Ketegasan Hukum dan Rehabilitasi Diperlukan untuk Atasi Narkoba
JAKARTA, KOMPAS — Ketegasan penegakan hukum untuk memberantas peredaran narkotika dan obat-obatan berbahaya atau narkoba sangat dibutuhkan. Pada sisi lain, pendekatan rehabilitatif mesti dipergunakan bagi para penyalah guna murni yang merupakan korban.
Hal tersebut diutarakan juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, dan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, Arsul Sani, saat dihubungi secara terpisah, Minggu (3/2/2019). Selain itu, revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga dinilai perlu dilakukan untuk memperkuat upaya pemberantasan narkoba.
Arsul mengatakan, rencana revisi undang-undang yang menjadi inisiatif pemerintah tersebut telah masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2015-2019. Ia mengatakan, setelah Pemilu 2019, revisi tersebut, menurut rencana, akan diselesaikan.
Ia menyebutkan, terdapat dua hal penting yang mesti diubah dalam politik hukum mengenai pemberantasan narkoba. Hal pertama, undang-undang tersebut tidak boleh kaku dalam menanggapi perkembangan jenis-jenis zat adiktif baru untuk dimasukkan dalam kelompok narkoba.
Menurut Arsul, penyederhanaan prosedur untuk kewenangan itu mesti dilakukan. Dalam hal ini, imbuh Arsul, kewenangan mesti lebih diberikan kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) alih-alih pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
”Tetapi, dengan BNN (menjalin) kerja sama dan koordinasi bersama Kemenkes,” ujar Arsul.
Hal kedua, pemidanaan terhadap penyalah guna murni narkoba mesti diperjelas. Terutama dalam kaitannya agar tidak lagi ada diskriminasi penegakan hukum mengingat ujung dari proses tersebut bagi penyalah guna murni adalah tindakan rehabilitasi.
Pasalnya, jika hal tersebut tidak diperjelas dan ditegaskan, kemungkinan terjadinya pembedaan perlakuan bagi penyalah guna murni narkoba dari kalangan-kalangan tertentu cenderung terjadi, di mana sebagian dipidana serta dipenjara dan sebagian lainnya direhabilitasi.
Padahal, kata Arsul, jika pemidanaan berujung penjara itu terus terjadi, hal itu akan berdampak pada berlebihnya jumlah narapidana yang bisa ditampung di lembaga-lembaga pemasyarakatan.
Politik hukum itu nantinya harus diumumkan secara luas bahwa Pemerintah Indonesia akan tetap (menerapkan) hukuman mati terhadap para penjahat narkoba yang sudah divonis mati.
”Memang, konsekuensi perubahan politik hukum ini, pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran memadai untuk membangun pusat-pusat rehabilitasi narkoba,” ujar Arsul.
Politik hukum itu nantinya harus diumumkan secara luas bahwa Pemerintah Indonesia akan tetap (menerapkan) hukuman mati terhadap para penjahat narkoba yang sudah divonis mati.
Pada sisi lain, Arsul mengatakan bahwa ketegasan menerapkan hukuman bagi pelaku tindak pidana narkoba, di mana sebagian di antaranya adalah produsen dan pengedar, mesti diterapkan. Ia menegaskan, dalam hal ini hukuman mati masih harus dipertahankan, terutama bagi bandar narkoba yang masih menjalankan bisnisnya dari balik penjara.
”Politik hukum itu nantinya harus diumumkan secara luas bahwa Pemerintah Indonesia akan tetap (menerapkan) hukuman mati terhadap para penjahat narkoba yang sudah divonis mati,” ucapnya.
Terkait dengan pendekatan baru dalam penanggulangan narkoba, seperti penghapusan ganja dari daftar narkoba dan menggunakan sudut pandang kesehatan dalam menyelesaikan masalah narkoba alih-alih hukum pidana, Arsul menyatakan, hal itu mesti dilihat dari konteks masyarakat di Indonesia. Menurut dia, jika kondisi pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan di Indonesia sudah sama seperti terjadi di negara-negara yang menerapkan kebijakan tersebut, hal itu mungkin saja bisa diterapkan. Akan tetapi, pada saat ini masih belum.
Hal senada disampaikan Andre, yang menyampaikan bahwa pendekatan kesehatan bisa dipergunakan secara sinergis dengan penegakan hukum. Akan tetapi, yang mesti dipertimbangkan adalah pada sebagian negara di Eropa dan sebagian belahan bumi barat lainnya, mereka tidak menjadi negara sasaran pasar dari para produsen narkoba.
”Kalau negara kita, kan, dikirim (dalam jumlah) luar biasa dari beberapa negara (di mana narkoba diproduksi), terutama dari Tiongkok,” ujar Andre.
Ia mengatakan, narkoba dan korupsi merupakan dua musuh utama bangsa yang senantiasa menjadi bahan pertanyaan untuk ditanggulangi di sejumlah daerah yang didatangi Prabowo-Sandiaga. Ia mengatakan, apa pun akan diberikan dan dilakukan Prabowo-Sandiaga untuk memberantas narkoba dan korupsi.
Hal tersebut akan disesuaikan dengan perkembangan zaman, termasuk kemungkinan melakukan perubahan atau revisi Undang-Undang tentang Narkotika. Andre kembali menegaskan komitmen jika terpilih sebagai presiden, menjadi yang paling depan untuk memberantas narkoba.
”Cara-caranya, kita akan mendukung BNN dan memperkuat BNN, juga memperkuat undang-undang,” kata Andre.
Karena, mereka ini korban. Bukan semata-mata dihukum dan masuk penjara, tetapi mereka direhabilitasi.
Penguatan BNN di antaranya dilakukan dengan menambah anggaran bagi lembaga tersebut. Hal ini menyusul perkembangan teknologi dan kemampuan produsen serta bandar narkoba yang saat ini cenderung dihadapkan dengan sejumlah keterbatasan BNN.
Menurut dia, hal tersebut menjadi penting mengingat Indonesia sudah menjadi pasar tujuan yang sangat besar dari semua produsen narkoba yang tersebar di sejumlah negara. Ia mengatakan, narkoba kini bukan lagi mengancam untuk merusak bangsa, tetapi sudah berpotensi merusak kedaulatan bangsa.
Hukuman maksimal pada produsen narkoba dan pada saat bersamaan melindungi anak-anak bangsa dari bahaya narkoba menjadi keniscayaan. Penyuluhan dan upaya rehabilitasi menjadi penting serta diperbanyak karena bisa menolong para korban narkoba.
”Karena, mereka ini korban. Bukan semata-mata dihukum dan masuk penjara, tetapi mereka direhabilitasi. Pendekatannya (harus) komprehensif. Untuk produsen, kita harus tegas memberikan sanksi. Sudah, tegas saja,” sebut Andre.