dalam kategori batik cirebonan, etnik cirebonan, dan go green zero waste yang memanfaatkan barang bekas. Peserta memperagakan kostum dengan motif batik khas Cirebon, seperti megamendung, pesisir, dan keraton. Perpaduan corak Tionghoa dan motif setempat juga ditampilkan.
Ada pula peserta yang tampil dengan kostum tari sintren dan tari topeng kelana serta tari panji khas Cirebon. Sejumlah peserta bahkan mengenakan kostum dengan tinggi hampir 2 meter. Semuanya menarik minat pengunjung berlomba menangkap momen tersebut dengan gawai dan kamera.
”Semua peserta berasal dari Cirebon. Sebanyak 160 peserta ini di luar ekspektasi kami. Ini menunjukkan Cirebon bisa menjadi kota kreatif,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon Edi Bagja.
CCFC merupakan rangkaian dari Cirebon City Festival (Cifest) yang berlangsung pada 22-23 Februari dan 2-3 Maret. Pada Sabtu (2/3), di depan Gedung BAT, digelar Cirebon Expo yang menyuguhkan berbagai usaha kecil mikro menengah di Cirebon. Pekan lalu, panitia mencatat 100 pelaku usaha tur dan travel turut serta dalam Cifest untuk melihat potensi wisata di Cirebon. Namun, agenda konser kolaborasi artis nasional dengan seniman setempat di Goa Sunyaragi batal terlaksana.
”Memang (acaranya) kurang sempurna. Ini permulaan. Selanjutnya, CCFC menjadi agenda tahunan pariwisata. Kami akan evaluasi dan menata ulang kegiatannya,” ujar Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati.
Sejumlah persoalan tersebut ialah jalur parade yang belum steril dari penonton serta minimnya promosi. Sebagian besar pengunjung hanya berasal dari Cirebon dan sekitarnya. Sementara wisatawan mancanegara belum tampak.
Meski demikian, menurut Eti, pihaknya akan terus mengangkat kekayaan seni budaya Cirebon yang belum diketahui banyak orang. Ini sesuai dengan identitas pariwisata Kota Cirebon, ”The gate of secret”.
Melalui CCFC, misalnya, Pemkot Cirebon berupaya menghidupkan kembali kawasan kota tua. Gedung BAT, bekas pabrik rokok, merupakan cagar budaya yang berdiri pada 1924. Selama ini, peninggalan industri rokok terbesar di Jabar itu dimakan sepi, nyaris tanpa pengunjung. Padahal, di sekitarnya terdapat pusat perbelanjaan dan Wihara Dewi Welas Asih yang berusia lebih dari 500 tahun. Bahkan, kawasan Kebumen, pusat pemerintahan Cirebon saat masa kolonial, berada di sekitar gedung itu.
Tarik wisatawan
Eti mengakui, sejumlah kabupaten/kota telah lebih dulu menggelar aneka karnaval. Bahkan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, yang menggelar Jember Fashion Carnaval sejak 2002 telah ditetapkan sebagai kota karnaval pada 2017. Sementara Kota Cirebon baru memulainya tahun ini.
”Kami tidak akan menginduk ke daerah lain. Cirebon punya khazanah seni budaya sendiri. Di sini, etnis Tianghoa, Arab, dan Cirebon menyatu,” lanjut Eti.
Akulturasi itu antara lain tampak pada Kereta Kencana Paksi Naga Liman. Sayap kiri dan kanan menyimbolkan paksi atau burung (burok), mewakili Islam. Adapun wajah serupa naga, tetapi memiliki belalai, menggambarkan pengaruh China dan Hindu. Kereta ini berasal dari Keraton Kasepuhan, satu dari tiga keraton yang berusia ratusan tahun di kota seluas 37 kilometer persegi tersebut. Keraton lainnya di Cirebon adalah Kanoman dan Kacirebonan.
Untuk itu, pihaknya telah menyusun kalender pariwisata tahun ini dengan 16 agenda, seperti Festival Kanoman, Cirebon Topeng Festival, dan Cirebon Historia Run. Pemkot juga telah meluncurkan aplikasi Cirebon Wisatkon (wisata Kota Cirebon) di Play Store untuk mengetahui agenda wisata.
Pihaknya pun menaikkan anggaran pariwisata dan kebudayaan yang sebelumnya Rp 300 juta per tahun menjadi Rp 1,8 miliar. Upaya tersebut untuk mengejar target 2 juta wisatawan pada 2019. Tahun lalu, jumlah kunjungan wisatawan kurang dari 1,5 juta orang. Pada saat yang sama, tetangga Cirebon, yakni Kabupaten Kuningan, sudah mendatangkan lebih dari 4 juta wisatawan.
Ketua DPRD Kota Cirebon Edi Suripno mengapresiasi upaya pemkot menjadikan Cirebon sebagai pintu gerbang pariwisata Jabar. ”DPRD berkomitmen mendukung dalam hal anggaran (pariwisata),” ucapnya.
Pegiat pariwisata dan budaya Cirebon, Mustakim Asteja, menilai, selain membuat festival, pemkot juga seharusnya menata kota sebab wisatawan kerap mengeluh terkait dengan sampah dan Cirebon yang semrawut.
”Pemkot juga harus memunculkan destinasi wisata baru, seperti kota tua Cirebon,” ujarnya.