Layanan 5G Siap untuk Bisnis
JAKARTA, KOMPAS — Layanan telekomunikasi seluler berteknologi akses 5G akan dipakai lebih dulu oleh pengguna segmen usaha. Model bisnis segmen ini sudah lebih matang daripada konsumen ritel.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyampaikan hal itu, Minggu (3/3/2019), di Jakarta.
Menurut dia, beberapa pemimpin perusahaan penyedia kebutuhan perangkat infrastruktur jaringan telekomunikasi, seperti Ericsson dan Nokia, serta operator KT Corporation, mengakui model bisnis 5G saat ini lebih ditujukan untuk pasar usaha/pebisnis.
”Dalam pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF), 22-25 Januari 2019, di Davos, mereka (Ericsson, Nokia, dan KT Corporation) menyebut ekosistem 5G untuk segmen konsumen ritel belum matang. Ini khususnya menyangkut perangkat komunikasi. Dengan kata lain, negara-negara lain merasakan hal yang sama dengan Indonesia,” kata Rudiantara.
Rudiantara menambahkan, pemerintah Indonesia berencana mengalokasikan spektrum frekuensi pada kisaran 2,6 gigahertz (GHz) atau 3,5 GHz untuk layanan telekomunikasi 5G. Namun, kedua spektrum ini masih dipakai penyelenggara layanan penyiaran.
Kami mengarahkan, kebijakan frekuensi untuk satelit ke depan adalah memakai kategori frekuensi Ka dan Ku band.
”Kedua spektrum tersebut (2,6 GHz ataupun 3,5 GHz) masih kami siapkan aturan transisinya. Keduanya masih digunakan operator satelit komunikasi juga. Kami mengarahkan, kebijakan frekuensi untuk satelit ke depan adalah memakai kategori frekuensi Ka dan Ku band,” ujar Rudiantara.
Kategori Ka band bekerja pada frekuensi 26,5-40 GHz dan mampu mendukung jenis layanan pita lebar, antara lain data broadcasting, pengobatan jarak jauh, dan local television satellite data relay services. Sementara kategori Ku band bekerja pada frekuensi 12-18 GHz.
Dalam dokumen putih hasil kerja sama Nokia dan Analysis Mason ”5G Maturity Index (Februari 2019)”, fungsi populer 5G yang sudah teridentifikasi ialah konektivitas seluler multigigabit, mobil otonom, pemantauan layanan kesehatan kritis, aplikasi rumah cerdas, dan kota cerdas.
Kesiapan
Presiden Global Services Nokia Sanjay Goel menceritakan, dokumen putih ”5G Maturity Index” sebenarnya adalah hasil survei kepada 50 operator telekomunikasi di seluruh dunia. Kepada operator-operator tersebut, tim menanyakan seberapa siap jaringan dan model bisnis untuk implementasi 5G. Penelitian berlangsung pada Juli-November 2018.
Ada sejumlah temuan menarik dipaparkan dalam dokumen putih ”5G Maturity Index”, misalnya sekitar 80 persen dari operator yang diteliti belum matang. Hal ini Ini bukan berarti mereka belum memikirkan 5G. Mereka telah memiliki rencana tenggat waktu yang tegas untuk memulai penggelaran layanan 5G. Akan tetapi, strategi bisnis digital dan rencana komersialisasi 5G masih terbatas.
Sementara itu, Chief Technology Officer PT XL Axiata Tbk Yessie D Yosetya menceritakan, pihaknya telah menjalin kesepakatan bisnis penerapan solusi Optical Networking 2.0 dengan Huawei. Solusi ini dianggap mampu menyederhanakan arsitektur serta konstruksi jaringan berorientasi 5G.
XL Axiata telah melakukan uji coba layanan telekomunikasi seluler berteknologi akses 5G pada Agustus 2018 di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Dalam uji coba, ada beberapa contoh produk bisnis dipamerkan. Misalnya, perangkat pengelolaan sampah, taman, pemeliharaan sungai, dan wireless gigabit. (MED)