Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja dengan sengaja datang ke Pulau Dewata, untuk merasakan langsung suasana upacara adat Hari Raya Nyepi. Hari Minggu, 4 Maret 1984, yang bertepatan dengan tahun baru Caka 1906, Sihanouk menyaksikan suasana Bali yang bebas dari lalu-lalang orang dan kendaraan, bebas dari keriuhan bunyi-bunyian, dan tiadanya cahaya lampu pada malam hari.
Rangkaian Hari Raya Nyepi di Bali setiap tahun berlangsung dalam bulan Maret tahun Masehi. Dalam penanggalan Caka, tahun baru jatuh pada setiap bulan kesembilan. Umat Hindu menganggap 9 sebagai angka tertinggi, karena setelah itu akan terjadi lagi pengulangan angka, mulai dari 0, 1, 2, dan seterusnya.
Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, Sihanouk beserta rombongan menyaksikan upacara korban tawur kesanga di Lapangan Puputan Badung, Denpasar. Setelah upacara dengan penyembelihan hewan, seperti ayam, di setiap desa dan banjar, malam harinya dilakukan upacara ngerupuk.
Pengerupukan dilakukan di hampir setiap halaman rumah di Bali, dengan berkeliling sambil memukul apa saja yang bisa menimbulkan bunyi riuh. Upacara ini dimaksudkan untuk mengusir bhuta kala atau kekuatan negatif pada diri manusia, sehingga umat Hindu yang memasuki Tahun Baru Caka memperoleh kekuatan baru untuk mengembangkan diri menuju kebahagiaan lahir dan batin.
Upacara Nyepi dimulai dengan melasti, salah satu upacara yang menarik dan ditunggu-tunggu wisatawan. Dalam upacara ini, ratusan ribu umat Hindu di Bali berduyun-duyun menuju sumber-sumber mata air, pertemuan sungai, danau, atau laut. Mereka bergerak dalam suatu arakan yang meriah penuh warna.
Gadis-gadis cantik dengan pakaian adat menjunjung sesajen yang terdiri dari susunan aneka buah yang dibentuk meninggi. Di belakang mereka adalah perempuan yang lebih tua, lalu kaum lelaki. Mereka juga menjunjung alat upacara Pura, membunyikan gamelan, serta mendendangkan lagu-lagu keagamaan (kidung).
Saat hari Nyepi, tidak boleh ada kegiatan keseharian di Pulau Dewata selama 24 jam mulai pukul 06.00. Bagi umat Hindu Bali, tahun baru adalah hari perenungan diri. Untuk itu mereka melakukan brata (pantangan) penyepian berupa amati geni (tidak menyalakan api/memakai lampu), amati karya (tidak bekerja), amati lelunganan (tidak bepergian), dan amati lelangunan (tidak mengadakan hiburan atau keriuhan).
Pengusaha Aburizal Bakrie, yang mengalami suasana Bali benar-benar sepi pada perayaan Nyepi tahun 1983. Jalan-jalan lengang tanpa lalu lintas, hanya para petugas berpakaian adat yang terlihat mengawasi dan menjaga pelaksanaan penyepian. “Luar biasa. Benar-benar suatu upacara keagamaan yang sangat mengesankan,” ungkap Aburizal yang saat itu menginap di sebuah hotel berbintang lima di Sanur.
Beberapa wisatawan asing yang berada di Bali pada hari Nyepi menyatakan sangat terkesan dan kagum bahwa di Bali ada hari raya yang begitu tertib. Sepanjang hari turis-turis hanya menghabiskan waktu di sekitar hotel tempat mereka menginap.
Berkat usulan Parisada Hindu Dharma Pusat melalui DPR RI pada 25 November 1982, akhirnya pemerintah menetapkan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional mulai tahun 1983. Tahun ini, Hari Raya Nyepi, Caka 1941, akan dirayakan pada Kamis, 7 Maret.
Sumber:
Kompas, Jumat, 6 Maret 1981, halaman 6, Kompas, Jumat, 26 November 1982, halaman 6, Kompas, Senin, 24 Januari 1983, halaman 1, Kompas, Sabtu, 12 Maret 1983, halaman 1, Kompas, Minggu, 13 Maret 1983, halaman 8, Kompas, Sabtu, 3 Maret 1984, halaman 1.